Mycotech : Raih Mimpi Mendunia Lewat Jamur Tempe

Konten Media Partner
23 Februari 2019 21:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto: Facebook Mycotech
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Facebook Mycotech
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
“Hobi yang paling enak adalah hobi yang dibayar.”
ADVERTISEMENT
Tampaknya semua orang mau seperti itu, melakukan suatu hal yang membuat senang dan dibayar.
Tapi, yang kaya gitu nggak akan terjadi dalam semalam, selayaknya pepatah, “Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang kemudian.” Harus ada perjuangan yang mengawali setiap kesuksesan yang diinginkan.

Dan percaya nggak sih, ada sekawanan anak muda yang terinspirasi dengan tempe untuk wujudkan mimpi?

Jadi, jamur dalam tempe bisa bikin material buat bangunan dan dekorasi.
Seperti yang dialami oleh Mycotech, startup yang bergerak di bidang bioteknologi. Mycotech yang sukses menjadi salah satu perwakilan dari Indonesia di SXSW Trade show, 2018 lalu di Austin, Texas, USA, bukanlah buah dari perjuangan semalam seperti legenda Bandung Bondowoso.
Dan kini, startup asal Bandung tersebut pun sudah memberdayakan 370 petani jamur dalam proses produksi produk mereka. Sehingga menjadikan Mycotech salah satu social entrepreneurship di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Foto: Facebook Mycotech
Jumat (22/2), Temali berhasil mewawancarai salah satu sosok di balik kesuksesan Mycotech menembus kancah internasioal, Ia adalah Ronaldiaz Hartantyo, Chief Marketing Officer (CMO) Mycotech.
Obrolan bersama Ronaldiaz seputar perjalanan ia dan timnya dalam mewujudkan mimpi mendirikan Mycotech.
“Idenya dimulai di tahun 2014. Kita terinspirasi dari tempe konsepnya, cuma instead of soybeans we use agricultural waste from that,” ujar lulusan Arsitektur Institut Teknologi Bandung (ITB) tersebut.
Di tahun 2015, Ronald dan kawan-kawan bekerjasama dengan BPPT untuk melanjutkan riset dengan alat lab yang lebih memadai. Sebelumnya, alat yang digunakan adalah panci punya ibunya.
“Hasilnya di akhir tahun 2015 kita berhasil bikin prototype pertama Mycotech,” ucap Ronald.
Di tahun 2016, Mycotech memutuskan untuk mulai mencari funding/investment. Mycotech ditolak hampir 50 investor di beberapa investment stage!
ADVERTISEMENT

“Untuk investor dalam negeri mereka nggak tertarik bidang bioteknologi gini. Untuk investor luar negeri mereka takut investasi karena protection law di Indonesia masih lemah banget buat invensi gini.”

Mycotech hampir bangkrut di 2016 karena kehabisan modal. Emang udah namanya rezeki anak sholeh, akhir 2016 tiba-tiba kita ketemu sama ETH Zurich dan kontrak riset kerjasama untuk several projek di Asia.
Di 2017, Mycotech akhirnya dapet cashflow buat produksi untuk beberapa projek itu. Di Seoul, Batam, Bali, Paris dan Berlin. Setelah itu kita lanjut project based sampai 2018.
“Akhir 2018 kita save enough dan dapet investment untuk akhirnya scale up production facility,” jawab Ronald mengenai awal mula mendirikan Mycotech.
(Foto: Facebook Mycotech)
ADVERTISEMENT

Ronald bersama teman-temannya mempunyai mimpi untuk memberikan alternatif yang lebih sustainable dan ramah lingkungan dalam menciptakan produk.

Sehingga merubah mindset dari ekstraksi dan mining jadi growing dan harvesting material. Hal tersebut tergambar dalam produk-produk Mycotech yaitu: Mylea, Biobo dan Mycotree. Startup yang dibangun oleh 5 orang ini pun mempunyai visi menjadi leading company di bidang mycot
[Penulis : Izzudin | Editor : Tristia]