Tragedi Debora Simanjorang

Tiza Hade
A loving and caring mother.
Konten dari Pengguna
12 September 2017 14:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tiza Hade tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Beberapa hari belakangan ini, nama Rudianto Simanjorang dan Henny Silalahi mendadak menjadi buah bibir seluruh masyarakat Indonesia. Wajah kedua pasutri itu muncul disemua media massa, baik cetak maupun elektronik. Tapi, jika kita tanya kepada pasutri in apakah mereka merasa senang relay menjadi begitu terkenal, pasti kawinannya TIDAK. Pasalnya, nama mereka menarik perhatian karena mereka baru saja kehilangan putri tercinta yang terpaksa melepas nyawa disebabkan kekacauan pengelolaan jaminan kesehatan bagi rakyat negeri ini. Debora Simanjorang, bayi cantik berusia 4 bulan, tidak bisa memperoleh perawatan maksimal karena orangtuanya tidak mampu menyediakan uang sebesar hampir Rp. 20juta (kecil sekali jika dibandingkan dengan uang e-ktp yg dikorupsi oleh para penjahat berdasi). Ironi, karena selama ini pemerintah selalu mendengungkan tersedianya program pelayanan kesehatan yang mudah bagi seluruh warganegara. Sebuah kenyataan yang mau tidak mau harus kita - rakyat Indonesia - hadapi. Sehebat dan sebaik apapun sebuah program, jika mitra pelaksana dilapangan membangkang dan menolak bekerja sama , maka akan sia2 jua wujudnya. Setelah peristiwa ini, bertubi-tubi hujatan dialamatkan kepada RS yang bersangkutan. Para petinggi negara turun memberikan komentar, tak kurang dari Menteri Dalam Negeri dan Ketua MPR yang menyuarakan kegeramannya. Tapi apakah semua wacana, baik janji pengawasan dari Depkes maupun ikrar dari pihak RS untuk mencegah tidak terulangnya peristiwa serupa, akan benar2 terlaksana? Kita sudah terbiasa ribut saat sudah jatuh korban, teori2 utk perbaikan bermunculan, namun kejadian ini selalu kembali datang dan datang lagi. Permintaan ma'af pihak RS, pengembalian uang perawatan yg sdh dibayarkan, janji pemerintah utk menerbitkan sanksi bagi RS yg menolak pasien, komentar2 penuh simpati dari seantero negeri, tak akan bisa menghapus kesedihan bapak Rudi dan ibu Henny yang kehilangan Permata hati, cahaya mata dan princess cantik mereka. Mereka pasti lebih memilih tetap hidup sederhana, tidak seterkenal sekarang, asal Debora tetap tinggal bersama mereka. Tak ada yang bisa kita lakukan kecuali mengurut dada, menyaksikan para pejabat berpolemik, gaduh dan riuh rendah mempersoalkan masalah yang tidak ada kaitan langsung dengan ke sejahteraan rakyat, sementara Debora terbaring sendirian dalam peti mungilnya. Semoga Debora tidak mati sia-sia. Semoga ada hikmah dibalik peristiwa ini, sehingga tidak ada lagi Debora2 lain yang harus mengalami nasib serupa.
ADVERTISEMENT