Kritik Datang untuk Aksi 299 yang Akan Kepung DPR

26 September 2017 12:32 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Massa aksi bela Rohingya. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Massa aksi bela Rohingya. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Sejumlah organisasi kemasyarakatan yang dikoordinir Presidium Alumni 212 kembali turun ke jalan. Mereka berencana melakukan demonstrasi bertajuk aksi 299 di depan gedung DPR MPR, Senayan, Jakarta Pusat, pada Jumat (29/9).
ADVERTISEMENT
Dalam selebaran rencana aksi, Presidium Alumni 212 menuntut penghapusan Perppu nomor 2 tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan dan menolak kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Ketua SETARA Institute, Hendardi, menanggapi rencana demonstrasi untuk sekian kalinya oleh ormas tersebut. Dia menyayangkan aksi penggerakan masyarakat yang bernuansa politik ini kembali berlangsung.
Hendardi juga menganggap aksi di depan gedung DPR MPR salah alamat. "Mekanisme penolakan atas Perppu Ormas sebenarnya bisa dilakukan melalui Mahkamah Konstitusi, suatu mekanisme demokratik untuk menyoal keabsahan sebuah produk hukum," katanya dalam keteranganya yang diterima kumparan (kumparan.com), Selasa (26/9).
Sedangkan mengenai kebangkitan PKI, Hendardi mengatakan isu tersebut tidak berdasar. "Isu kebangkitan PKI, apa yang hendak ditolak oleh Presidium Alumni 212 sesungguhnya adalah illusi yang terus menerus dibenamkan bahwa seolah-olah kebangkitan PKI itu nyata," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Berikut pernyataan lengkap Hendardi:
SIARAN PERS Hendardi, Ketua SETARA Institute, 26/9/2017:
1. Rencana Aksi Bela Islam 299 pada 29 September 2017 oleh Presidium Alumni 212, yang menolak Perppu 2/2017 tentang Perubahahan UU 17/2013 tentang Ormas dan menolak kebangkitan PKI secara normatif adalah hal yang wajar sebagai bentuk kebebasan berekspresi dan berpendapat. Meskipun demikian, sangat disayangkan karena mekanisme penolakan atas Perppu Ormas sebenarnya bisa dilakukan melalui Mahkamah Konstitusi, suatu mekanisme demokratik untuk menyoal keabsahan sebuah produk hukum. Sementara untuk isu kebangkitan PKI, apa yang hendak ditolak oleh Presidium Alumni 212 sesungguhnya adalah illusi yang terus menerus dibenamkan bahwa seolah-olah kebangkitan PKI itu nyata.
2. Mobilisasi massa secara terus menerus dalam jumlah besar bukan hanya merugikan kondisi keamanan dan iklim perekonomian nasional, tetapi juga pembodohan karena mengeksploitasi umat yang a politis dengan argumen-argumen keagamaan absurd untuk tujuan politik kelompok. Apa yang dilakukan oleh Presidium Alumni 212 adalah gerakan politik bukan gerakan dakwah keagamaan, apalagi sebagai bentuk jihad. Mobilisasi massa secara terus menerus juga melahirkan teror atas ketertiban sosial dan security high cost, karena bukan hanya biaya pengamanan yang diperlukan tetapi juga dampak yang ditimbulkannya yang menyebarkan kecemasan. Oleh karena itu, masyarakat sebaiknya tidak perlu terlibat dalam gerakan politik ini.
ADVERTISEMENT
3. Demonstrasi untuk mencapai tujuan politik sebagaimana dilakukan oleh kelompok 212 dan para pengendalinya adalah cara politik konvensional yang ingin merengkuh tujuan politik dan kekuasaan tanpa kerja keras, dan tidak mencerdaskan publik. Pada akhirnya gerakan ini sesungguhnya ditujukan untuk melemahkan kepemimpinan Jokowi dan secara bersamaan membuka peluang kandidat lain mulus melenggang ke tampuk kekuasaan dengan dukungan emosional pemilih yang telah dikonsolidasikan, melalui isu-isu irrasional dan aksi-aksi yang mengatasnamakan agama.
4. Ada banyak cara membela Islam dan kemanusiaan termasuk jihad yang dibutuhkan saat ini. Membela Islam adalah membela nilai-nilai Islam itu menjiwai prilaku dan keberpihakan umat pada nilai-nilai yang tidak bertentangan dengan Islam itu sendiri. Dibanding harus terus menjadi buih di tengah kehendak segelintir tokoh untuk menguasai ruang publik Indonesia, sebaiknya energi umat diarahkan untuk membela kemanusiaan, memerangi prilaku korupsi, kebodohan, dan kemiskinan.
ADVERTISEMENT