Ekonomi Keperilakuan Bawa Richard Thaler Raih Nobel Ekonomi

10 Oktober 2017 14:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penerima Nobel Ekonomi 2017, Richard Thaler (Foto: REUTERS/Kamil Krzaczynski)
zoom-in-whitePerbesar
Penerima Nobel Ekonomi 2017, Richard Thaler (Foto: REUTERS/Kamil Krzaczynski)
ADVERTISEMENT
Akademisi ekonomi Amerika Serikat, Richard Thaler, menjadi penerima penghargaan Nobel Ekonomi 2017, Senin (9/10). Ia diganjar penghargaan tersebut atas kontribusinya dalam bidang ekonomi keperilakuan.
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya, Thaler menyoroti bagaimana sifat alamiah manusia kerap punya pengaruh yang lebih besar ketimbang faktor perilaku pasar rasional yang lebih kerap menjadi fokus poros ekonomi klasik.
Penelitiannya menunjukkan bahwa 1) kurangnya kontrol diri dan 2) rasa ketakutan akan kehilangan harta yang sudah seseorang miliki, kerap membawa seseorang mengambil keputusan yang buruk bagi kebutuhan jangka panjang mereka.
“Kontribusi Thaler telah membangun jembatan antara ekonomi dan analisis psikologi pada setiap pengambilan keputusan seseorang,” ucap Royal Swedish Academy of Sciences sebagai pemberi penghargaan, seperti dikutip dari Reuters. “Temuan empiris dan teoritisnya menjadi amat penting dalam membangun dasar kajian ekonomi keperilakuan, yang punya dampak besar pada penelitian dan kebijakan ekonomi dunia.”
ADVERTISEMENT
Thaler sendiri mengatakan bahwa ia senang mendapatkan penghargaan tersebut. Hadiah sebesar 9 juta crown Swedia (senilai Rp 14 miliar) memang merupakan jumlah uang yang banyak. Namun, menjadi penerima Nobel Ekonomi jelas tak ternilai harganya.
“Saya sudah berada dalam hal ini selama 40 tahun. Ini jelas perjalanan yang panjang, dan saya senang dengan penghargaan tersebut,” ucap Thaler dikutip dari situs resmi NobelPrize.org.
“Saya pikir dampak paling penting dari penelitian saya adalah pengakuan bahwa agen ekonomi paling penting adalah manusia dan bagaimana model ekonomi harus didasarkan pada hal tersebut,” ucapnya. Ide tersebut menjadi populer lewat sebuah buku yang dibuatnya bersama Cass Sunstein dengan judul Nudge: Improving Decisions about Health, Wealth, and Happiness (2008).
ADVERTISEMENT
Hasil penelitian Thaler ini, salah satunya, punya dampak besar dalam pengaturan sistem pensiun di dunia. Bersama Sunstein, ia menilai bahwa masyarakat dan negara --sembari mempertahankan kebebasan memilih individu-- harus secara aktif mendorong (nudge) individu untuk mengambil keputusan yang tepat.
Salah satu contoh aplikasi konsep yang ditawarkan Thaler adalah donor organ, di mana ia mendorong pengubahan konsep izin penggunaan organ mereka yang sudah mati. Alih-alih menyetujui terlebih dahulu untuk seseorang menyumbangkan organ saat seseorang sudah mati, membuatnya wajib sejak awal --bahwa organ boleh disumbangkan saat seseorang mati, dan seseorang harus menyatakan bahwa mereka tidak setuju untuk menyumbangkan agar organ tersebut tak disumbangkan ketika mereka mati-- akan menyediakan pasokan donor yang lebih banyak dan lebih berguna untuk kemaslahatan umat.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ada pula pengingat pembayaran pajak yang, di beberapa negara, ditulis ulang menggunakan bahasa yang sedemikian rupa dan dikirim pada saat waktu-waktu tertentu, sehingga orang-orang yang diingatkan akan lebih terdorong untuk membayar pajak.
Thaler adalah seorang profesor di University of Chicago Booth School of Business. Ironisnya, institusi tempat ia bekerja banyak dihuni mereka yang menjadi pionir kajian ekonomi klasik yang sangat data-oriented --berkebalikan dengan pandangan Thaler yang banyak dipengaruhi sisi psikologis dan perilaku.
“Tidak ada yang lebih disukai orang-orang di University of Chicago dari argumen yang baik,” ucap Thaler, dilansir www.qconline.com. Bahkan, Thaler adalah teman golf akrab salah satu rival intelektualnya, Eugene Fama, ekonom klasik Chicago yang memenangkan Nobel Ekonomi 2013 dengan mengusung pandangan klasik bahwa ekonomi pasar adalah rasional.
ADVERTISEMENT
Fakta-fakta soal Nobel Ekonomi