Ada Tuhan di Antara Anies dan Marbot Masjid

Tony Rosyid
Pengamat politik
Konten dari Pengguna
13 November 2018 14:36 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tony Rosyid tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi masjid (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi masjid (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
Marbot masjid. Secara sosial, itu posisi yang tak menggembirakan. Hanya sedikit orang yang berminat jalani profesi ini. Selain kerja melelahkan, gajinya tak seberapa, malah kadang seadanya.
ADVERTISEMENT
Ada yang bergantung pendapatan dari kotak amal. Infak masuk lumayan, marbot gajian. Tak ada infak masuk, gajian ditunda. Ada yang kerja sebagai marbot diawali dengan terpaksa karena tak ada kerjaan lainnya. Namun, tak sedikit yang ingin mengabdi.
Secara religi, ini pekerjaan luar biasa. Memastikan masjid bersih, setelan sound system bagus, dan jemaah menjalankan salat dengan nyaman, itu pekerjaan mulia. Bahkan, super mulia. Kadang ada tugas tambahan: sandal dan sepatu jemaah harus aman.
Soal ikhlas, jangan ditanya. Para marbot tak suka pencitraan. Karena bagi mereka, memang tak ada perlunya.
Mau bagi-bagi sepeda, untuk makan saja susah. Mau masuk ke selokan, memang itu pekerjaan hariannya. Pakai sandal jepit, karena hanya itu alas kaki yang mereka punya. Pakai kaos oblong, itu pakaian paling efektif untuk menyerap keringat. Enggak mungkin mereka mengepel lantai dengan mengenakan pakaian model para pejuang 45 atau para pahlawan kemerdekaan. Enggak ada pantas-pantasnya.
ADVERTISEMENT
Mana mungkin mereka bisa pencitraan? Itulah gambaran betapa ikhlasnya marbot masjid.
Biasanya, marbot masjid itu meninggalnya dalam suasana nyaman, dan enggak nyusahin orang. Lagi salat, meninggal. Lagi bersih-bersih masjid, dipanggil Tuhan. Indah sekali.
Silakan perhatikan fakta-faktanya. Beda dengan umumnya pejabat, ada yang meninggal di penjara. Ada juga yang meninggal setelah ditetapkan jadi tersangka. Ada yang ditelan tsunami. Ngeri!
Jadi marbot masjid di DKI sedikit lebih beruntung. Setidaknya, jika dibandingkan dengan nasib marbot-marbot di daerah lain. Tahun ini, 267 marbot masjid (perwakilan dari setiap kelurahan) di DKI berkesempatan berangkat umrah. Tepatnya diberangkatkan. Alias gratis. Semua biaya ditanggung Pemprov DKI.
Marbot yang belum pernah naik pesawat. (Foto: Mirsan Simamora/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Marbot yang belum pernah naik pesawat. (Foto: Mirsan Simamora/kumparan)
Bagi marbot masjid, bisa umrah seperti kedatangan mukjizat. Mimpi saja, mungkin enggak berani. Duit dari mana? Masih banyak marbot masjid yang gajinya tak menentu. Bergantung berapa infak yang masuk ke kotak amal, kecuali masjid-masjid besar, seperti Pondok Indah, At-Tin atau Sunda Kelapa.
ADVERTISEMENT
Ketika Gubernur DKI, Anies Baswedan, bertanya, "siapa yang belum pernah naik pesawat?" Mayoritas mereka angkat tangan. Mengaku tak pernah. Kalau lihat pesawat, mungkin semuanya pernah. Itu pun di televisi.
Sekalinya mereka naik pesawat, sembilan jam. Langsung ke Makkah. Bagi mereka, ini nasib istimewa. Bahkan, sangat istimewa di sepanjang hidup mereka.
Kerja lelah mereka yang tanpa pamrih dan sepi pencitraan sudah sepantasnya diapresiasi. Mereka layak menikmati hadiah spesial ini. Apalagi yang diberangkatkan adalah para marbot masjid yang sudah bekerja minimal lima tahun. Pengabdian yang belum tentu kalah pahalanya jika dibandingkan dengan posisi ketua MUI dan imam besar Istiqlal. Juga imam negara. Ini soal amanah dan adu keikhlasan.
Apa yang dilakukan Anies Baswedan, Gubernur DKI dengan mengumrahkan marbot masjid sudah tepat. Ini tidak saja bagian dari perhatian, tetapi juga keberpihakan. Berpihak kepada umat yang seringkali hanya dijadikan komoditas politik menjelang pemilu.
ADVERTISEMENT
Usai pemilu, 'dilepeh'. Disia-siakan, bahkan sebagian tokoh dan ulamanya dibiarkan terus-menerus menghadapi persekusi dan kriminalisasi. Lah, terus piye?
Kita bisa bayangkan, jika selama lima tahun Anies Baswedan memimpin Jakarta, semua marbot masjid di seluruh DKI diumrahkan. Tentu, secara sosial akan menaikkan kehormatan mereka. Sementara itu, tak semua jemaah masjid di Jakarta pernah ke Makkah. Ini tentu akan melahirkan rasa iri. Tapi iri yang positif.
Kalau marbot masjid saja umrah, kenapa jemaah yang kaya dan punya banyak simpanan uang enggak juga umrah? Gak malu? Malah ada yang milih untuk nambah bini daripada untuk umrah. Just kidding. Namun, faktanya memang ada. Jumlahnya cukup banyak. Survei dari mana? Kayak pilpres saja nanya survei.
ADVERTISEMENT
Banyak hikmah di balik program umrah marbot masjid. Pertama, bisa jadi syiar yang efektif. Memberi kesadaran orang-orang berduit agar terinspirasi untuk umrah. Kedua, memberi semangat kinerja marbot masjid. Umrah jadi stimulus untuk semakin bersemangat mengabdi. Ketiga, menginspirasi pemda di seluruh Indonesia untuk memberi perhatian kepada para marbot masjid. Keempat, kesadaran perlu dan penting adanya marbot di setiap masjid agar masjid terurus, terutama kebersihannya.
Tak semua masjid punya marbot, sehingga banyak masjid yang masih sepi karena tak terurus. Program umrah marbot masjid juga akan jadi motivasi umat untuk bersedia dan tak malu menjadi marbot masjid. Karena ini pekerjaan mulia dan agung.
Program umrah marbot adalah program berkelanjutan. Sudah dimulai pada masa gubernur sebelumnya. Hanya bedanya, program umrah di masa sebelumnya ramai dibicarakan publik. Setengah gaduh. Dan diprogramkan menjelang Pemilihan Gubernur tahun 2015.
ADVERTISEMENT
Di masa Anies, program umrah ini sepi berita. Tak heboh di media. Dan memang, tak harus dihebohkan karena program umrah bukan untuk heboh-hebohan.
Demikian juga tunjangan 2,5 juta untuk para hafiz Alquran. Nyaris tak terdengar karena tak dibuat dekat pemilu. Dan memang, tak ada urusannya dengan pemilu. Begitulah seharusnya pemimpin itu bekerja. Sepi ing pamrih. Tak fokus pada pencitraan.
Prinsip dalam kerja itu ada goal atau targetnya, jelas keberpihakannya, terukur manfaatnya, dan tak kalah penting adalah perencanaannya. Target itu tak diukur dengan jumlah elektabilitasnya. Tak pula dilihat dari jumlah media yang meliputnya. Bukan juga dari tingkat kehebohannya. Namun, lebih pada seberapa besar manfaat yang dirasakan oleh mereka yang jadi target program itu.
ADVERTISEMENT
Program umrah ini biarlah jadi komitmen keumatan dan keberpihakan Anies untuk marbot masjid. Jauh dari niat pencitraan. Sebab, ada Tuhan di antara mereka. Oleh karena itu, jangan dikaitkan dengan pilpres dan pileg, apalagi pilgub. Masih jauh, bung.
Jakarta, 11/11/2018