BALIK MUDIK SENDIRI? AKU BERANI.

Konten dari Pengguna
24 April 2019 13:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari purwatititi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Setiap tahun sudah menjadi tradisi di Indonesia tercinta. Menjelang hari raya, utamanya Idul Fitri. Pasti akan terjadi kepadatan di beberapa titik, stasiun, bandara dan jalan ke luar dari Jakarta. Ya, ini adalah tradisi yang mungkin tak bisa dihapuskan, mudik.
ADVERTISEMENT
Seberapa jauhpun seorang anak pergi, merantau, rumah akan tetap selalu dirindukan. Dan libur panjang terjadi di berbagai lini kegiatan kerja. Wajar ya, kalau pulang ke kampung halaman selalu jadi keputusan terbaik.
Ini sebenarnya juga terjadi karena belum meratanya taraf kehidupan berekonomi di Indonesiaku yang luas dan kaya ini. Sedikit memusingkan memang tradisi mudik, tapi jujur juga cukup dirindukan. Aku sendiri rindu sekali rumah nenek di kampung, bau tanahnya dan kompor kayu bakarnya.
Aku selalu mudik bareng keluarga dengan melalui kemacetan yang tak pernah bisa masuk akal. Tapi juga selalu saja jadi pilihan terbaik. Aku kurang tahu persis rumitnya mudik dengan kendaraan umum.

Balik ke Jakarta sendiri.

Sampai hari itu, setelah menuntaskan segala keriangan idul fitri dengan keluarga yang luar biasa besar. Ada obrolan yang membuat hati ini cukup potek.
ADVERTISEMENT
“Ti, Papa nanti pulang duluan ya. Kamu coba cari tiket kereta atau bus.”
Mau bilang nggak kok yah rasanya nggak sopan. Akhirnya aku senyum-senyum sambil angguk-angguk mikir. Bukan nggak bisa, tapi ini udah H-sedikit banget, aku pulang naik apa?

Susahnya cari tiket balik.

Bukannya nggak mau naik Bus, tapi apa bedanya sama bareng Papa kalau harus macet di jalanan. Kebayang kan kaya apa arus balik di jalanan setiap Lebaran? Aku mencoret pilihan naik bus dari list alternatif pulang.
Akhirnya aku mencoba cari-cari tiket di aplikasi Tiket.com. Kenapa di Tiket.com? Ya, soalnya paling banyak kasih promo dan diskon, dan nggak usah ribet antri juga kan.
Pas aku buka, “Loh, nggak heran ya kalo sudah full.”
ADVERTISEMENT
Mulai bingung, dan galau nggak paham harus gimana. Akhirnya aku punya ide yang sangat menarik.
“Pak, saya tambah cuti ya.”
“Iya, nggak kebagian tiket, Pak.”
“Mendadak.”
“Terima kasih, Pak.”
Tambahan cuti approve. Buka lagi Tiket.com, yes tiket di tanggal arus balik H+ banyak masih tersedia. Tanpa banyak basa-basi aku langsung lanjut pesan dan bayar. Untung ada Tiket.com, memesan tiket semudah modusin dia, eh.

Extend liburan lebaran.

Mudik sekarang jadi seru banget, aku yang manja dan nggak biasa sendiri ini, akhirnya ngayap sendirian. Sudah lama banget pengen ke Jogja, jalan-jalan nggak jelas aja sendirian.
Kenapa sendirian banget? Karena keluargaku sudah pulang duluan ke Jakarta. Dan, yang nyenengin banget adalah sebenarnya dari kampungku ke Jogja ini ada kereta lokal, Pramex.
Aku yang penakut ini akhirnya nekat berangkat ke Jogja sendirian, dan jalan-jalan ke beberapa tempat yang belum pernah aku datangi sebelumnya, dan ini sendiri.
ADVERTISEMENT

Plus minus liburan sendirian.

Plusnya dulu ya, banyak banget sih sebenernya. Ternyata kalau kita sendirian, kita bisa jadi jauh lebih peka dengan sekitar. Kaya contohnya, saat bareng-bareng sama orang yang kita kenal. Pastinya kita bakalan jadi lebih fokus sama partner main kita.
Pas aku sendirian, jadi bisa tiba-tiba ngobrol sama random person. Yang lagi duduk-duduk capek, kemudian ada yang nyamperin dan akhirnya jadi teman akrab sampai sekarang. Kan jadi nambah relasi. Terus, kita bisa jadi punya waktu lebih untuk memperhatikan sekitar kita. Melihat betapa arifnya budaya dan tradisi dari kota yang kita datangi.
Minusnya juga ada, dan lumayan banyak juga buat aku pribadi. Suka jadi tiba-tiba krik-krik, bosen banget mau nagapain. Apalagi aku anaknya pelupa dan kurang waspada, jadi aku butuh banget partner jalan yang cerewet dan perhatian.
ADVERTISEMENT
Yang paling sebel saat jalan sendiri adalah, nggak ada yang fotoin kita. Atau kalau akhirnya ada, random banget dan nggak bisa marah kalau hasilnya jelek. Belum lagi, suka iri kalau lihat orang lain seru-seruan bareng, eh kita sendirian. Buat aku yang memang nggak terbiasa sendiri, sungguh jalan sendirian jadi tantangan yang super berat.

Serunya pulang sendiri.

Masih deg-degan, Ti? Masih lah. Titi gitu kan, nggak seberani itu aku tuh jalan jauh begini sendiri. Apalagi tanpa kamu, eh. Mudik kali ini seru sekali emang ya, senep-senep sedih saat akhirnya harus menerima kenyataan harus balik Jakarta sendirian.
Tapi, ada yang lucu dari kata sendiri, karena sesungguhnya kita nggak pernah benar-benar sendiri. Terbukti begitu sampai stasiun sudah sangat banyak orang, 100 aja mah lebih. Belum lagi begitu aku masuk gerbong, lalu duduk di nomer bangku yang tertera di tiket. Bahkan, di sebelahku, depanku, belakangku juga orang kok.
ADVERTISEMENT
Justru dengan sendirian ini aku jadi jauh lebih banyak memperhatikan sekitar. Mendapat banyak insight baru, dengan cara nguping pembicaraan bangku sebrang misalnya, eh.

Selamat sampai Jakarta.

Ternyata nggak semenyeramkan itu. Its OK, kalau suatu hari nanti aku harus balik lagi mengulangi pulang ke Jakarta sendirian. Nikmatny banyak, contoh bisa tidur sepanjang jalan. Tanpa harus ribet ngikutin maunya adek-Dek, mama dan papa.
Tapi sedih juga, biasanya di jalan penuh canda tawa tak ternilai harganya, ini aku lebih banyak tidur. Belum tentu sih rela lagi buat nggak pulang bareng, rasanya sendirian adalah pilihan terakhir. Bersyukur banget waktu akhirnya kereta tiba di Jatinegara. Aku akhirnya ketemu lagi same keseruan keluargaku yang selalu aku rindu.
ADVERTISEMENT
Sekarang Titi sudah nggak takut sendirian, walaupun tetap memilih ada temannya ya. Terima kasih Tiket.com yang sudah memudahkan perenacanaan yang bisa tiba-tiba belok. Karena manusia hanya bisa berencana, tapi Tuhan jua yang menentukan.