Test Tipology MBTI, Masih Relevan, Kah?

Konten Media Partner
10 Januari 2020 4:27 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Ilustrasi: thesheaf.com
Mengetahui dan mengenal lebih dalam tentang diri sendiri adalah suatu hal yang menyenangkan bagi setiap manusia. Oleh karena itu, banyak bermunculan tes kepribadian sejak abad pertengahan hingga abad 21 seperti saat ini.
ADVERTISEMENT
Salah satu tes kepribadian yang paling masyhur dan sudah banyak dipakai adalah MBTI (Myers – Briggs Type Indicator). Penamaan tersebut diambil dari dua orang pencetusnya yaitu Katharine Cook Briggs dan anak perempuannya Isabel Briggs Myers.
MBTI adalah serangkaian test untuk mengetahui typology/karakter seseorang. MBTI sendiri mengelompokkannya menjadi 16 tipology manusia berdasarkan sifat dan fungsi kognitif manusia.
Salah satu contoh hasil dari test MBTI, misalnya adalah ESFP (Ekstrovert, Sensing, Feeling, Perception). ESFP adalah pribadi yang dominan Extraverted-Sensing atau berfokus pada pengalaman dan sensasi dunia fisik langsung. Dengan kesadaran penuh terhadap lingkungan saat ini, ia membawa fakta dan detail yang relevan ke garis depan dan dapat mengarah pada tindakan spontan.
Terlepas dari jumlah banyaknya orang yang sudah memakai MBTI untuk mengetahui karakter dirinya, banyak juga yang ternyata menyangsikan keakuratan MBTI. Salah satunya adalah karena sering terjadi perbedaan hasil yang didapat oleh seseorang saat melakukan test MBTI di dua waktu yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Misalnya, ketika dalam keadaan mood dan fokus yang bagus, seseorang akan mendapat kepribadian tipe ENFP, lalu ketika dalam kondisi yang lain ia kemudian mendapat tipe kepribadian ESFJ. Ada yang berpendapat bahwa hal ini mungkin saja, karena keadaan tertentu bisa mempengaruhi seseorang dalam memahami pertanyaan dan mempertimbangkan jawaban.
Dikutip dari The Guardian, Dr. Dean Burnett, dari Institute of Psychological Medicine and Clinical Neuroscience di Universitas Cardiff, menyampaikan sejumlah kritik terhadap MBTI.
Ia memberikan sejumlah kritik, yaitu; MBTI hanya berdasarkan pilihan biner, lemahnya landasan saintifik, serta kecurigaan terhadap fenomena self-fulfilling (pemenuhan diri), yaitu semakin banyak orang yang melakukan tes MBTI, semakin banyak yang merasa perlu melakukannya.
Secara luas, MBTI sendiri sebenarnya sama seperti tes kepribadian lainnya yang bertujuan mengkategorisasi manusia. Hasil dari MBTI adalah skor, Yang mana skor tersebut kemudian digunakan untuk membuat sebuah kesimpulan.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan ini lah yang biasanya dipakai oleh perusahaan atau institusi yang menerapkan MBTI dalam proses rekrutmen pegawainya, untuk memutuskan apakah si calon pegawai layak diterima atau tidak. Di sisi lain, manusia sendiri adalah fitur yang kompleks yang harus diukur secara utuh.
Kesimpulannya, MBTI layak digunakan bagi kita yang ingin mengetahui petunjuk, gambaran, dan istilah/bahasa untuk mempelajari diri sendiri dan orang lain. Untuk lebih mendalaminya, diperlukan tools tipology lainnya seperti Talents Mapping, Big Five, dan sebagainya.