Psikolog: Ini Alasan Para Pejabat Kaya Bisa Korupsi

Konten Media Partner
19 Oktober 2019 13:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto: Unsplash.com
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Unsplash.com
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa hari yang lalu media lagi-lagi dihebohkan dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) sejumlah pejabat daerah. Terakhir dilaporkan bahwa adanya serangkaian tindakan korupsi yang dilakukan oleh sekelompok pejabat di Indramayu sampai melibatkan bupati terdahulu. Kasus-kasus korupsi tersebut, hanya sebagian kecil dari sekian banyak kasus yang belum terungkap. Bukan hanya di lembaga besar tingkat pemerintahan saja, melainkan juga ke tingkat kecil seperti perusahaan dan sekolah, korupsi mungkin saja bisa terjadi.
ADVERTISEMENT
Melihat seringnya ditemukan kasus-kasus korupsi, mungkin muncul dibenak kita, kenapa kasus korupsi ini terus berlanjut? Bahkan ketika semua mulai berupaya untuk memberantas korupsi. Di samping itu, lembaga-lembaga pengawasan dan penindakan korupsi juga sudah dibentuk sejak lama. Mereka mengupayakan berbagai cara agar dapat mencegah korupsi sampai ke tingkat terkecil.
Lebih lajut kami berbincang dengan Nurafni, seorang psikologi ahli, untuk mengetahui fenomena korupsi dari segi psikologi. Menurutnya, untuk dapat melihat kenapa seseorang melakukan suatu tindakan, kita harus melihat struktur kepribadian terlebih dahulu. Jika dilihat dari tipe kepribadian Theodore Millon, orang yang memiliki kecenderungan korupsi biasanya memiliki tipe kepribadian independen aktif atau antisosial.
“Tipe kepribadian Theodore Millon ini tidak ada yang berdiri ajeg, jadi pasti ada campurannya. Misalnya, orang dengan independen aktif, campur dengan dependen aktif bisa juga dengan narsistik. Mereka butuh panggung dan juga fasilitas untuk mendorong supaya bisa tampil sesuai dengan keinginannya. Jadi mereka akan menghalalkan segala cara termasuk dengan korupsi,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
IQ yang tinggi biasanya juga ikut dimiliki oleh orang yang melakukan korupsi. Mereka pintar memanipulasi dan menyembunyikan tindakannya dengan rapi. Independen aktif atau antisosial dengan IQ yang tinggi menjadi tipe kepribadian awal seseorang yang akan memperkuat mereka untuk melakukan korupsi.
Lalu, disamping tipe kepribadian ada faktor-faktor lain yang mendorong seseorang melakukan korupsi. Faktor internal seperti faktor ekonomi ataupun gengsi sesama teman, serta adanya kesempatan yang terbuka sebagai faktor eksternal bisa membantu orang memuluskan tindakan tersebut.
Misalnya, ketika dana bantuan cair. Ada celah-celah untuk mereka melakukan penggelapan uang. Hasilnya, bisa saja mereka gunakan untuk membeli mobil baru agar bisa dipandang hebat dan reputasinya naik di depan orang lain.
Afni mengatakan, saat ini, korupsi sudah dilakukan secara berjamaah dan bisa dinyatakan sebagai suatu akibat dari gaya hidup (Lifestyle). Seseorang yang memiliki gaya hidup yang tinggi, akan terus merasa kurang. Mereka tidak berpikir panjang saat melakukan tindakan korupsi bahkan dengan tega mengambil sejumlah uang dan setelahnya ia akan berlaku seakan tidak terjadi apa-apa.
ADVERTISEMENT
“Sebenarnya, alasan yang bisa menyebabkan korupsi itu banyak. Ya, salah satunya seperti yang saya sebutkan. Cuma sekarang kayaknya udah jadi life style, itu bisa dilihat dari penampilan mereka, kalau ini lagi-ini lagi gengsi dong? Kejadian itu bisa terjadi secara terus menerus dan berkelanjutan,” ucapnya lagi.
Foto: Unsplash.com
Ditanyai soal tindakan untuk para koruptor, Afni membaginya ke dalam tiga tahapan yaitu, neurotik, psikotik dan psikopatik. Neurotik adalah tindakan yang dilakukan secara ringan, sebatas urusan yang bisa dilakukan dalam ranah psikologi. Gejala yang muncul biasanya seperti gangguan psikis yang muncul dalam fisik seseorang.
Kemudian lanjut ke tindakan psikotik yaitu, tindakan lanjutan yang lebih berat. Biasanya meliputi gangguan kejiwaan dan akan menempuh penanganan di rumah sakit jiwa. Lalu yang terakhir yaitu, psikopatik yaitu gangguan yang hanya bisa ditangani lapas dan memang secara teoritis orang tersebut harus dipenjarakan.
ADVERTISEMENT
“Dipenjarakan di sini gunanya untuk dire-edukasi karena salah pengasuhan. Jadi, nanti teman-teman di bidang hukum juga akan menyusun undang-undang pengasuhan untuk upaya preventif terhadap fenomena seperti penipuan termasuk korupsi,”
Agar menemui efek jera, Afni mengatakan dengan jelas, bahwa orang yang melakukan tindakan korupsi harus dihukum dan yang paling penting uangnya harus dikembalikan. Hal ini agar tidak banyak lagi orang yang dirugikan. Kalau uangnya tidak dikembalikan, kemungkinan orang-orang akan merasa lebih bebas dan bahkan meniru.
“Mereka bakal nganggep ya udahlah cuma dipenjara ini, uangnya bisa dinikmati dan gak harus dikembalikan juga,” tandas Afni.
Jadi, sudah saatnya pihak yang berwajib untuk mengategorikan tindakan korupsi ini sebagai suatu kejahatan yang luar biasa. Alangkah baiknya, jika hukuman yang diberlakukan juga disusun secara serius agar menemui efek jera. Terutama untuk korupsi yang telah disusun secara masif dan sistematis.
ADVERTISEMENT
[Penulis: Lupi Y]