Ospek Fisik? Bagus, Kok! Asal Tidak Bullying

Konten Media Partner
10 Agustus 2019 14:22 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ospek Fisik? Bagus, Kok! Asal Tidak Bullying
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Buat kamu calon mahasiswa baru, apa yang kamu rasakan saat ini?
ADVERTISEMENT
Barangkali, kamu merasa istimewa. Dan kamu berhak atas perasaan itu. Karena menurut sebuah penelitian hanya 23 persen siswa lulusan SMA (Sekolah Menengah Atas) dan sederajat yang melanjutkan ke bangku kuliah di Indonesia. Tentunya ada beban besar yang ditanggung kaum minoritas ini, dan kemajuan bangsa Indonesia sebagian ada di pundak mereka.
Namun, diawal masa kuliah yang akan paling diingat dan tidak terlupakan adalah masa-masa ospek atau orientasi mahasiswa baru.
Dahulu ospek identik dengan praktik senioritas, tapi saat ini stigma tersebut sudah berubah. Surat edaran Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) nomor 253/B/SE/VIII/2016 melarang adanya kekerasan fisik, verbal dan mental pada mahasiswa baru.
Temali berbincang dengan Diah Mahmudah, psikolog yang juga pegiat pendidikan, tentang bagaimana merubah budaya lama ospek yang identik dengan senioritas dan kekerasan fisik. Lantas bagaimana menjadi ospek menjadi lebih humanis tapi tetap mampu membentuk mental baja mahasiswa baru?
ADVERTISEMENT
“Menurut saya, ospek fisik yang memelihara stamina fisik itu bagus, terlebih kalau dilakukan di alam bebas. Seperti lari, panjat tebing, hiking, dan lain-lain," papar pendiri Biro Psikologi Dandiah tersebut. "Sehat fisik iya, bonding (ikatan emosional), teamwork, serta daya juang pun terasah.”
Aktivitas fisik seperti di atas akan bermanfaat buat para siswa atau mahasiswa baru, mental tertempa kuat. Ia pun siap menjalani ragam kehidupan kampus dengan berbekal guyub dan bersama dengan teman-teman seperjuangannya. "Menurut saya ini bagus dan juga menumbuhkan empati dan kebersamaan antara mereka,” ujar Diah melanjutkan sarannya.
Poin terpenting dalam membuat aktivitas ospek atau orientasi mahasiswa baru, menurut Diah, adalah harus mengacu pada kurikulum yang jelas goalnya. Tidak melakukan aktivitas secara serampangan terlebih ada unsur shaming atau bullying (fisik, verbal atau seksual).
ADVERTISEMENT
[Penulis: Izzudin | Editor: Tristi]