Work-Life Integration, Merampas Kehidupan Pribadikah? (1)

Konten Media Partner
30 Oktober 2019 17:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto: unsplash.com
zoom-in-whitePerbesar
Foto: unsplash.com
ADVERTISEMENT
"Kok masih bahas work-life balance, kenapa nggak coba bahas work-life integration, Teh?"
ADVERTISEMENT
Begitu respon kawan saya, ketika saya pernah membuat konten tentang work-life balance. Memang, setahu saya, work-life integration sedang ngetren.
Pada awalnya saya tidak terlalu tertarik. Sepintas bagi saya, contoh-contoh work-life integration seperti ketika malam hari-- kamu masih buka laptop untuk ngerjain tugas dari bosmu. Atau sembari gendong anak, tanganmu sibuk balas Whatsapp klien-klienmu.
Rachel Dresdale, entrepreneur pilihan Forbes dalam Forbes.com merujuk pada Merriam-Webster untuk mendefinisikan work-life integration.
Menurut Merriam-Webster.com, kata "mengintegrasikan" didefinisikan sebagai "untuk membentuk, mengoordinasikan, atau menyatu menjadi satu kesatuan yang berfungsi atau bersatu."
Dresdale pun menyimpulkan, work-life integration berfokus pada penggabungan bidang kehidupan seseorang yang berbeda untuk menciptakan satu gambaran besar kehidupan.
Masih dalam Forbes.com, Co-Head Global David Solomon mengatakan, "Hari ini teknologi tersedia selama 24 jam. Karena semua orang menuntut kepuasan dan konektivitas instan. Tidak ada batasan, tidak ada istirahat.
ADVERTISEMENT
Foto: unsplash.com
Ron Ashkenas, penulis dan konsultan, berbagi pengalamannya dengan panggilan konferensi ketika sedang berlibur. Timnya juga sedang berlibur. Tetapi tidak ada yang menyarankan untuk ganti jadwal.
Hal ini menandakan, gagasan bahwa kehidupan kerja dan kehidupan pribadi seseorang tidak akan berbaur nampak tidak realistis saat ini.
Tapi, benarkah jika integrasi kehidupan kerja dan kehidupan pribadi harus bercampur-baur seperti itu? Apa bedanya dengan workaholic? Apakah benar kita harus tetap menatap ponsel untuk urus kerjaan, ketika kita sedang bersama keluarga kita?
Justru, terapis keluarga Jim Seibold, Ph.D. dalam fatherly.com mengatakan-- pemakaian gadget yang berlebihan dapat menjadi trigger renggangnya hubungan rumah tangga. "Ketika bahasa cinta seseorang adalah quality time, ia akan merasa diabaikan jika pasangannya terlalu banyak menghabiskan waktu di ponselnya."
ADVERTISEMENT
Lantas, bagaimana tetap menjaga keharmonisan keluarga-- di era dimana tidak ada batasan yang jelas antara kehidupan kerja dengan kehidupan pribadi?***
Bersambung