Di Balik Bencana Gunung Marapi Sumbar

Muhammad Thaufan Arifuddin
Pengamat Media dan Politik. Penggiat Kajian Filsafat, Mistisisme Timur dan Cultural Studies. Dosen Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas
Konten dari Pengguna
6 Januari 2024 14:47 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Thaufan Arifuddin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gunung Marapi mengeluarkan abu vulkanik terlihat di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat, Minggu (8/12/2023). Foto: ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra
zoom-in-whitePerbesar
Gunung Marapi mengeluarkan abu vulkanik terlihat di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat, Minggu (8/12/2023). Foto: ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kamis (4/1/2023), LBH Padang bersama Roehana Project mengadakan diskusi kritis di Kafe Harmonis Padang merefleksikan dampak erupsi Gunung Marapi Sumbar yang menelan korban jiwa sebanyak 24 orang di akhir tahun 2023. Diskusi ini menghadirkan Indira Suryani, Direktur LBH Padang dan Khalid Saifullah, Direktur Walhi Sumbar 2007-2014 serta dimoderatori oleh Fachri Hamzah, Manajer Jaringan Roehana Project dan Jurnalis Tempo.
ADVERTISEMENT
Tentu, refleksi kritis atas peristiwa ini semakin genting dengan adanya upaya penghentian penyelidikan atas pihak-pihak otoritas yang seharusnya bertanggung jawab atas jatuhnya korban jiwa. Dengan kata lain, pemegang otoritas kekuasaan harus bertanggung jawab kepada publik atas setiap kesalahan dan kenaifan dalam mengelola kekuasaan.
Bahkan pemerintah harus bertanggung jawab memulihkan trauma psikologis dari total pendaki yang selamat berjumlah 51 orang. Peristiwa yang menyedihkan ini seharusnya menjadi momen evaluasi atas manajemen kebencanaan yang diharapkan lebih holistik-terintegrasi yang harus dimiliki oleh pemerintah provinsi Sumatera Barat sebagai provinsi rawan bencana. Tentu, tanggung jawab itu harus diturunkan ke level pemerintah daerah, penegak hukum bahkan masyarakat lokal agar peristiwa yang sama tidak terjadi lagi di masa mendatang.
Diskusi publik dengan topik Politik Bukan Meletus diinisiasi oleh LBH Padang dan Roehana Project menghadirkan Indira Suryani, Direktur LBH Padang dan Khalid Saifullah, Direktur Walhi Sumbar 2007-2014 serta dimoderatori oleh Fachri Hamzah, Manajer Jaringan Roehana Project dan Jurnalis Tempo. Foto: Penulis
Indira Suryani menekankan pentingnya mengevaluasi pihak yang memberikan izin mendaki Gunung Marapi. Khalid Saifullah menjelaskan adanya pasal 75 dalam UU Kebencaanaan Nomor 24 tahun 2007 yang memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang lalai sehingga korban jiwa berjatuhan.
ADVERTISEMENT
Sesungguhnya, terdapat paling tidak tiga evaluasi penting yang harus dilakukan secara mendesak terkait tragedi Gunung Marapi ini yaitu evaluasi mindset, evaluasi regulasi dan evaluasi penyelamatan korban. Pertama, evaluasi mindset artinya sangat perlu untuk melihat kebencanaan dari perspektif sains dan merasionalkan mindset irasional-konservatif yang masih menjangkiti elit pemerintah dan elit lokal. Bencana tidak boleh dilihat sebagai kutukan dan tentu saja bencana bisa diantisipasi dan diatasi dengan sains dan teknologi.
Di sinilah, pentingnya revisi manajemen kebencanaan terbaik untuk dipikirkan dan dihadirkan di tengah publik oleh pemerintah provinsi maupun daerah sesuai dengan pertimbangan ahli dari berbagai multidisiplin. Misalnya, dalam kasus Gunung Marapi membutuhkan pemandangan akademis dari ilmuwan vulkanologi, sosiologi, hukum, ekonomi, kebijakan politik dst untuk melihat secara objektif akar masalah, antisipasi dan penanganannya, anggaran dan teknologi yang dibutuhkan, literasi bencana, fasilitas mitigasi dst. Tak boleh lagi naif mengatakan bencana alam tak bisa diduga dan dikontrol.
ADVERTISEMENT
Kedua, evaluasi regulasi. Hukum dan UU di Indonesia termasuk terkait kebencanaan sudan relatif baik. Masalahanya adalah implementasi hukumnya yang kurang konsisten, tumpul ke atas, jauh dari rasa keadilan, tafsir yang pragmatis dan lambat update, dan rendahnya kualitas dan integritas penegak hukum.
Dalam kasus adanya izin mendaki gunung adalah kelalain yang sangat filosofis dan kenaifan saintifik dengan berani mengizinkan masyarakat mendaki gunung yang memiliki catatan sangat aktif. Meskipun ada alasan pembenaran bahwa ada aturan ketat radius 3 km dari puncak gunung namun masih tetap menggambarkan rendahnya pemahaman sains dan upaya yang serius memproteksi jiwa warga negara dari bahaya dan bencana.
Dalam kenyataannya, ketika terjadi bencana tak terlihat pula tanggung jawab antisipasi dan evakuasi serius dari pihak yang memberikan izin dengan instruksi radius 3 km yaitu pemerintah provinsi, pemerintah daerah dan BKSDA.
ADVERTISEMENT
Ketiga, evaluasi aksi cepat dan tanggap darurat penyelamatan korban ketika terjadi bencana. Dalam teori penanganan bencana, resources ekonomi politik harus dimobilisasi semuanya secara sinergis untuk mengantisipasi, mengatasi bencana dan bahkan menyelamatkan korban.
Dengan adanya puluhan korban yang terjebak di atas Gunung Marapi saat erupsi seharusnya tak ada alasan lagi untuk tidak mengatakan hal ini adalah genting dan darurat untuk menyelamatkan nyawa manusia sehingga seharusnya mengerahkan helipkopter untuk melakukan tindakan penyelematan. Bagaimana andaikata salah satu dari pendaki itu adalah anak presiden atau putri Kapolri?
Peserta diskusi politik bukan meletus terlihat antusias mendengarkan pemaparan pembicara. Foto: penulis.
Pertanyaan sederhananya, di mana helikopter Provinsi Sumbar, Riau atau Jambi? Di mana helikopter hebat produk luar negeri di Jakarta. Sangat ironis mendengar cerita pemuda setempat menggendong korban-korban dari atas gunung hingga ke daerah paling aman saat terjadi erupsi. Ini adalah abad 21 dan teknologi heli telah ditemukan.
ADVERTISEMENT
Alhasil, kejadian ini harus diadvokasi oleh masyarakat sipil agar tidak menjadi preseden buruk di masa depan dan cenderung meremehkan betapa berharganya nyawa manusia. Ini bukan musibah tapi kenaifan yang saintifik. RIP untuk semua korban dan keluarga diberi ketabahan. Amin