Membandingkan Latar Belakang Keluarga Santri dan Preman

Konten Media Partner
16 September 2019 15:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto: unsplash.com
zoom-in-whitePerbesar
Foto: unsplash.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kasus kriminal yang kerap terjadi di sekitar kita terkadang menimbulkan pertanyaan besar. Seperti yang baru-baru ini terjadi, seorang remaja berusia 17 tahun yang juga seorang santri, harus meregang nyawa karena ditusuk senjata tajam oleh pelaku yang baru berusia 18 dan 19 tahun.
ADVERTISEMENT
Ironi, antara korban dan pelaku seperti berada dalam dunia yang berbeda. Korban yang bernama alm.Rozien, santri pondok pesantren Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat, adalah seorang remaja yang terjaga.
Ia tumbuh di keluarga yang harmonis, orang tua yang berpendidikan tinggi dan saling menyayangi, mendukung anak-anaknya dan berkecukupan secara materi.
Foto: almanarnews.id
Sementara, kedua pelaku pembunuhan, yang masih sama-sama berusia belia, kebalikannya. Orangtuanya entah kemana, bahkan sampai anaknya ditangkap polisi pun tidak nampak batang hidungnya. Mereka berasal dari keluarga miskin, minim pendidikan dan ilmu agama.
Secara fitrah sebagai seorang manusia dan seorang anak, mereka pastinya membutuhkan kasih sayang, yang ternyata tidak mereka temukan dalam rumah dan keluarganya. Akhirnya, mereka kelayapan keluar rumah mencari pemuas dahaga. Mengisi kekosongan jiwa.
ADVERTISEMENT
Dan ironisnya, mereka mendapatkan pengisi lubang jiwa ini dari lingkungan yang salah. Perhatian yang mereka cari, loyalitas, solidaritas, berujung pada sistem berani mati dan mau berkorban untuk hal yang salah juga.
Foto: unsplash
Besar kemungkinan, orangtua pelaku pun sedang dalam kebingungan yang luar biasa. Tidak punya pengetahuan dan keahlian untuk bertahan hidup. Baik ilmu agama maupun ilmu pengetahuan untuk bersaing di dunia yang semakin keras. Sehingga jangankan untuk mendidik anak, mereka juga belum selesai dengan masalah diri masing-masing.
Kalangan seperti ini rentan jadi sasaran empuk mafia, bandar, preman senior, untuk melanggengkan urusan mereka. Diperparah dengan oknum-oknum pemerintahan dan keamanan yang membiarkan semua ini terjadi.
Foto: unsplash.com
Apabila kita tarik benang merahnya, maka akar permasalahannya ada pada orangtua dan kesenjangan sosial. Sejatinya, seorang anak bagaikan sebuah kertas putih polos, lalu orangtua dan lingkungan sekitarnya yang akan mewarnainya.
ADVERTISEMENT
Saat orangtua sudah siap untuk memiliki anak, dan siap untuk mendidik, mendukung dan mengasihinya, dengan ilmu, materi dan juga kasih sayang, maka anak tersebut akan tumbuh sesuai fitrahnya.
Tapi sebaliknya, saat orangtua tanpa persiapan saat memiliki anak, belum siap secara ilmu dan juga materi serta tidak mampu memberikan kasih sayang, anak tersebut akan tumbuh menjadi kertas yang kotor dan buram.
[Penulis: Izzudin | Editor: Nurul]