Konten dari Pengguna

Literasi Digital dan Masa Depan Demokrasi di Era Digital

Muhammad Thaufan Arifuddin
Pengamat Media dan Politik. Penggiat Kajian Filsafat, Mistisisme Timur dan Cultural Studies. Dosen Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas
6 Agustus 2023 16:41 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Thaufan Arifuddin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi perempuan membaca. Foto: leungchopan/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perempuan membaca. Foto: leungchopan/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kita saat ini telah memasuki era digital di mana internet telah merambah ke seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia. Era ini membawa potensi kemudahan, tetapi juga menghadirkan risiko bagi negara dan individu.
ADVERTISEMENT
Internet bukan sekadar alat pembelajaran, bisnis, dan ruang demokrasi, melainkan juga menjadi wadah kejahatan dari skala yang sederhana hingga yang serius. Internet memiliki potensi untuk menciptakan generasi cerdas dan memajukan demokrasi, namun juga dapat memfasilitasi tindakan kejahatan yang semakin canggih.
Pada tahun 2022, sektor digital Indonesia menghasilkan nilai ekonomi yang luar biasa, mencapai sekitar USD 77 miliar atau sekitar Rp 1.000 triliun. Bahkan, sektor media online saja memiliki nilai gross merchandise value sekitar Rp 150 triliun.
Sebuah perhatian utama telah diberikan kepada sektor digital dalam KTT G20 di Bali tahun lalu, yang sejajar dengan sektor kesehatan dan energi. Kompleksitas dunia digital mendorong negara-negara di seluruh dunia untuk mengadopsi transformasi digital sebagai prioritas pembangunan yang esensial dan menjanjikan.
ADVERTISEMENT
Sektor digital memiliki potensi besar dalam dunia pendidikan. Pandemi COVID-19 telah menjadi pemicu bagi digitalisasi pendidikan di seluruh dunia. Solusi pendidikan melalui platform digital, seperti yang dilakukan oleh Ruang Guru, telah menjadi alternatif utama.
Aplikasi Zoom juga memberikan kontribusi yang signifikan. Proses digitalisasi juga merambah aspek-aspek yang sebelumnya dilakukan secara manual dan offline, seperti pencatatan absensi, administrasi surat-menyurat, materi pembelajaran, dan bahkan perpustakaan digital.
Pentingnya sektor digital juga tercermin dalam dunia kesehatan. Perangkat medis berbasis digital semakin terintegrasi dengan perkembangan kecerdasan buatan (AI), yang juga sangat tergantung pada konektivitas internet. Mulai dari proses diagnosis hingga pengobatan, kehadiran aplikasi dan robot AI sangat berpengaruh dalam meningkatkan kualitas layanan.
Digitalisasi juga membawa dampak besar bagi sektor E-commerce dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Bisnis-bisnis kini semakin mengadopsi model digital dengan transaksi jual beli yang hanya sejentik jari klik.
ADVERTISEMENT
Nilai bisnis e-commerce saja di Indonesia mencapai angka fantastis sekitar USD 59 miliar atau sekitar Rp 800 triliun. Peran yang semakin nyata dari kecerdasan buatan (AI) yang menyatu dengan internet turut meningkatkan efisiensi dan pengalaman konsumen, seperti penggunaan robot AI di berbagai hotel dan restoran.
Namun, potensi negatif dari era digital juga tidak dapat diabaikan begitu saja. Internet saat ini telah menjadi sarana bagi penyebaran berbagai bentuk kejahatan, mulai dari yang bersifat ringan hingga berat. Mulai dari konten berbahaya yang merusak anak-anak, penyebaran berita palsu, ujaran kebencian, hingga kejahatan tingkat tinggi seperti peretasan akun bank dan bahkan kasus pembunuhan.
Kriminalitas ini semakin mengkhawatirkan, baik karena memanfaatkan media digital atau karena terdampak oleh aplikasi teknologi internet seperti yang terjadi pada seorang mahasiswa dari universitas negeri di Jakarta rela membunuh juniornya karena terlilit utang pinjaman online. Pada titik inilah, literasi digital menjadi penting dan diperlukan dalam berbagai aspek kehidupan.
ADVERTISEMENT

Literasi Digital UNESCO

Ilustrasi dampak buruk medsos bagi anak. Foto: myboys.me/Shutterstock
Generasi anak Indonesia saat ini, terdiri dari mereka dari generasi milenial, generasi z, dan alpha, tumbuh dalam lingkungan digital. Meskipun demikian, banyak konten dewasa dan tidak pantas yang dapat diakses secara otomatis oleh mereka melalui algoritma digital, tanpa pengawasan. Hal ini berpotensi membahayakan mereka dan sulit untuk rasionalisasikan.
Kasus empiris yang ada menunjukkan bahwa pengaruh negatif dari internet telah merusak bahasa dan perilaku anak-anak kita, hal yang seharusnya hanya layak diucapkan dan dilakukan oleh orang dewasa. Oleh karena itu, peningkatan literasi digital di Indonesia menjadi sangat penting, baik untuk anak-anak maupun orang tua.
Literasi digital telah menjadi gerakan global di berbagai sektor dengan tujuan yang beragam. UNESCO mendefinisikan literasi digital sebagai kemampuan untuk mengakses, mengelola, memahami, mengintegrasikan, berkomunikasi, mengevaluasi, dan menciptakan informasi secara aman melalui teknologi digital, untuk pekerjaan, pekerjaan layak, dan kewirausahaan).
ADVERTISEMENT
UNESCO menekankan bahwa kemajuan teknologi dan informasi digital harus diimbangi dengan kemampuan individu untuk mengelola informasi dan data digital, meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan berkolaborasi, memproduksi konten digital yang inspiratif, memahami tingkat keamanan digital, dan menggunakan teknologi komunikasi dan informasi digital untuk memecahkan masalah.

Literasi Digital di Finlandia

Pandangan Finlandia mengenai literasi digital juga menjadi inspirasi. Negara ini memiliki indeks literasi tertinggi di dunia, dan telah berhasil mengintegrasikan pelajaran literasi digital dalam sistem pendidikan mereka. Program literasi digital di Finlandia tidak hanya tertanam dalam semua area kompetensi, tetapi juga sangat eksplisit dalam area multiliterasi dan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi).
Konsep multiliterasi mencakup interpretasi, penyusunan, dan evaluasi berbagai jenis teks, mulai dari teks tertulis, lisan, hingga multimodal dalam konteks lingkungan teks yang beragam untuk membantu siswa menginterpretasikan dunia sekitar dan memahami keragaman budaya yang ada.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, keterampilan TIK bertujuan untuk mendorong peserta didik untuk bersama-sama menciptakan dan berbagi pengetahuan baru serta berinteraksi dalam berbagai komunitas, termasuk lintas komunitas (Kiili dan Eskela-Haapanen, 2015).

Literasi Digital di Indonesia

Ilustrasi generasi muda muslim membaca buku digital lewat aplikasi KESAN. Foto: Dok. Istimewa
Namun, bagaimana kondisi literasi digital di Indonesia? Sayangnya, tingkat literasi digital di Indonesia masih jauh dari memuaskan, hanya mencapai angka 62 persen. Jumlah ini jauh di bawah rata-rata negara-negara ASEAN lainnya, yang mencapai angka rata-rata 70 persen. Indonesia juga berada jauh di belakang Korea dengan tingkat literasi digital yang mencapai 97 persen (Anam, 2023).
Secara lebih rinci, masyarakat Indonesia dalam hal literasi digital memiliki posisi rata-rata sekitar 3,54 dari skala indeks 1-5. Posisi ini mencakup berbagai aspek literasi digital seperti keterampilan digital, keselamatan digital, budaya digital, dan etika digital (Ameliah dkk, 2022).
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), telah giat mengadvokasi literasi digital di seluruh negeri, terutama menjelang pemilihan umum (pemilu) 2024. Upaya ini difokuskan pada peningkatan kompetensi dasar dalam mengelola media digital, meliputi keterampilan penggunaan media digital, etika dalam penggunaan media digital, budaya digital yang kritis dan partisipatif, serta kemampuan menjaga keamanan digital (Nurcahyani, 2022).

Masa Depan Demokrasi di Era Digital

Ilustrasi wisatawan sedang membaca blog travel. Foto: Shutter Stock
Ikhtiar demokratisasi di era digital ini tentu tidak mudah karena dihadapkan pada risiko besar dari manipulasi informasi yang dapat menyebar dengan cepat dan masif pada zaman ini (Sastramidjaja dan Wijayanto, 2022).
Untuk memajukan demokrasi di era digital, paling tidak teknologi, informasi, dan komunikasi digital harus menjadi alat literasi digital yang memfasilitasi tiga hal pokok yaitu pendalaman budaya politik, penguatan pendidikan politik, dan perluasan politik yang deliberatif-komunikatif.
ADVERTISEMENT
Pertama, budaya politik saat ini dipengaruhi oleh budaya massa termasuk budaya digital yang mementingkan pasar dan elite. Oleh karena itu, diperlukan pendalaman literasi budaya politik yang lebih kritis di era digital untuk memajukan demokrasi di Indonesia.
Kajian budaya politik diperkenalkan oleh Almond dan Verba (1963) mengacu pada pengelompokan lima negara, yakni Italia, Meksiko, Jerman, Amerika, dan Inggris. Budaya politik di Amerika dan Inggris cenderung lebih partisipatif, sehingga mendukung perkembangan demokrasi negara tersebut, dibandingkan dengan Italia, Meksiko, dan Jerman.
Namun, pandangan ini dikritik oleh John Street (1994) yang menganggap bahwa pendekatan behaviorisme budaya politik Almond dan Verba sudah ketinggalan zaman dan tak cukup untuk memahami budaya digital hari ini.
ADVERTISEMENT
Kedua, demokrasi memerlukan penguatan pendidikan politik. Kartono (2009) mendefinisikan pendidikan politik sebagai usaha sistematis dan sadar untuk membentuk individu agar dapat menjadi partisipan yang bertanggung jawab secara etis dan moral dalam mencapai tujuan-tujuan politik.
Tentu, upaya pendidikan politik harus dibedakan dari indoktrinasi politik yang digunakan pada masa Orde Baru. Pendekatan pendidikan politik ini seharusnya mendorong etos kritis masyarakat untuk memantau dinamika politik, mengungkap kepentingan sempit elite, dan fokus kepada agenda keadilan sosial (Freire, 1968; Fakih, 2001).
Media digital dapat menjadi sarana pendidikan politik masyarakat untuk mengkritik praktik demokrasi yang dijalankan oleh elite dan menyajikan pandangan alternatif yang lebih progresif di era digital.
Ketiga, media digital dapat mendorong perluasan politik yang bersifat deliberatif dan komunikatif yang menciptakan ruang publik yang bebas dan setara. Melalui ruang digital hari ini, masyarakat dapat berbicara tentang perbedaan pandangan politik, budaya, agama, gaya hidup, dan berbagai hal tentang kehidupan (Setyabudi, 2020). Media digital dapat menjadi kanal-kanal baru bagi masyarakat sipil untuk memajukan demokrasi di era digital
ADVERTISEMENT