news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Bagaimana Menyembuhkan Rasa Sakit Sehabis Konflik?

Konten Media Partner
18 April 2019 14:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konflik pasti terjadi, tapi bagaimana kita mengatasinya adalah sebuah piihan. (Foto: Unsplash.com)
zoom-in-whitePerbesar
Konflik pasti terjadi, tapi bagaimana kita mengatasinya adalah sebuah piihan. (Foto: Unsplash.com)
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini, momen Pemilu 2019 menimbulkan sejumlah konflik. Mulai dari fitnah yang terlontar, film dokumenter yang menyinggung praktik dua pasangan calon, hingga balada quick count. Baik yang sifatnya dalam tataran elit maupun masyarakat karena berbeda pilihan. Tetapi apakah konflik selalu buruk?
ADVERTISEMENT
Konflik adalah sebuah hal yang wajar dalam kehidupan sosial. Bahkan hal tersebut menjadi penyeimbang dan suatu waktu bisa menjadi solusi.
Namun, terkadang selepas konflik itu berlalu, di antara mereka yang berkonflik masih menyimpan perasaan dendam, kesal, ataupun tidak terima. Tentu hal ini tidak sehat untuk kondisi psikis seorang manusia.
Senin (15/4), Temali berbincang dengan Diah Mahmudah, seorang psikolog dan pemilik Biro Psikologi Dandiah. Diah menjawab mengapa hal tersebut bisa terjadi dan bagaimana mengatasinya.
“Bisa ada beberapa kemungkinan, pertama, pribadinya belum matang (dewasa) atau bisa jadi memiliki luka emosi masa lalu, jadi belum siap juga menghadapi konflik,” jawab Diah
Pribadi tak sehat itu pun secara subjektif ia merasakan konflik melukai dirinya. Menurut Diah, ada yang satu merasa sehat dan yang satu merasa sakit setelah konflik (sakit hati, dendam, tidak berharga, dan lain-lain).
ADVERTISEMENT
Beda pendapat itu wajar.
“(Ada kemungkinan) yang kedua adalah konflik yang terjadi adalah konflik sakit. Keduanya merasa sakit hati setelah berkonflik. Timbul emosi-emosi negatif di pihak-pihak yang berkonflik,” lanjutnya.
Bagaimana mengatasinya?
“Cara mengatasinya adalah, di awal harus dipahami dan disadari bahwa berbeda pendapat atau rasa itu wajar, dan konflik harus harus ditujukan untuk mencari solusinya,” begitu solusi Diah.
Ketika sudah selesai, bukan seakan-akan tidak ada apa-apa, tapi keduanya justru merasakan emosi positif. “Sama-sama plong dan lega telah menyampaikan pikirannya, rasanya dan bahagia juga karena mendapatkan solusi dari konflik itu,” jawab Diah.
Konflik pasti terjadi, tapi bagaimana kita mengatasinya adalah sebuah pilihan. Kita dapat belajar dalam sebuah scene di film Green Book ketika terjadi konflik supir Italia Tony Valelonga ditahan bersama majikannya di kantor Polisi karena menonjok polisi.
ADVERTISEMENT
“You never win with violence, you only win when you maintain your dignity. Dignity always prevails,” begitu nasihat majikannya, Dr. Don Shirley.
“Kamu tidak pernah menang dengan kekerasan, kamu hanya akan menang ketika kamu mempertahankan martabatmu. Karena martabat selalu menang.”