Milenial Twitteran Saat Rapat, Sopan, Gak?

Konten Media Partner
1 Februari 2020 21:17 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Milenial Twitteran Saat Rapat, Sopan, Gak?
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Penulis: Agus Eka Prasetyo Co-Founder Imam Muda Salman
Selasa kemarin, saya mendapatkan insight dari salah satu senior saya, guru saya, yang kemudian menceritakan momen yang ia lihat saat ada dalam rapat kantor.
ADVERTISEMENT
Beliau menceritakan bahwa anak muda yang baru beberapa bulan bergabung menjadi anggota dari perusahaan tersebut diminta beliau untuk menemaninya menjadi asisten rapat saat itu. Saat rapat sedang berlangsung, gadget enggak lepas dari tangan si anak muda. Sampai-sampai, akhirnya, dia ditegur oleh CEO dari perusahaan yang sedang memimpin rapat itu. begini kira-kira bahasanya.
"Anak Muda, pantas kamu nulis-nulis (chatting) di gadget-mu saat saya sedang berbicara?"
"Maaf, Pak, saya ndak bisa menyimpan sendiri insight dari apa yang Bapak sampaikan, saya langsung menulisnya di twitter saya. Kemudian banyak sekali yang retweet dalam 15 menit ini, banyak yang kemudian memuji Bapak sebagai CEO perusahaan ini dan saya senang mempunyai CEO seperti Bapak. Ini pak (sambil menunjukkan)," jawabnya.
ADVERTISEMENT
Beberapa anggota tim rapat saat itu tersenyum. Ada juga yang kemudian geleng-geleng kepala, ada yang masih bermuka masam, merasa anak ini bermasalah.
Atas inisiatif dari senior saya tersebut, bahwa senior saya itu menyuruh kepada anak itu sesaat kemudian untuk membelikan makanan buatnya. Sebenarnya, ini digunakan oleh senior saya itu untuk menjelaskan kepada tim rapat akan dirinya saat dia tidak ada bersama mereka.
Pintu ditutup, anak muda itu pun pergi meninggalkan rapat.
"Mohon maaf Pak, sama-sama kita saksikan sebuah peristiwa yang cukup membuat kita resah dan bahkan kesal. Tapi, karena beliau adalah tanggung jawab saya, maka saya hendak menyampaikan suatu hal atas kejadian tadi.
Kemudian, senior saya menjelaskan, generasi kita berbeda dengan generasi saat ini. Dalam teknis rapat, semua fokus dan tertuju pada satu titik, sedangkan generasi mereka sudah terdesain dengan sindrom untuk selalu terlihat eksis dan senang berbagi. Di satu sisi, itu sangat buruk, namun di sisi lain, perusahaan bisa mendapatkan keuntungan lain.
ADVERTISEMENT
"Tugas kita adalah mengenalnya, tahu apa kebutuhan mereka. Dengan begitu, kita bisa bekerja sama dengan mereka. Merekalah yang akan menjadi penerus perusahaan kita, kita tak bisa menyamakan antara generasi kita, sebelum kita dan saat ini. Mereka berbeda."
Baginya, tugas dirinya dan mereka adalah membina generasi muda, menempatkan kecenderungan negatifnya menjadi lebih positif dan mengoptimalkan potensi positifnya dengan tantangan.
Kemudian pintu pun terbuka, sang anak dengan membawa nasi kotak menghampiri forum. Momen aneh terjadi, CEO dan beberapa peserta rapat tadi tersenyum kepadanya dan anak muda itu pun membalas senyuman mereka senada mengucapkan "Mohon maaf Pak, saya salah atas kejadian tadi, saya tidak akan mengulangi lagi"
"Mohon maaf anak muda, seharusnya saya tidak langsung berprasangka buruk kepada kamu," kata CEO itu.
ADVERTISEMENT
Suasana menjadi hening sejenak, rapat kembali berjalan dengan lancar sampai akhir.
Ternyata pada keesokan harinya, senior saya tersebut dipanggil oleh CEOnya. CEO mengatakan bahwa apa yang menjadi fokus perhatian di perusahaanya saat ini adalah bagaimana regenerasi loyal bagi generasi muda untuk dibentuk.
Sungguh geleng-geleng saya saat senior saya bercerita. Karena, di tempat bekerja saya, saya sering kali berkecimpung dengan mahasiswa yang angkatanya kalau diitung-itung dari tingkat pertama dan saya berjarak kurang lebih 6 tahunan. Mereka sebenarnya lebih muda dari pada generasi milenial, mereka generasi Z.
Kemudian beliau menyambung,
"Pemimpin itu yang bisa include dan mengerti siapa yang dipimpinya, sehingga dia tahu bagaimana dan apa kebutuhan untuk mencapai visi bersama, dengan lebih cepat dan efisien.
ADVERTISEMENT
"Pemimpin juga, melindungi setiap anggotanya walaupun bukan dihadapannya agar menjaga harga diri yang dipimpinya.
"Pemimpin itu mungkin harus berkorban waktu, mengajak ngobrol, ngopi bareng, ngirim tim nya untuk ikut pelatihan-pelatihan, mengenalkan kepada rekan-rekanya untuk mengembangkan setiap yang dipimpinnya.
"Apalagi anak milenial zaman sekarang, saya yakin, Gus, dengan diikat nya anak-anak milenial dari sisi emosionalnya, di semua titik, kita masukkan emosional disana, mereka akan betah dan loyal ke perusahaan kita."
Saya manggut-manggut dan mencoba merenung membayangkan yang selama ini saya lakukan saat menjadi anggota tim dan saat memimpin tim.
Bila tulisan ini dibaca milenial, saya harap, turunkan ego, dan coba kenali tabiat generasi senior kita dan berupaya menyesuaikan gaya kerjanya dan baik-baik dalam berkomunikasi dengan mereka.
ADVERTISEMENT
Bila tulisan ini dibaca oleh generasi senior-senior saya yang mempunyai tim yang berisikan anak-anak muda, harus betul-betul dikaji lagi, program-program apa yang digulirkan? Apakah menjawab kebutuhan dan sesuai dengan kondisi era saat ini? Terlebih untuk milenial yang akan menjadi estafet dari perjuangan setiap badan usaha apapun.
Semoga kita menjadi pribadi yang lebih baik daripada hari kemarin.***