Kisah Nyata Mahasiswa yang Makan Rp5000 Per Harinya

Konten Media Partner
10 September 2019 12:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical

Ternyata, masih ada!

Foto: pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Foto: pexels.com
ADVERTISEMENT
Makrab atau malam keakraban tentunya sudah tidak asing bagi para mahasiswa di setiap kampus. Biasanya, kegiatan tersebut dilaksanakan saat proses rekrutmen anggota baru sebuah organisasi kampus. Dimana para anggota lama berbaur dengan anggota baru.
ADVERTISEMENT
Salah satu agenda yang pastinya ada di sebuah acara Makrab adalah makan bersama. Suatu ketika di agenda makan bersama saat Makrab organisasi yang saya ikuti, saya mendapati sebuah pelajaran berharga.
Saat itu, kami bersama-sama makan dengan kertas nasi yang dijejer panjang untuk menambah keeratan dalam organisasi khususnya dengan para anggota baru.
Agenda makan bersama pun berlangsung, sambil diiringi dengan obrolan yang asyik dan tawa gembira. Satu persatu anggota pergi mencuci tangannya setelah makan dan merasa kenyang. Hingga tinggal beberapa panitia yang akan membersihkan bekas makan bersama.
Foto: unsplash.com
Perlahan, dengan malu-malu, ada satu orang anggota yang mendatangi kami kembali setelah sebelumnya pergi mencuci tangan. Ia memang bukan anggota baru di organisasi, ini sudah tahun keduanya disini. Sehingga kami sudah hafal dengan dirinya.
ADVERTISEMENT
Tentunya saya dan teman-teman panitia lain langsung menyapanya, dan bertanya ada keperluan apa. Karena saat itu agenda Makrab sudah dilanjutkan kembali dengan agenda selanjutnya setelah makan bersama. Lalu ia pun menjawab.
“Kak, boleh saya minta lauk sisa dari makan bareng tadi?”
Memang lauk dari makan bersama tadi belum habis semuanya, dan tentunya kami perbolehkan permintannya.
“Boleh, bawa bungkusnya enggak?” tanya kami. Ia pun memberikan plastik bungkusan.
Saat salah satu temanku sedang membungkus lauk untuknya, temanku yang lain iseng bertanya.
“Emangnya kenapa mau bungkus lauk sisa? Emangnya belom kenyang tadi? Hehe” tanya temanku padanya sambil bercanda.
“Alhamdulillah kenyang kok kak, tapi ini lauknya buat aku makan besok, semoga masih bisa diangetin lagi.”
ADVERTISEMENT
Kami semua bingung dengan jawabannya. Lalu lanjut bertanya. “Buat besok? Enggak beli lauk di warteg aja kalo buat besok mah?” tanya lagi salah satu temanku.
“Iya, Kak, saya biasanya sehari cuma punya uang lima ribu rupiah buat makan. Biasanya dengan uang segitu saya beli nasi sama gorengan tiga, buat makan pagi, siang sama malam. Kan lumayan nih kalo besok ada lauk tambahan dari lauk sisa sekarang, hehe,” jawabnya sambil tersenyum.
Deg. Bagaikan ada petir yang menyambar kami. Sontak semua panitia yang ada di sana terdiam. Bagaimana mungkin seorang mahasiswa hanya makan dengan uang lima ribu rupiah per hari di zaman sekarang?
Meskipun tak ada sedikit pun kesan ingin dikasihani di wajah anggota tersebut, tapi senyumannya bisa memberikan pelajaran banyak kepada kami.
ADVERTISEMENT
Betapa kurang bersyukurnya kita di saat ada orang lain yang terbatas ekonomi dan harus irit hanya dengan makan gorengan dan nasi. Sementara yang berlebih justru merasa biasa-biasa saja menyisakan makanan di piringnya.
Meski uang kita berlebih bukan jadi alasan kita bisa membuang makanan seenaknya. Terlebih, membuang makanan bukan masalah ekonomi saja. Ini juga masalah kepedulian kita pada lingkungan. Karena sampah makanan termasuk limbah terbesar khususnya di Indonesia.
Tentunya fakta tersebut sangat miris, di saat banyak orang lain yang kesusahan mencari makanan setiap harinya. Bahkan mungkin orang di sekitar kita.
ADVERTISEMENT
Jadi, sudah sejauh apa kamu peduli dan tidak lagi membuang makanan?
[Penulis: Izzudin | Editor: Nurul]