Konten dari Pengguna

6 Kelembutan dalam Perjalanan Spiritual Menurut Jalaluddin Rumi

Muhammad Thaufan Arifuddin
Pengamat Media dan Politik. Penggiat Kajian Filsafat, Mistisisme Timur dan Cultural Studies. Dosen Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas
12 September 2023 6:13 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Thaufan Arifuddin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Mevlana Museum di Konya Turki sebagai pusat pendikan dan pusara Sang Guru, Jalaluddin Rumi. Foto: https://www.pexels.com/
zoom-in-whitePerbesar
Mevlana Museum di Konya Turki sebagai pusat pendikan dan pusara Sang Guru, Jalaluddin Rumi. Foto: https://www.pexels.com/
ADVERTISEMENT
Para pecinta Tuhan mengambil inspirasi dari Al Quran dalam mengidentifikasi bagian tubuh yang menjadi pusat spiritualisme. Ini disebut dalam bahasa Arab sebagai Lataif-as-Sitta (Enam hal yang lembut) yang terdiri atas Nafs (spirit manusiawi), Qalb (hati), Ruh (jiwa ilahiah), Sirr (rahasia), Khafi (tersembunyi), dan Akhfa (paling tersembunyi).
ADVERTISEMENT
Keenam bagian tubuh ini bersifat psikologis-spiritual dan suprasensorik. Manusia terkoneksi secara spiritual dengan Tuhan melalui keenam bagian tubuh yang spiritual ini. Semakin dilatih dengan ibadah maka semakin jernih jaringan koneksi ini terhadap Tuhan yang Agung.
Pecinta Tuhan akan selalu berusaha mengaktivasi keenam tubuh yang bersifat spiritual tersebut. Jika tidak dilatih maka keenam bagian tubuh yang spiritual itu akan tertidur pulas dan kehilangan koneksi dengan Sang Maha Agung.
Jika pecinta Tuhan berhasil mengaktifkan tubuh spiritualnya dengan bantuan guru spiritual maka pejalan spiritual tersebut akan perlahan masuk ke dalam gerabng manusia sempurna.
Seorang pejalan spiritual akan selalu berusaha untuk mengaktivasi dan menyucikan tubuh spiritualnya. Spirit manusiawinya akan selalu dimurnikan dari nafsu hewaniah. Proses penyucian ini dikenal dalam bahasa Arab sebagai Tazkiyat-an-Nafs (penyucian nafsu).
Masjid sebagai tempat melatih dan mensucikan diri menuju Tuhan. Foto: https://www.pexels.com/
Setelah menyelesaikan stasiun penyucian nafsu hewaniahnya, seorang pejalan spiritual mulai mengaktivasi pusat pertimbangan kemanusiaanya. Proses ini disebut dalam bahasa Arab sebagai Tazkiyat-al-Qalb (penyucian hati).
ADVERTISEMENT
Pejalan spiritual perlahan-lahan mulai merasakan cinta yang dalam terhadap Sang Maha Agung. Cinta ini dikenal dalam bahasa Arab sebagai Ishq. Seiring cinta Ishq ini maka mulailah pejalan spiritual tiba di gerbang penyatuan dengan Sang Agung. Ini dikenal sebagai Tajjali-ar-Ruh (Jiwa ilahian yang tersatukan).
Di titik inilah, pejalan spiritual mulai masuk ke dalam titik kesadaran yang tinggi menyatu dengan kekosongan, keberadaan dan Sang Rahasia. Hal ini disebut sebagai Taqliyyat-as-Sirr yang mengantarkan kepada ingatan tunggal kepada Dia (Dhikr).
Berzikir mengingat Tuhan sebagai jalan spiritual. Foto: https://www.pexels.com/
Di titik klimaks perjalanan spiritualnya, pejalan spiritual masuk ke dalam gerbang penyatuan sejati yang tak dapat direpresentasikan oleh kata dan bahasa. Pejalan spiritual merengkuh sang Rahasia dan tak ada lagi selain Dia. Pejalan spiritual adalah Khafi dan Akhfa.
ADVERTISEMENT
Sesungguhnya eksistensi Nafs itu terletak sedikit di bawah pusar. Tujuan penyucian Nafs adalah menyucikannya dari egoisme melalui ragam latihan dan tahapan psikologis-spiritual menuju penyucian dan penyerahan pada kehendak Sang Ada.
Eksistensi Qalb (hati spiritual) terletak di sebelah kiri dada. Qalb adalah pintu dan tempat bersemayamnya Ishq atau Cinta Ilahi. Qalb adalah arena pertempuran nafsu dan ruh. Untuk menyucikan Qalb maka diperlukan latihan dan disiplin spiritual.
Eksistensi Ruh terletak di sebelah kanan dada dan merupakan roh tinggi kita atau Tuhan dalam diri kita. Pejalan spiritual selayaknya mengaktivasi ruhnya yang lembut untuk mencapai kesejatian dan mulai menyatu dengan Dia.
Eksistensi Sirr terletak pada posisi plexus solar yaitu tempat bersinarnya permata ilahiah dalam diri manusia. Di stasiun ini, yang ada hanyalah mengingat Sang Dia tanpa henti (Dhikr).
ADVERTISEMENT
Eksistensi Khafi terletak di tengah dahi (antara mata atau posisi mata ketiga) dan mewakili intuisi manusia. Sedang eksistensi Akhfa atau Ikhfa berada di tengah puncak kepala. Keduanya merupakan titik penyatuan dan penyingkapan bersama Sang Ada. Tempat pengalaman spiritual yang indahnya tak terperikan oleh lidah, mata dan bahkan oleh perkiraan manusia.
Melatih diri dalam beribadah dengan disiplin dan bersungguh-sungguh. Foto: https://www.pexels.com/
Perjalanan spiritual tak mudah sampai di titik penyatuan dan penyingkapan karena manusia dikelilingi oleh keangkuhan, Riya' (suka pamer atau memperlihatkan kebaikan kepada orang lain demi mendapatkan pujian), Hasad (iri, benci, dan kebohongan), Su'uzhan (bersangka buruk kepada orang lain), amarah, tidak dermawan, serta terlalu cinta kepada kekuasaan, kedudukan, dan ketenaran.
Perjalanan spiritual juga harus diiringi dengan mencintai manusia sebagai makhluk-Nya serta membantunya dengan tulus tanpa memandang ras, agama, atau kewarganegaraan mereka. Bahkan tanpa meminta imbalan apa pun.
ADVERTISEMENT
Pejalan spiritual harus memastikan tubuh spiritualnya bersih dari penyakit-penyakit spiritual agar layak menjadi tempat Sang Ada. Tentu upaya mengaktivasi dan menyucikan tubuh spiritual harus dilatih dan dilakukan secara terus-menerus dan bersungguh-sungguh. Hal ini memerlukan introspeksi diri, pengendalian diri, dan pengembangan sifat-sifat agung seperti rendah hati, sabar, dan kasih sayang.
Alhasil, perjalanan spiritual menuju penyatuan dan penyingkapan bersifat potensial bagi setiap manusia. Tetapi, jalan ini begitu berat dan mendaki. Hanya mereka yang bersungguh-sungguh dan mendapatkan rakhmat-Nya yang sampai di titik Khafi dan Akhfa. Selamat memulai perjalanan!