Hari Ini: Sejarah yang Diubah Supersemar

11 Maret 2017 12:02 WIB
comment
11
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Surat Perintah Sebelas Maret (Foto: Istimewa)
Supersemar kini (mungkin, untuk beberapa orang) lebih dikenal sebagai nama beasiswa. Tapi namanya membawa konsekuensi yang jauh lebih besar daripada jatah makan bulanan.
ADVERTISEMENT
Surat Perintah Sebelas Maret, seperti halnya namanya, lahir saat petang tiba di 11 Maret 1966 yang agung.
Mengapa agung, karena hari itu menjadi awal banyak perubahan yang membolak-balikkan kehidupan manusia di seluruh dunia.
Dan di antara jutaan manusia tersebut, salah satunya terbaring lemah Sukarno, proklamator dan presiden pertama Indonesia, menjadi korban telak dari dokumen yang ia tandatangani sendiri.
Sukarno (Foto: abc.net.au)
Dalam Negeri
Pemimpin Besar Revolusi itu tak berdaya menghadapi rongrongan Soeharto yang bertindak cerdik nan sistemik. Dengan mengantongi Supersemar yang ia terjemahkan sebagai pengalihan kekuasaan --walau ditolak mentah-mentah oleh Sukarno--, Soeharto melenggang saja tanpa memedulikannya.
Meski tak tinggal diam (Sukarno beberapa kali menolak surat perintah tersebut sebagai putusan transfer of authority, di rapat pimpinan militer 14 Maret 66 dan juga Pidato Jasmerah 17 Agustus 66) upaya Sukarno tak membuahkan hasil. Pilar-pilar kekuasaannya dihancurkan Soeharto satu per satu.
ADVERTISEMENT
Tanggal 12 Maret, Soeharto meletakkan batu pertama dari pondasi kuat kuasanya. Partai Komunis Indonesia (PKI), partai terdepan pendukung Sukarno selain PNI, dibubarkan. Dengan terbunuhnya enam jenderal di peristiwa G30S, pamor PKI jelas turun drastis. Belum lagi cerita-cerita yang disebarkan oleh pihak kanan, pembubaran PKI keras didengungkan oleh banyak pihak.
Sekali dayung dua tiga pulau terlampaui, sekaligus melemahkan dukungan Sukarno, Soeharto melakukannya untuk merebut hati rakyat. Sosok baru setelah 20 tahun retorika revolusi Sukarno yang melelahkan.
Tak berhenti di situ, dalam kurun waktu satu minggu setelah Sukarno menandatangani dokumen tersebut Soeharto menahan 15 orang menteri yang dianggap terkait dengan PKI dan terlibat dalam G30S. Ini tentu saja juga langkah populis Soeharto, mengabulkan permintaan Tritura dari Angkatan 66 yang salah satunya adalah meminta perombakan kabinet pro-PKI.
ADVERTISEMENT
Soeharto sendiri mengganti 15 menteri tersebut dengan mengangkat lima menteri koordinator ad interim, yaitu Sultan Hamengkubuwono IX, Adam Malik, Roeslan Abdulgani, J. Leimena, dan KH Idham Chalid dengan beberapa menteri lain yang sifatnya sementara.
Tentu saja ini memperlancar kudeta merangkak Soeharto. Tak harus menunggu lama, hanya setahun menunggu, Sukarno yang memang tak lagi mempunyai pijakan di konsep nasakomnya akhirnya runtuh juga.
Pada 10 Januari 1967, Sukarno menulis kepada MPRS dokumen pertanggungjawabannya yang bernama Nawaksara. Di situ, ia mengatakan bahwa penculikan dan pembunuhan para jenderal di G30S tidak diketahuinya. Ia bahkan berkata bahwa bukan merupakan tanggungjawabnya atas masalah-masalah moral dan kejadian yang demikian. Tentu saja, hal ini membuatnya makin tidak populer. Dengan nahas, pidato pertanggungjawabannya tersebut ditolak.
ADVERTISEMENT
Setelah pertanggungjawaban Sukarno ditolak, sidang MPRS kemudian memutuskan untuk melucutinya dari jabatan presiden. Pada tanggal 12 Maret, satu tahun setelah Supersemar itu sendiri, Soeharto meraih panggungnya. Setelah perdebatan di MPRS, akhirnya ia ditetapkan sebagai Pejabat Presiden, sampai benar-benar menjadi presiden resmi di 6 Juni 1968.
Soeharto dan Victor Marignen (Foto: Wikimedia Commons)
Luar Negeri
Supersemar yang memberikan kuasa kepada Soeharto, secara otomatis membawa perbedaan ke kebijakan luar negerinya. Apalagi sejak Soebandrio, menlu di masa Sukarno, digantikan Adam Malik. Haluan politik Indonesia di internasional berbalik 180 derajat.
Yang pertama terjadi adalah bahwa Poros Jakarta-Peking (saat ini Beijing) menjadi tak ada lagi. Kedubes China dan aset-aset pribadi pejabatnya menjadi sasaran amuk massa anti-PKI di Indonesia.
Tahun 1966, Beijing tahu tidak ada gunanya untuk memertahankan hubungan dengan Indonesia. Maret tahun itu juga, China menutup perwakilan Xinhua News di Jakarta dan menutup pula tiga konsulatnya. Dubes jelas dipanggil kembali. Begitu pula dengan Indonesia. Dubes Indonesia untuk China telah dipulangkan pada Februari. Meski begitu, ia menolak panggilan tersebut dan diberi suaka politik oleh pemerintah China.
ADVERTISEMENT
Selain meruntuhkan poros komunis, Indonesia juga mulai akrab dengan Barat dan kroni-kroninya di Timur Jauh. Ini dilakukan untuk mendapatkan bantuan ekonomi yang memang sangat penting untuk mengembalikan keadaan Indonesia. Indonesia mulai aktif kembali di Persatuan Bangsa-Bangsa, dan pada bulan Mei 1966 juga bergabung dengan International Monetary Fund (IMF).
Negara berumur 21 tahun ini juga merekonsiliasi hubungannya dengan Malaysia. Setelah bertahun-tahun menyebutnya dengan negara boneka kolonial, Soeharto mengakhiri konfrontasi dengan cara mengunjungi Kuala Lumpur. Dalam beberapa hari, Jepang yang memimpin negara-negara non-komunis dunia merangkul Indonesia dengan cara menawarkan kredit sebesar 30 juta dolar AS.
Pada tanggal 29 Mei, Adam Malik bertemu Waperdam Malaysia, Tun Abdul Razak di Kyoto, dan di situ konfrontasi Malaysia-Indonesia resmi berakhir. Hubungan diplomatik kedua negara pun dikembalikan mulai Agustus 1967.
ADVERTISEMENT
Ini tentu saja menjadi kabar baik bagi kubu Barat. Patut dipahami bahwa Sukarno dan garis nasakomnya sangat dekat dengan Soviet dan poros komunis. Ini membuat negara-negara Amerika Serikat khawatir akan munculnya resistensi yang terlalu di Indonesia. Meski demikian, dengan adanya coup yang gagal, dan merebaknya karier Soeharto sebagai presiden berhaluan kanan, membuat Amerika Serikat aman memainkan agendanya di Asia Tenggara, yang waktu itu juga menghadapi pertempuran sengit di Vietnam.
Sukarno dan Soeharto (Foto: Asian History and Culture)