Work-Life Integration, Ketika Pekerjaanmu Adalah Panggilan Jiwamu (3)

Konten Media Partner
7 November 2019 12:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto: Unsplash.com
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Unsplash.com
ADVERTISEMENT
"Your profession is not what brings home your paycheck. Your profession is what you were put on earth to do with such passion and such intensity that it becomes spiritual in calling." Vincent Van Gogh
ADVERTISEMENT
"Profesi kamu bukan soal gaji. Profesi kamu adalah apa yang kamu lakukan di dunia ini dengan semangat dan intensitas sedemikian rupa sehingga menjadi panggilan hidupmu." (Terjemahan bebas)
Memisahkan perkara pekerjaan sebagai 'hal menyebalkan untuk bertahan hidup', dan kehidupan personal sebagai 'kesenangan dan relaksasi yang terlalu singkat'-- bagi saya terlalu mainstream.
Potensi-potensi terkuat kita, serta apa yang ingin Tuhan tugaskan pada kita di dunia pun bisa jadi pudar. Ini jika kita menganggap pekerjaan semata-mata hanya mesin penghasil uang, serta kehidupan personal sebagai pelarian tanpa makna.
Sastrawan Mark Twain pernah berkata, dua hal yang terpenting dalam kehidupan adalah (1) ketika seorang manusia dilahirkan; dan (2) ketika seseorang tahu apa tujuan hidupnya.
ADVERTISEMENT
Dalam khazanah keislaman, Ustadh Nouman Ali Khan menjelaskan, bahwa tiap orang memiliki jalan hidup tersendiri menuju Rabb-nya. Hal ini tertera dalam Surat Al-Isra ayat 84 mengenai 'syakilaat' (bentukan).
Kawan saya, Nisrina Rizkia, yang merupakan praktisi Talents Mapping pernah berujar ihwal ciri sederhana untuk tahu: apakah pekerjaan kita sesuai dengan kesejatian diri?
Foto: Unsplash.com
Ciri pekerjaan yang sesuai dengan kesejatian diri adalah, jika diberi liburan sejenak-- setelahnya kita merasa cukup dan justru bersemangat untuk melanjutkan pekerjaan kita. Jika pekerjaan itu tidak sesuai, diberi liburan berapa lama pun, yang ada kita malah jadi ogah untuk balik ke pekerjaan kita.
Panggilan jiwa erat pula kaitannya dengan bakat-bakat yang terberi. Bakat-bakat yang terberi merupakan kombinasi antara DNA dan tempaan lingkungan. Dua faktor tersebut merupakan tentunya bukan sebuah kebetulan belaka. Ada pesan yang ingin Tuhan sampaikan pada hambaNya.
ADVERTISEMENT
Bakat-bakat, menurut Nisrina, bagai ego yang perlu diberi makan. Bahasa saya, bakat-bakat adalah amanah dari Tuhan yang perlu disalurkan kebermanfaatannya. Jika bakat-bakat tersebut ditempatkan pada profesi yang sesuai, maka bisa jadi merupakan titik awal untuk menjalani panggilan jiwa.
Yang bisa saya contohkan mengenai seseorang yang menjalani panggilan jiwanya, adalah suami saya sendiri. Suami saya memiliki ketertarikan dalam bidang pemberdayaan masyarakat. Ia juga sosok yang tak segan mengkonfrontasi pihak-pihak berwenang agar masyarakat mendapatkan hak-hak yang sudah disepakati.
Ia juga tak ragu berbagi pengalamannya pada saya, hingga saya pun tergerak untuk membantu pekerjaannya dalam beberapa kesempatan. Alhasil, saya pun melakukan hal sebaliknya, berbagi kehidupan saya dan menawarkan ruang agar suami saya dapat berkolaborasi.
ADVERTISEMENT
__
Bagaimana dengan kestabilan finansial? Bukan berarti, hal ini akhirnya diabaikan begitu saja. Saya pernah menulis dalam instagram pribadi, saya-- bagaimana kiat 'mendamaikan' bakat dengan kebutuhan finansial.
Dalam perjalanan hidup kita, adakalanya kita tak langsung menemukan pekerjaan yang pas dengan bakat kita. Tetapi, bagaimana pun-- bakat perlu diberikan ruang ekspresi-- untuk menjadi tabungan dalam menyibak panggilan jiwa kita yang sesungguhnya di kemudian hari kelak.
Hingga, work-life integration pun bukan campur baur antara kehidupan personal dan profesi. Tapi keduanya merupakan elemen yang saling menghidupkan.***