"The Man Behind Our Wings"

Tiza Hade
A loving and caring mother.
Konten dari Pengguna
26 Januari 2017 18:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tiza Hade tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Lelaki tua itu terduduk di bangku panjang ditepi trotoar. Terik matahari membuat keringatnya mengucur deras. Bungkusan kain yang tadi disandangnya dibahu diletakkannya dengan hati2 disampingnya. Meskipun pakaiannya terlihat lusuh, senyumnya tampak tulus membalas sapaanku yang meminta ijin untuk ikut duduk bersamanya. Setelah berbasa-basi soal cuaca Jakarta yang tidak menentu, aku bertanya tentang bawaannya yang terlihat cukup berat untuk bahunya yang ringkih. Tanpa disangka, wajahnya langsung berbinar. Dengan bersemangat ia membuka bungkusan kain tersebut. "Ini dagangan saya, " ujarnya sambil mengeluarkan sebuah buku berisi Do'a dan sebuah buku Yasin. Ternyata bapak tua itu pedagang buku agama keliling. Sambil membiarkan aku "membongkar" dagangannya, ia bercerita bahwa ia sudah menjalani "profesi" itu selama 20tahun. Setiap hari ia berangkat naik kereta dari rumahnya di Depok, dan pulang saat kereta terakhir berangkat dari stasiun Kota. Sepanjang hari ia berkeliling memasuki daerah perkampungan di kota Jakarta, menawarkan pahala bagi orang2 yang berminat membeli buku2 jualannya dan mengamalkan ilmu didalamnya. Aku tercengang ketika ia menuturkan bahwa dari penghasilannya berjualan dan dibantu sesekali menerima panggilan membetulkan listrik, ia berhasil meluluskan dua anaknya dari universitas dan masih ada tiga anak lagi yang sekarang masih harus dibiayainya, satu di akademi perawat, dan dua masih SMK. Lelaki setua itu, yang usianya mungkin sudah mendekati enampuluh, masih harus menyeret kaki renta nya membelah kota Jakarta demi mengumpulkan nafkah halal bagi anak keturunannya. Aku tiba2 merasa sedih. Teringat almarhum ayahku.
ADVERTISEMENT
Ya. Kita semua pasti memiliki ayah, lelaki yang selama hidup kita selalu ada memenuhi setiap kebutuhan hidup kita, tanpa kita pernah bertanya bagaimana berat beliau harus memikul tanggung jawab itu. Kita hanya tau bahwa ada makanan dimeja, lebaran ada pakaian baru, uang sekolah ataupun uang kuliah tidak boleh terlambat (malu sama teman2 kampus), uang saku termasuk jatah jalan2 harus selalu tersedia. Kita tak pernah mau tahu berapa banyak keringat yg harus beliau teteskan demi menciptakan kenyamanan buat kita.
Aku tiba2 rindu ayahku. Sambil menenteng sebuah Al Qur'an terjemahan dan dua buku do'a yang kubeli dari bapak tua itu, aku melompat ke halte Trans Jakarta. Aku tiba2 ingin pulang dan berdo'a untuk lelaki yang telah berjuang tanpa pamrih membesarkan aku, memberiku hanya yang terbaik, mengusahakan apa saja agar hidupku nyaman. Lelaki yang kupanggil ayah, yang selama hidupnya hanya memikirkan kelangsungan hidup anak2nya. Lalu, dimanakah aku, saat diusia senjanya? Aku melewatkan begitu banyak waktu untuk sekedar berterimakasih, atau sekedar memperlihatkan balasan cintanya yang one hundred percent unconditionally. Kurasa, airmata seluas lautanpun takkan mampu membasuh penyesalanku karena telah bersikap take it for granted atas semua yang telah dilakukan ayahku untukku.
ADVERTISEMENT
Teman2ku, jika kalian masih punya ayah, ayo, sepulang kantor nanti, temui sang pahlawan tanpa pamrih itu. Ciumlah tangannya yang keriput, tangan yang sudah berbuat banyak untuk mengantarmu menjadi dirimu yang sekarang. Berterimakasihlah padanya selagi masih bisa.