news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Bertemu Bos First Travel di London

Tika Widyaningtyas
Periset senior di Neurosensum. Co-lead She Loves Data Indonesia Chapter.
Konten dari Pengguna
28 Agustus 2017 23:04 WIB
comment
26
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tika Widyaningtyas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Nama dan wajah Mbak Anniesa Hasibuan memenuhi berbagai media massa akhir-akhir ini. Kalau mengingat kembali pertemuan kami 2 tahun lalu yang cukup singkat, prihatin rasanya mengetahui Mbak Anniesa harus meringkuk di penjara.
ADVERTISEMENT
Saya pertama kali mendengar nama Anniesa di awal tahun 2014. Saat itu pasutri Mbak Anniesa dan Mas Andika hadir dalam manasik umroh yang saya ikuti. Pada kesempatan tersebut, mereka menyampaikan ingin membantu lebih banyak masyarakat untuk menginjakkan kaki di tanah suci. Sungguh tujuan yang sangat mulia, bukan?
Februari 2014, saya dan keluarga menunaikan ibadah umroh dengan paket promo First Travel. Karena pelayanan yang terbilang layak dengan harga sangat murah, ibu saya tergiur menjadi agen umroh. Sejak saat itu kami mengikuti perkembangan bisnis pasutri tersebut termasuk bisnis pakaian mewahnya. Saya, barangkali seperti Anda pada waktu itu, begitu bangga dengan prestasi Mbak Anniesa di bidang tata busana. Ia bukan lulusan sekolah mode ternama. Ia tamatan SMA yang hobi menggambar. Namun di usia yang hanya terpaut 3 tahun dengan saya, karirnya sudah meroket di kancah internasional.
ADVERTISEMENT
Di saat yang sama bisnis biro perjalanan yang dipimpin suaminya sedang menggali kuburnya sendiri. Dengan derasnya promosi, jumlah calon jamaah First Travel terus bertambah. Di sisi lain, jadwal pemberangkatannya tidak tersistem. Jamaah yang dekat dengan staff atau pemilik travel akan berangkat lebih dulu. Ya, sistem pemberangkatan jamaah serta komunikasi antara agen dan perusahaan, menggunakan sistem like/dislike. Tak heran tidak sedikit agen yang terpaksa menaikkan harga umroh untuk gratifikasi bagi karyawan First Travel supaya keberangkatan jamaahnya didahulukan. Jangan harap jamaah berangkat kalau berani komplain atau menyampaikan kritik. Kalau agen tersebut bukan agen kesayangan First Travel, alih-alih didengarkan malah diabaikan, diblok, bahkan diancam. Inilah yang menjadi keprihatinan ibu saya sebagai agen perjalanan umroh First Travel.
ADVERTISEMENT
Dari Instagram ke NusaDua
Desember 2015 Mbak Anniesa dan keluarganya berlibur di kota yg ia sebut sebagai rumah ketiga, London. Saya yang sedang menempuh studi di Inggris saat itu langsung meminta bertemu Mbak Anniesa melalui Instagram. Tak disangka Mbak Anniesa merespon dengan mengirim pesan pribadi. Pada 26 Desember ia mengajak bertemu di hotel tempatnya tinggal, Hotel Café Royal. Hotel mewah tersebut terletak di Regent Street, wilayah elit di pusat Kota London. Sebagai perbandingan, harga promo menginap dua malam di kamar termurah di hotel tersebut setara sewa flat layak huni mahasiswa Indonesia di Central London selama sebulan.
Inggris saat itu masih dalam suasana libur Natal. Transportasi umum sangat jarang bahkan lumpuh. Kami batal bertemu di hotel. Mbak Anniesa meminta saya menjadwalkan ulang pertemuan tersebut dengan seorang narahubung yang nama dan nomornya tertera di bio Instagram.
ADVERTISEMENT
Dua hari kemudian saya menemui Mbak Anniesa. Kami bertemu di jam makan malam di Restoran NusaDua, London. Pukul enam malam waktu setempat, saya tiba di restoran tersebut dan mengabari sang narahubung. Tidak lama kemudian sang narahubung menyambut saya di pintu masuk restoran dengan sangat ramah. Dialah Bu Usya Soehardjono, pemilik Restoran NusaDua yang sangat rendah hati.
Di NusaDua sudah ada Mbak Anniesa dan suaminya tengah bercengkerama dengan Pak Daus, suami Bu Usya. Mereka tidak tampak lelah meski seharian menjelajah pusat perbelanjaan barang bermerek Bicester Village. Mereka tidak berdua saja seperti yang kerap ditampilkan di media sosial. Ada pula kakak perempuan Anniesa dan anaknya, seorang fotografer profesional yang akrab dipanggil dengan sebutan “Oma”, serta anak perempuan Mbak Anniesa. Sangat mudah jatuh cinta pada anak perempuannya. Ia cantik, ramah, dan lincah.
ADVERTISEMENT
Anniesa dan Media Sosialnya
“Sebelumnya pernah lihat anakku, Mbak?” tanya Mbak Anniesa. Saya diam, mengingat kembali deretan foto-foto Mbak Anniesa di media sosial.
“Pasti enggak, karena kita nggak pernah upload foto anak ke sosial media. Aku khawatir kalau ada orang yang nggak suka sama kita, misal kompetitor, mantan karyawan yang keluarnya nggak baik-baik, nanti malah yang diapa-apain anakku,” lanjutnya.
Kata-kata tersebut sangat berbekas bagi saya. Saya bukan manusia yang bisa membahagiakan semua orang. Pasti ada yang jengah atau tidak suka. Sejak saat itulah foto-foto keluarga dekat di media sosial saya edit privasinya atau dihapus.
Bagian privasi, saya masih bisa meniru Mbak Anniesa. Tetapi untuk menggunakan fotografer profesional di setiap foto di media sosial, saya belum mampu. Bisa selfie tanpa jerawat saja sudah bagus. Eh, kecuali foto-foto yang ada di artikel ini. Mas "Oma" lah yang mengambil gambarnya menggunakan handphone Mbak Anniesa.
Curcol First Travel
ADVERTISEMENT
Selama makan malam, saya lebih banyak berbincang dengan Mbak Anniesa dibanding Mas Andika. Mas Andika tentu lebih tertarik ngobrol dengan Pak Daus dibanding mahasiswi yang masih mengemis beasiswa seperti saya. Curhat ‘titipan’ ibu saya tentang carut-marut manajemen First Travel pun saya sampaikan kepada Mbak Anniesa.
Ia hanya menjawab, “Aku sudah nggak pegang FT, cuma fokus sama butik aja Mbak. FT dipegang suamiku sepenuhnya.”
But still, saya ceritakan kecurigaan para agen First Travel saat itu termasuk menggunakan uang jamaah untuk membuka butik baju muslim mewah di negara non-muslim seperti Inggris, dan investasi tambang batu-bara. Mbak Anniesa menampik kecurigaan tersebut. Itu semua isu yang dibuat oleh kompetitor yang merasa tersaingi dengan permainan harga First Travel, katanya. Ia pun balik curhat tentang perusahaan travel lain yang tidak suka dengan promo umroh First Travel lantaran merusak harga pasaran.
ADVERTISEMENT
Anniesa dan London
Dalam makan malam tersebut, kami juga berbagi cerita tentang London. London adalah rumah ketiga bagi Anniesa, setelah Indonesia dan Jeddah. Di kota inilah karirnya di kancah internasional bermula. Pertengahan 2015 ia menggelar fashion show di negara tersebut dan mendapat pujian dari Walikota London. Sejak saat itu ia mulai rajin menggelar fashion show di kota Big Ben dengan bantuan Bu Usya.
Salah satu kerjasama mereka yang terbilang besar adalah Hello Indonesia. Acara ini digelar atas nama restoran milik Bu Usya dan Pak Daus, NusaDua. Dalam acara tersebut, lagi-lagi Anniesa mengadakan pagelaran busana couture mewah dan menerima banyak pujian.
Restoran NusaDua
Sebelum bertemu Anniesa, saya sudah berkali-kali mengunjungi Restoran NusaDua. Yang berbeda saat saya bertemu Mbak Anniesa, beberapa brosur iklan perjalanan First Travel terpampang di papan di lorong menuju kamar kecil restoran, bersamaan dengan brosur-brosur lainnya. Brosur tersebut tidak mempromosikan umroh tetapi perjalanan ke Indonesia. Dari situlah saya baru ngeh dengan rencana First Travel melebarkan sayapnya ke mancanegara.
ADVERTISEMENT
Seperti yang banyak diberitakan, NusaDua adalah restoran Indonesia di daerah China Town London. Rasanya semua orang Indonesia yang tinggal di London dan sekitarnya pernah berkunjung, atau setidaknya tahu restoran ini. Letaknya strategis di Zona 1, pusatnya London. Dibanding restoran di sekitarnya, Restoran NusaDua tidak bisa dibilang mewah. Untuk ukuran London dan kantong bule Inggris, harganya sangat terjangkau. Namun dibanding 'warung’ Indonesia lainnya, apalagi dengan kantong mahasiswa berbeasiswa dari Indonesia, NusaDua juga tidak bisa dikatakan sederhana.
Pasangan suami-istri Bu Usya dan Pak Daus pun cukup akrab di telinga orang Indonesia di Inggris. Melalui NusaDua, mereka kerap mempromosikan Indonesia termasuk melalui acara tahunan “Hello Indonesia” di salah satu landmark Kota London, Trafalgar Square. Selain restoran, mereka pun menyewakan guest house bernama Wisma Indonesia di Zona 3 London. Tarif guest house ini sangat murah dibanding sewa kamar di London pada umumnya. Hampir separuh harga. Tapi kenapa Mbak Anniesa lebih memilih menginap di hotel ya? Ah, entahlah.
ADVERTISEMENT
Dua Tahun Kemudian
Sepulang dari London, saya ceritakan semua ke Ibu. Ibu pun berhenti jadi agen umrah First Travel, namun enggan menceritakan kekacauan manajemen biro perjalanan tersebut ke orang lain. Dia tidak ingin dinilai hendak menjegal bisnis First Travel. Eh lha kok ndilalah suami saya malah daftar jadi agen First Travel. Dia menjembatani sembilan jamaah. Semuanya belum berangkat. Itulah sebabnya dia rajin curhat di TV akhir-akhir ini.
Setelah Mbak Anniesa dan keluarganya ditangkap polisi, saya pun jadi mikir. Nasi Padang yang saya makan di Restoran NusaDua itu dibayarin Mbak Anniesa pakai uang jamaah atau tidak ya? Mudah-mudahan tidak. Karena kalau iya, bagaimana saya mengembalikan Nasi Padangnya ke Mbak Anniesa?