Pendaftaran SIM Card dengan KTP dan KK Dinilai Tak Efektif

12 Oktober 2017 20:36 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulus Abadi, ketua pengurus harian YLKI. (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tulus Abadi, ketua pengurus harian YLKI. (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pemerintah telah mewajibkan pemilik kartu SIM telepon selular mendaftarkan ulang identitasnya dengan menyertakan nomor KTP dan nomor kartu keluarga. Pengguna yang tidak mendaftar hingga akhir 28 Februari 2018 akan dinonaktifkan nomornya secara bertahap.
ADVERTISEMENT
Menanggapi kebijakan pemerintah itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) berpendapat, seharusnya dalam kewajiban itu ada jaminan yang diberikan. Termasuk jaminan agar data pengguna yang didaftarkan tidak digunakan untuk kepentingan komersial.
Proses pendaftaran, dinilai YLKI, sebaiknya juga tidak disertai dengan ancaman pemblokiran. "Proses pendataan ulang harus melalui proses komunikasi dan sosialisasi yang benar-benar sampai ke konsumen. Jangan sampai penutupan akses nomor seluler konsumen hanya karena konsumen tidak tahu informasi peraturan tersebut," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi dalam keterangan tertulisnya yang diterima kumparan (kumparan.com), Kamis (12/10).
YLKI (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
YLKI (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
Terkait alasan pendaftaran untuk menekan jumlah nomor selular atau kartu SIM yang beredar masyarakat, dianggap tidak akan efektif. Sebabnya, konsumen masih diberikan akses untuk punya nomor banyak.
ADVERTISEMENT
"Setiap konsumen masih berhak memiliki tiga nomor seluler dari masing-masing operator. Artinya konsumen masih mempunyai hak mempunyai 18 nomor seluler dari total enam operator yang ada," jelasnya.
Masih adanya kemungkinan satu orang punya banyak nomor selular, juga dianggap tidak akan efektif untuk menekan kemungkinan penyalagunaan untuk tindakan kriminal.
Tulus mengatakan, jika pemerintah ingin menertibkan jumlah nomor selular yang beredar terlalu banyak, sebaiknya diatur mulai dari perusahaan penyedia layanan. Dia menilai, terlalu banyaknya nomor selular yang beredar terjadi akibat adanya perang tarif dan promosi yang cenderung menyesatkan konsumen.
"Karena itu pemerintah harus melakukan penertiban dari sisi hulu, yakni menertibkan perang tarif dan promosi yang menyesatkan konsumen tersebut. Bukan hanya melakukan upaya penertiban dan pengendalian dengan cara pendataan ulang saja," kata Tulus.
ADVERTISEMENT