Seni Jadi Pendengar

Konten Media Partner
5 November 2019 10:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seni Jadi Pendengar
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Ada kisah berkesan sebuah event bazaar beberapa tahun yang lalu, yang saya masih ingat betul. Kala itu saya tengah mdengar percakapan seorang Ibu dan (kemungkinan) anaknya di toilet.
ADVERTISEMENT
Sepertinya, si kecil sedang (maaf) buang air. Anaknya kerap kali berceloteh. Ibu itu antusias menanggapi celotehan si kecil, walau di ruangan sangat sempit. Bayangkan, di ruangan yang tidak sekondusif itu masih sempat-sempatnya berbagi antusiasme!
"Try to be interested. Not to be interesting." Teringat saya pada pepatah itu. Menyimak orang lain ialah seni komunikasi. Lebih jauh lagi, ia adalah seni merengkuh hati.
Kenangan antara si Ibu dan si kecil bukan hanya mengajarkan saya soal berkomunikasi pada anak saja, melainkan berkomunikasi pada manusia secara umum.
Bagaimana caranya menciptakan percakapan yang intens? Saya menerapkan prinsip-prinsip berikut.

Pertama, sederhana, jangan sembari bermain ponsel ketika berbicara

Jika memang ingin buka sesuatu, minta izin pada lawan bicara: "Maaf, izin buka HP dulu ya bentar." Kebiasaan yang kadang saya pun lupa. Tapi harus terus diupayakan.
ADVERTISEMENT

Kedua, anggap lawan bicaramu sebagai sumber pengetahuan.

Tidak hanya pengetahuan seperti mengapa bumi itu bulat dan tidak datar, atau bagaimana konstelasi perpolitikan Malaysia hingga menaikkan kembali M. Mohammad sebagai Perdana Menteri.
Tetapi bisa sesederhana mengenai kisah kecil hidupnya, polemik kegalauannya, bahkan gerutuannya terhadap sesuatu. Be curious, tanya pertanyaan-pertanyaan pada lawan bicara yang akan memupuk pengetahuanmu tentang ensiklopedi manusia.

Ketiga, stop berbicara terlalu banyak soal diri

Acapkali saya memiliki tendensi untuk bercerita banyak tentang pandanganku, tentang diri saya. Perlu pisau pemotong ego dengan berkata "Eh kalau di keluargamu gimana? Aku ingin dengar pendapatmu, siapa tahu ada pendapatku yang keliru atau di lengkapi.."
---
Tentu, setiap kasus berbeda. Kepada laki-laki dan perempuan saja, cara kita menunjukkan antusiasme berbeda. As far I know, antusiasme pada pria dibangun secara intelektual (kalau pada suami, eksklusif menyertakan juga sokongan emosional-psikologis). Perempuan didekati dari emosi.
ADVERTISEMENT
Perlu meramu dan sering evaluasi juga, apakah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan menekan? Atau terdengar superkepo? Nah di sinilah seninya! Masih belajar..***