Konten dari Pengguna

Idul Fitri dan Fungsi Sosialnya

Agus Sutisna
Dosen, Founder Yayasan Podiumm Pesantren Nurul Madany Cipanas Lebak
10 April 2024 22:37 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agus Sutisna tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
www.istock.com
Selasa malam Sidang Isbat penentuan dan penetapan 1 Syawal 1445 Hijriah selesai digelar dan Menteri Agama mengumumkan Idul Fitri jatuh pada hari Rabu, 10 April 2024.
ADVERTISEMENT
Dengan penetapan ini momentum kebahagiaan akan segera tiba bagi umat Islam. Bahagia karena dua hal sebagaimana hadits Nabi SAW: “Orang yang berpuasa akan meraih dua kebahagiaan, yakni kegembiaran ketika berbuka puasa (berhari raya) dan kegembiraan ketika bertemu Tuhannya.” (HR Muslim).
Kembali Berbuka dan Kembali Suci
Istilah Idul Fitri memiliki dua makna yang berbeda. Pertama, “kembali berbuka puasa” (kembali makan minum) berdasarkan kata “Id” dari akar kata “aada-yauudu” yang artinya kembali. Dan “Fithri” dari akar kata “ifthar, afthario-yufthiru” yang artinya berbuka puasa.
Secara syar’’i makna itu didasarkan antara lain pada hadits tersebut diatas dan hadits lain yang diriwayatkan Anas bin Malik, “Tidak sekali pun Nabi Muhammad SAW pergi (untuk shalat) pada Hari Raya Idul Fithri tanpa makan beberapa kurma sebelumnya.”
ADVERTISEMENT
Ringkasnya, Idul Fitri adalah Hari Raya dimana umat Islam kembali berbuka (makan dan minum) sebagaimana sebelum datang Ramadhan. Dan pada hari itu yang jatuh pada tanggal 1 Syawal puasa bahkan diharamkan.
Kedua, “kembali pada fitrah”. Fitrah disini berasal dari akar kata “fathoro-yafthiru” yang artinya suci, bersih dari dosa dan keburukan. Secara syar’i makna ini didasarkan antara lain pada hadits Nabi SAW, “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan didasari iman dan semata-mata karena mengharap ridho Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Hadits Muttafaq’alayh).
Dengan demikian, dalam konteks teologis ini Idul Fitri berarti kembali pada keadaan suci (fitrah), atau bebas dari segala dosa karena mendapatkan pengampunan Allah SWT setelah proses “penyucian” melalui ibadah puasa dan berbagai bentuk amalan-amalan lainnya di sepanjang Ramadhan.
ADVERTISEMENT
Kedua makna tersebut terkoneksi dengan tujuan teologis ibadah puasa yakni untuk meraih derajat Taqwa sebagaimana firman Allah dalam Al Quran surat Al Baqoroh ayat 183: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Fungsi Sosial Idul Fitri
Selain makna teologis sebagaimana dijelaskan tadi, sebagai momentum perayaan, yakni merayakan kebahagiaan dan rasa syukur telah berhasil menunaikan kewajiban berpuasa (menahan diri dari lapar, haus dan hasrat biologis serta berbagai nafsu buruk) selama Ramadhan, Idul Fitri sejatinya juga memiliki fungsi-fungsi sosial yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Bukan saja dalam ruanglingkup umat Islam, melainkan juga dalam skala yang lebih luas, yakni ruanglingkup kehidupan berbangsa dan berkemanusiaan.
ADVERTISEMENT
Pertama, bahwa capaian kembali pada fitrah (suci) sebagai salah satu makna Idul Fitri yang diperoleh umat Islam mestinya akan tercermin secara masif dalam perilaku setiap individu muslim dan dalam interaksi kehidupan sosial-masyarakat. Mulai dari sikap sabar dan ikhlas, peduli dan empati pada sesama, hingga toleran dan moderat dalam cara menjalankan agama.
Kedua, secara khusus selama Ramadhan umat Islam disyariatkan untuk melaksanakan amalan-amalan yang dimensi sosialnya sangat kental, yakni zakat, sedekah dan ibadah-ibadah berjamaah baik dalam sholat fardlu maupun sholat tarawih.
Pada momen Idul Fitri substansi amalan-amalan berdimensi sosial itu juga diekspresikan dalam bentuk saling membantu minimal keluarga, kerabat atau tetangga yang kurang beruntung secara ekonomi. Sehingga Idul Fitri sebagai momen kebahagiaan sebagaimana hadits diatas tadi benar-benar dapat diwujudkan dan dirasakan bersama-sama oleh seluruh umat Islam.
ADVERTISEMENT
Ketiga, sebagaimana lazimnya tradisi dalam masyarakat selama ini, Idul Fitri juga menjadi momen untuk menghidupkan serta menjaga bangunan silaturahmi (termasuk silatul-ukhuwah di dalamnya) didalam masyarakat. Silaturahmi ini penting bahkan termasuk syariat sebagaimana hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim, “Tidak akan masuk surga orang yang memutus silaturahim.”
Keempat, Idul Fitri juga menjadi momen untuk saling memaafkan atas berbagai salah dan khilaf baik di kalangan kaum muslimin sendiri maupun dengan sesama komponen bangsa.
Sebagaimana keharusan silaturahmi, saling memaafkan juga termasuk yang disyariatkan dalam Islam sebagaimana antara lain hadits yang diriwayatkan Abu Dawud, At Tirmidzi, dan Ibnu Majah, “Tidaklah dua orang muslim bertemu lalu berjabat tangan (saling memaafkan) melainkan keduanya akan diampuni (dosanya) sebelum mereka berpisah.”
ADVERTISEMENT