Game Online: dari Penyebab Merah Rapor ke e-Sport

10 April 2017 8:04 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Perkembangan eSports dunia (Foto: Bagus Permadi/kumparan)
Pernahkah Anda bertanya, mengapa catur termasuk ke dalam salah satu cabang olahraga?
ADVERTISEMENT
Catur adalah olahraga. Semua orang menerimanya. Olahraga catur membutuhkan strategi, dimainkan di seluruh dunia, dan merupakan sebuah permainan yang kompetitif. Anda harus tahu bagaimana lawan Anda bermain. Anda harus berlatih. Anda harus memahami dengan baik aturan-aturan yang ada dalam permainan catur.
Setelah hal-hal tersebut tercapai, barulah catur bisa dimainkan. Catur adalah permainan kompleks, menuntut, dan butuh konsentrasi penuh.
Nyaris serupa dengan game online.
Catur, pada dasarnya, hanya memindah-mindahkan patung kayu kecil dari kotak satu ke kotak lainnya. Tujuannya membuat lawan mati langkah, sehingga tak tersisa posisi lain selain raja lawan ketimbang menghadapi kematian.
Bagaimana dengan game online?
Tak sesederhana itu. Anda jelas dipersenjatai dengan hal berbeda. Komputer dengan spesifikasi khusus, monitor, keyboard, mouse, aliran listrik, dan sambungan internet menjadi syarat minimum game bisa dimainkan. Selainnya, sama. Lebih rumit, bahkan. Anda masih harus memahami dan mencermati segalanya: aturan, strategi, gaya bermain, kebiasaan lawan, segalanya.
ADVERTISEMENT
Bahkan, lebih buruk lagi, tak seperti sepak bola yang hanya punya beberapa komponen permainan utama seperti bola, lawan, dan gawang; dalam sebuah game Anda harus memahami ratusan karakter game, spesifikasinya, kemampuannya, apa yang bisa dan tak bisa dilakukan karakter Anda terhadap karakter lainnya, timing, prakondisi khusus untuk suatu langkah pemenangan berjalan, dan ratusan hal lainnya.
Meski perdebatan soal apakah game bisa dikatakan sebuah olahraga atau tidak masih terus berlanjut, dunia telah mulai melihat game tak hanya sebagai hiburan dan tempat pelarian, namun juga cabang resmi olahraga. Ia tak hanya menuntut performa fisik dan mental yang kuat, juga sedemikian menghibur, populer, dan juga menguntungkan.
Kompetisi game pun telah ada sejak zaman game Pong di tahun 70-an. Saat itu, puluhan remaja berkumpul di pusaran konsol Atari hanya untuk menjadi yang terbaik dalam permainan kaca dua dimensi. Kini, lebih dari 40.000 orang berkumpul dalam sasana berukuran stadion sepakbola hanya untuk menyaksikan layar raksasa.
ADVERTISEMENT
Mereka datang jauh-jauh, membayar, dan meneriaki langkah salah tim yang didukung, mencaci tim musuh yang jauh lebih kuat, menghafal profile, dan juga mencatat trademark move --sama persis dengan yang dilakukan fans-fans olahraga lain seperti sepak bola dan basket.
Perkembangan eSports di dunia (Foto: Bagus Permadi/kumparan)
Bahkan, sama dengan olahraga lainnya, e-sport juga kerap dilanda kontroversi. Cederanya atlet, pengaturan skor, korupsi, dan ciri-ciri olahraga modern lain juga bisa Anda temui dalam eSport. Untuk menghindarinya, dibentuklah WESA (World eSport Association) yang bertujuan untuk membentuk standardisasi industri game dan tata aturan yang harus disepakati.
Ya, video game --seperti halnya FIFA, Defence of The Ancient 2, Counter Strike, dan League of Legends-- tak kalah rumit dari olahraga tradisional yang kita kenal selama ini. Game-game tersebut bahkan sudah diakui sebagai olahraga resmi dunia.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia sendiri, game-game tersebut juga telah masuk menjadi daftar olahraga resmi versi Kementerian Pemuda dan Olahraga. Promosi game online sebagai sebuah olahraga diusung oleh IeSPA (Indonesia eSport Association) yang berdiri sejak tahun 2015. Eddy Lim, Ketua Umum sekaligus salah satu pendirinya, menyebut bahwa jalan yang mereka lalui tak pernah mudah.
“IeSPA itu awalnya memang bertujuan untuk sosialisasi ke pemerintah,” ucap Eddy saat dihubungi kumparan (kumparan.com), Rabu (4/4) lalu.
Kenapa ke pemerintah? “Gamers itu tanpa asosiasi juga sudah berjalan. Tapi pemerintah nggak peduli kan? Supaya bisa mereka terima, kita harus sosialisasi dulu ke mereka. Dan itu butuh waktu.”
Selain berusaha meyakinkan ke pemerintah bahwa eSport layak diperhatikan seperti olahraga tradisional lain, IeSPA juga bertujuan untuk membangun regulasi di kalangan gamers sendiri.
ADVERTISEMENT
“Kita pakai (istilah) eSport ini biar anak-anak muda kalau main benar-benar serius,” katanya. Ia melihat, formalisasi dan keseriusan dalam bermain game akan menjadi syarat mutlak agar masyarakat luas mau menerima game sebagai olahraga. IeSPA bertujuan untuk memberi batas dan membedakan mana game yang olahraga dan mana yang bukan.
Lalu apa setelah game diakui oleh pemerintah Indonesia sebagai sebuah olahraga?
“Ya didukung. Secara resmi ini olahraga. Baru itu,” aku Eddy menjabarkan dukungan pemerintah Indonesia setelah game dikategorikan sebagai eSport.
“Tapi dari situ orang-orang akan melihatnya dengan cara berbeda. Kayak orang dulu melihat karate buruk, dan sekarang melihatnya baik, eSport juga sama saja,” kata Eddy, yakin eSport punya masa depan baik di Indonesia.
Eddy Lim (kanan) (Foto: Facebook/ IeSPA)
Meski terkesan tak digarap serius di Indonesia, eSport telah memiliki tempat yang luar biasa penting di dunia internasional. Penontonnya tak pernah sepi. Berhasil menggaet penonton sebanyak 292 juta pemirsa di tahun 2016, eSport diprediksi akan ditonton oleh 427 juta permirsa di tahun 2019. Ia juga disiarkan secara langsung oleh saluran olahraga seperti ESPN.
ADVERTISEMENT
Uang yang dipertaruhkan dalam kompetisi di sepanjang tahun pun tak main-main. China, misalnya. Sebagai negara yang memiliki jumlah pemain eSport hampir 2.000 orang, China mampu mendapatkan pemasukan senilai hampir Rp 1 triliun hanya dari hadiah semata.
Untung secara global dalam industri eSport pun selalu mengalami peningkatan. Dari tahun 2014 yang ‘hanya’ mendapat 194 juta dolar AS, angka tersebut melonjak ke 463 juta dolar AS di tahun 2016. Diprediksi, pada 2019 keuntungannya akan mencapai angka 1 miliar dolar AS.
Saking fenomenalnya, sebuah perusahaan analisis data, Newzoo, lewat laporannya di tahun 2016 menyebut bahwa eSport adalah “hal terbesar yang mengguncang dunia (teknologi) sejak kemunculan iPhone di tahun 2007”.
The International 2015, Turnamen DoTA2 dunia (Foto: Wikimedia Commons)