Serdadu Kecil dan Lautan Impiannya (1)

Theodolita Salsabila
Mahasiswi Aktif di Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat
Konten dari Pengguna
15 Agustus 2021 11:58 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Theodolita Salsabila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
foto: pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
foto: pixabay.com
ADVERTISEMENT
Pada siang ini ia berjalan menuju dermaga di bawah kaki perbukitan Karang Panjang. Di setiap tapak kakinya siang itu, ia menyeka-nyeka tetes keringat yang perlahan jatuh satu per satu. Namanya Baruna, seorang anak lelaki berumur 14 tahun yang tinggal di Desa Karang Panjang. Seorang anak kecil yang penuh dengan semangat, gigih, dan pantang menyerah untuk menggapai segala impiannya, sama seperti arti namanya 'Baruna' yang dalam bahasa sansekerta memiliki arti penguasa lautan. Menguasai lautan, keinginan, cita-cita, dan tentu, ia siap untuk mengarungi samudera impiannya.
ADVERTISEMENT
Sama seperti pada musim-musim sebelumnya, Baruna selalu membantu bapaknya, Pak Djani, untuk pergi mencari ikan dan menjual hasil tangkapan tersebut ke pasar di dekat dermaga. Menjelang senja, dan ketika matahari mulai masuk ke dalam sangkarnya, Baruna dan Pak Djani mulai bersiap untuk pergi berlayar. Senja mulai senyap, berganti pekatnya langit malam. Dan dengan bantuan angin darat, perahu yang akan ditumpangi Baruna dan Pak Djani pun perlahan mulai menjauh dari daratan.
Semilir angin riuh memeluk tubuh Baruna dan Pak Djani, mereka menggigil. Hanya saja saat itu terbantu dengan satu termos kecil berisikan kopi bekal perjalanan dari ibu. "Slruupp" terdengar Pak Djani mulai menyeruput kopi panasnya. Sedang Baruna, masih sibuk menikmati pemandangan kerlap-kerlip lampu nelayan yang juga berlayar di kejauhan. Kurang 2 mil dari garis pantai, sorot mata Baruna terhenti pada satu titik. Bukan lampu nelayan apalagi lampu kapal, melainkan lampu-lampu kota yang terdapat di seberang pulau.
ADVERTISEMENT
Setiap kali Baruna pergi berlayar, ia terduduk bisu dengan bola mata yang dipenuhi dengan harap saat melihat lampu-lampu kota di seberang pulau sana. Lampu-lampu itulah yang menjadikan alasan Baruna ingin selalu pergi bersama Pak Djani untuk berlayar. Sementara itu, ibunya Baruna sangat cemas jikalau anak kesayangannya itu ikut pergi berlayar ke tengah lautan.
//
"Pak, Baruna ingin sekali pergi ke sana," kata Baruna sambil menatap ke seberang pulau.
Pak Djani sedang sibuk menyiapkan jaring ikan, kemudian berhenti sejenak sembari menatap Baruna. "Aamiin le, satu hari nanti kamu bisa kok, nyebrang ke pulau sana". "Aku ndak yakin ee pak, ngeliat lampu-lampunya dari sini aja, wes seneng," ungkap Baruna sambil tersenyum kecil. "Hoalah le le.. bapak bilangin ya, urip itu koyo kopi, yen ndak iso nikmati rasane, yoo pahit." Mendengar hal tersebut, Baruna hanya tertawa kecil sambil menatap mata Pak Djani dan mencoba mencerna kalimat yang baru saja dilontarkan itu. "Uwes le, ayo bantu bapak sini." Baruna dan Pak Djani pun mulai melepaskan jaring.
ADVERTISEMENT
//
Sejak lulus dari bangku SD beberapa tahun lalu, kini Baruna tidak dapat melanjutkan pendidikan karena terhalang oleh biaya. Hasil tangkapan ikan dari Pak Djani sejak beberapa tahun lalu kian berkurang, terkadang dalam sehari ia berlayar, ikan yang didapat bisa dihitung dengan jari. Ini terjadi akibat adanya reklamasi yang dilakukan di timur pantai Desa Karang Panjang. Isu-isunya ingin dibangun untuk kepentingan properti.
Hasil nelayan kini kian berkurang, akibat adanya aktivitas reklamasi tersebut. Hal ini bisa terjadi karena aktivitas reklamasi tersebut dapat mengubah arus laut, sehingga menjauhnya ikan yang tadinya berdiam dan mencari makan di sekitaran kawasan reklamasi. Mau tak mau, para nelayan tradisional di Desa Karang Panjang harus memperjauh jarak untuk berlayar, dan tentu hal itu semakin berisiko pula, mengingat kecilnya ukuran perahu yang digunakan oleh para nelayan.
ADVERTISEMENT
Dampak ini dirasakan sebagian besar para nelayan tradisional di Desa Karang Panjang. Dan juga Baruna.
Harapannya untuk melanjutkan sekolah di kota, kini kian pupus. Saat ini, yang hanya bisa Baruna lakukan ialah bekerja keras membantu bapaknya agar esok hari bisa menyambung hidup, walaupun dengan sesuap nasi.
Nasibnya memang tak seberuntung teman-temannya yang lain. Namun, semangat dan kesabaran yang ada di dalam diri seorang Baruna tak akan bisa disaingi.
(Berlanjut...)