Kata Pakar Sosiologi Tentang Sengketa di Tamansari

Konten Media Partner
20 Desember 2019 11:46 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto: Kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Kumparan
ADVERTISEMENT
Hasil persidangan gugatan kepemilikan tanah oleh warga Tamansari terhadap Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung terkait izin lingkungan proyek rumah deret, ditolak untuk kedua kalinya. Surat putusan dibacakan oleh majelis hakim Pengadilan Tatan Usaha Negara (PTUN) pada Kamis (19/12).
ADVERTISEMENT
Kasus ini berawal dari gugatan warga RW 11 yang menolak proyek rumah deret di permukiman mereka. Warga menggugat engan alasan Pemkot Bandung tidak memiliki sertifikat hak atas tanah di lokasi pembangunan rumah deret.
Sementara itu, dikutip dari Kumparan, hakim anggota Novy Dewi Cahyanti mengatakan keterangan ahlimenyebutkan bahwa Pemkot Bandung memiliki surat jual beli tanah. Bukti tersebut tidak bisa disamakan dengan sertifikan tanah.
Majelis hakim menyimpulkan bahwa tergugat tidak melanggar asas kewenangan, keterbukaan dan pelayanan. Hal ini karenaterungkap sebelum melakuakan penertiban objek sengketa, Pemkot telah melakukan koordinasi, sosialisasi guna melayani warga sesuai standar pelayanan. Korban juga akan diberikan tun jangan sebesar Rp26 juta per kepala rumah tangga.

Sebagian warga menolak kompensasi

Foto: Kumparan
Sebagian warga menolak kompensasi yang diberikan oleh Pemkot Bandung, warga menilai apabila ada penerimaan terhadap uang itu. Maka, warga dianggap setuju dengan adanya pembangunan rumah deret.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, warga tak terima digusur lantaran pihak Pemkot Bandung memberikan pemberitahuan sangat mendadak. Surat yang tertanggal 9 Desember diterima warga tanggal 11 Desember , sehari sebelum penggusuran dilakukan. Warga juga menilai sosialisasi yang dilakukan oleh Pemkot sangat minim.
Selain itu Pemkot Bandung juga tidak pernah menunjukkan sertifikat kepemilikan tanah sehnggamembuat warga tak terima. Penggusuran pun berakhir ricuh saat itu.

Pendapat ahli sosiologi

Foto: ANTARA
Profesor Dr. elly Malihah, ahli sosiologi dari Universitas Pendidikan Indonesia mengatakan, ketika ada pembangunan yang dilakukan harus dilakukan pendekatan secara kualitatif bukan kuantitatif. Dalam artian, bagaimanapun baiknya kebijakan pemerinah kalau hanya mengejr kuantitas bukan kulitas pasti akan mnimbulkan konflik.
"Ketika pemerintah akan menggulirkan sebuah kebijakan yang paling penting itu adalah siapa penerima kebijakan itu dan siapa yang akan menjalankan kebijakan itu. Sasaran seperti itulah yang harus dikomunikasikan lebih jauh terkait siapa yang akan menerima kebijakan tersebut," jelas Elly.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu, sosialisasi harus dilakukan secara langsung dan bertahap. Menurut Elly, dalam kasus Tamansari ini ada saluran-saluran sosialisasi yang tidak sempurna atau tidak tersampaikan dengan baik. Bisa jadi macet di pihak-pihak tertentu.
"Oleh sebab itu, tidak bisa kita serta merta melakukan penggusuran kalau info belum sampai seluruhnya. Artinya, harus ada semacam survey dan pendekatan sebelum kebijakan itu dilaksanakan atau dieksekusi," tambah Elly.
Seain itu, diperlukan pendekatan secara struktural dari pemerintah. Pemkot Bandung memiliki pejabat daerah seperti kecamatan, kelurahan, RW, RT dan sampai kepada keluarga. Sosialisasi harus dilaksanakan secara terstruktur hingga informasi dan kesepakatan sampai pada individu yang terkena dampak.
Materi yang disampaikan pun harus dipersiapkan secara matang mengenai tujuannya apa, maksudnya apa, kompensasinya bagaimana dan lain sebagainya. Apalagi sekarang ada media sosial, seharusnya hal itu dimanfaatkan oleh pemerintah.
ADVERTISEMENT
"Jadi tidak bisa tiba-tiba dilakukan penggusuran, bukalah sosialisasi seluas-luasnya agar yang terkena dampak bisa paham akan proyek yang akan dilaksanakan," kata Elly lagi.
Ketika terjadi masalah antara kedua belah pihak, Elly berharap agar masalah tersebut dapat diuraikan dengan baik. Dibenarkan terlebih dahulu miskomunikasi yang terjadi, sehingga nanti tercipta solusi yang disepakati oleh kedua pihak. Kalau pemerintah tidak bisa langsung harus ada mediasi atau penengah.
Elly berpesan khususnya kepada pemerintah Kota Bandung, apapun kebijakan yang akan digulirkan, semua harus disosilisasikan terlebih dahulu. Sehingga orang tahu manfaat dari kebijakan yang akan dilaksanakan tersebut.
Kemudian untuk masyarakat harus sadar secara sosial. Hal ini karena memang ada kebijakan yang dilaksanakan untuk kepentingan umum. Misalnya, relokasi rumah di bantaran sungat untuk menghindari banjir, maka diminta kesadaran untuk mau direlokasi untuk kepentingan bersama***
ADVERTISEMENT