Mereka yang Paginya Tak Lagi Sama

Tiza Hade
A loving and caring mother.
Konten dari Pengguna
20 Januari 2017 9:44 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tiza Hade tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pedagang Pasar Senen menyelamaatkan dagangannya. (Foto: Johanes/kumparan)
Pagi ini adalah pagi yang sama bagi sebagian dari kita. Seperti saya yang mengawali pagi ini didentang kedua jam dinding, tersungkur khusu' dalam tahajud dan bacaan ayat suci. Dilanjutkan dengan aktivitas di dapur setelah salat subuh, melaksanakan kewajiban menyediakan nutrisi bagi anggota keluarga sebelum akhirnya terbenam dalam kemacetan ibukota dalam upstairs. Mengejar rezeki. Tidak ada yang istimewa, beratus-ratus pagi berlalu begitu-begitu saja.
ADVERTISEMENT
Tapi, sadarkah kita ada orang-orang yang sejak kemarin, paginya tak lagi sama? Mereka adalah para pedagang, karyawan toko, tukang angkut, dan petugas keamanan di Pasar Senen. Saat kita sibuk berdebat sok tahu (sambil minum kopi mahal dan menyantap kue berlumur keju) soal pilkada, misalnya, atau berkomentar nyinyir tentang pejabat-pejabat yang korupsi, mereka kebingungan memikirkan dagangan yang ludes, tanggungan kewajiban yg belum dibayar, bahkan tak tahu bagaimana melanjutkan hajat hidup anak-istri, bahkan mungkin orangtua di kampung yang butuh kiriman. Masa depan mereka terpanggang hangus bersama api yang tak kunjung padam.
ADVERTISEMENT
Pagi ini, saat kita bersenandung mengiringi nyanyian dari radio di dalam mobil ber-AC, ada jiwa-jiwa yang galau, yang sibuk berhitung, dan bertanya-tanya hari ini dan besok harus berbuat apa?
Namun seperti biasa, drama ini akan berlalu, terlupakan seiring berjalannya waktu. Kita sudah terbiasa mendengar berita duka sambil makan spaghetti, menyaksikan bencana sambil tertawa bercanda. Kita terbiasa bersikap "Asal yang kena bukan gue atau sodara gue". Pada akhirnya, kita hanya menjadi penonton atas penderitaan orang lain sambil berkata : "Kasian ya". Sudah. Itu saja.