Setelah Mahfud MD Curhat, Ke Mana Suara NU?

Tony Rosyid
Pengamat politik
Konten dari Pengguna
21 Agustus 2018 9:55 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tony Rosyid tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Muslimat NU (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Muslimat NU (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
ADVERTISEMENT
Bicara NU, tak ada yang tak menarik. Apalagi jika dikaitkan dengan dinamika politik di Indonesia. 91 juta anggotanya. Penguasa mana yang tak ngeri? Partai mana yang tak tertarik? Terkait politik, NU punya pengalaman dan perjalanan panjang. Tahun 1952 keluar dari Masyumi. Tahun 1955 ikut pemilu dan dapat suara 18,4%. Kok lebih sedikit dari jumlah pemilih dari NU?
ADVERTISEMENT
Warga NU sangat heterogen. Cair soal afiliasi politik. Apalagi tokoh lain, PBNU pun tak bisa kendalikan pilihan politik warga NU. Ritual dan budaya keagamaan boleh sama, mazhab fikihnya boleh seragam, tapi warna politik? Nahdliyyin punya selera masing-masing.
Kendali pilihan politik warga NU tidak di PBNU. Tidak juga di telunjuk para tokoh. Tapi, pilihan politik warga NU ada di tangan para ulama kharismatik. Fatwa merekalah yang dijadikan rujukan. Manut kiai itu jadi prinsip.
Ikatan santri-kiai dan jemaah-ustaz lebih menentukan pilihan politik dari pada hubungan struktural ke-NU-an. Fenomena Pilgub Jawa Tengah 2018 kemarin adalah satu bukti nyata dari potret politik NU. Pengaruh K.H. Maemoen Zubair lebih besar bagi pemilih Nahdliyyin Jawa Tengah daripada Ida Fauziyah yang merupakan tokoh struktural NU dan didukung PKB.
ADVERTISEMENT
Tahun 2004 Hasyim Muzadi, Ketua PBNU saat itu, ikut kontestasi di pilpres. Jadi cawapres Megawati. Hasilnya? Kalah telak dari pasangan SBY-Budiono. Ini jadi bukti riil betapa suara politik Nahdliyyin sering beda dengan PBNU.
Corak heterogenitas selera politik Nahdliyin, dan demi menghindari perpecahan di dalam tubuh NU, telah memberi kesadaran untuk mendorong NU kembali ke khitah.
Sejak Mu'tamar 1971, wacana khitah NU sudah muncul, meski gagal. Tahun 1984, Mu'tamar Situbondo memutuskan NU kembali ke khitah. Soal politik, biarlah diurus secara personal tanpa keterlibatan NU secara struktural.
ADVERTISEMENT
Tahun 1998 PKB lahir. PKB jadi representasi warga NU? Tidak sepenuhnya. Hanya sembilan juta dari 91 juta warga NU yang pilih PKB. Sekitar sepuluh persen. Ada PPP. Pemilihnya sebagian juga dari NU. Tiga sampai empat juta. Ada Golkar, sebelas persen pemilihnya juga dari warga NU. Kesimpulannya, pemilih NU menyebar. Ada di semua partai.
Di pilpres 2019, Ma'ruf Amin jadi cawapres Jokowi. Rais Am PBNU ini dapat rekomendasi resmi dari PBNU dan PKB. Meski disertai ancam mengancam, kata Mahfud MD. Apakah suara dari kalangan Nahdliyyin akan ke Ma'ruf Amin?
Berkaca pada sejarah, kecil kemungkinan. Tidak ada jaminan pengurus PBNU didukung warga NU. Sejarah tak pernah menunjukkan kesimpulan itu.
Ketika dalam sambutannya di PCINU (Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama) Saudi Arabia, Ma'ruf Amin bilang bahwa Nahdliyyin bergerak dan mendukungnya, maka PCINU Taiwan buru-buru protes. Intinya: gak bener. Jangan seret NU ke politik.
ADVERTISEMENT
Disisi lain, ada faktor "X" yang boleh jadi menjadi sebab simpati Nahdliyin kepada Ma'ruf Amin bisa memudar.
Curhat Mahfud MD di ILC bahwa Ma'ruf Amin adalah tokoh di balik ancaman terhadap Jokowi. Ini faktor "X" nya. Kita tidak bertanggung jawab secara moral kepada pemerintahan ini.
Narasi ini, menurut Mahfud MD diejakan oleh Ma'ruf Amin kepada Rabikin, salah saorang ketua PBNU, sebelum disampaikan ke media. Spontan, cerita ini menimbulkan gejolak besar di tubuh NU dan berpotensi menghilangnya simpati sebagian Nahdliyyin kepada Ma'ruf Amin.
ADVERTISEMENT
Pasca-curhat Mahfud MD di ILC, suara Nahdliyyin mulai terbelah antara pendukung Mahfud yang sebagian diidentifikasi sebagai Gusdurian, dengan pendukung Ma'ruf Amin. Yenny Wahid, putri sulung Gus Dur adalah pembela Mahfud ketika "difitnah" sebagai bukan kader NU. Difitnah? Iya. Karena menurut pengakuannya Mahfud pernah ada di struktur Ansor era Nusron Wahid. SK ditandatangani oleh Kiai Said Aqil Siradj.
Sejumlah demo di Madura dan Jawa Timur mulai marak. Beberapa spanduk dipasang. Pesannya: haram milih Jokowi. Ini serius, mengingat etnis Madura berjumlah 7-9 jutaan itu militan dan menyebar di berbagai kota besar.
Belum lagi, hubungan harmonis Prabowo-Kiai Said Aqil Siradj pasca-curhat Mahfud MD di ILC. Seperti dalam foto yang sempat viral di media sosial, Prabowo, Sandiaga Uno, dan Kiai Said Aqil Siradj dengan beberapa tokoh lain menyatukan tangannya saat difoto. Tidak hanya itu, Kiai Said juga menjanjikan kartu anggota NU kepada Prabowo. Ini faktor "X" lainnya. Apakah ini tanda dukungan PBNU kepada Prabowo? Mengulang dukungan Said Aqil Siradj kepada Prabowo di pilpres 2014? Boleh jadi.
ADVERTISEMENT
Seberapa besar curhat Mahfud MD mengurai dan membelah suara NU di pilpres? Seberapa besar yang ke Ma'ruf Amin? Atau kecewa, lalu terjadi gelombang suara yang hijrah ke Prabowo? Kita tunggu dan akan lihat hasil surveinya nanti.