Kenapa Kritik (Termasuk Pada Diri Sendiri) Itu Penting?

Konten Media Partner
19 Februari 2019 7:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Berlatih menerima kritik, berlatih mengritik. (Foto: Unsplash.com)
zoom-in-whitePerbesar
Berlatih menerima kritik, berlatih mengritik. (Foto: Unsplash.com)
ADVERTISEMENT
Baru 15 tahun, tapi sudah memenangkan kompetisi catur dunia. Dialah Bobby Fischer.
ADVERTISEMENT
Usut punya usut, Fischer punya kebiasaan unik di tengah pertandingan. Ia beranjak dari kursi, menepi beberapa langkah dari meja catur, kemudian memperhatikan papan catur seperti layaknya penonton pertandingan.
Lantas, Fischer kembali menjalankan pionnya dengan manuver yang tak dapat ia bayangkan sebelumnya.
Kisah tadi dipaparkan oleh Pak Uke Siahaan, dosen Investment perkuliahan saya.

“Kita menjadi lebih pandai, kritis, ketika bukan menjadi bagian suatu masalah. Penonton lebih ‘pandai’ ketimbang pemain!” begitu ungkapnya.

Fischer tahu benar akan hal ini. Maka di tengah pertandingan, ia berubah menjadi 'penonton’ untuk menggali perspektif baru dari permainan caturnya.
Ini membuatku berpikir.

Sebagai pelaksana sesuatu, mengapa kita perlu kritik dari orang yang secara tidak langsung terlibat apa yang kita lakukan? Karena ia tahu celah-celah kopong (blind spot) yang tak sempat kita perhatikan.

Sebagai pengkritik, mengapa kita perlu mengkritik secara sehat– tidak merendahkan? Karena sebaliknya, yang kita kritik barangkali tidak melihat hal-hal yang kita leluasa lihat.
ADVERTISEMENT

Berempati bukan mematikan kritik, tapi agar kritik tepat sasaran. Bebal atau tidaknya penerima kritik itu menjadi persoalan lain. Gaya. bahasa atau sopan santun itu relatif.

Terakhir, mengapa butuh melatih skill mengkritik diri sendiri, dengan sesekali menepi dan mengevaluasi apa yang kita kerjakan?
Agar kita melesat lebih jauh, bermental pemenang karena mengetahui kekuatan kita sekaligus rendah hati karena mengetahui kelemahan kita.
[Penulis & Editor: Tristia]