Mampukah Indonesia Keluar dari Middle Income Trap?

Tri Cahyo Wibowo
Instructor, coach, writer, and consultant of productivity. Civil servant at Jakarta Productivity Development Center (Pusat Pengembangan Produktivitas Daerah Provinsi DKI Jakarta).
Konten dari Pengguna
5 Februari 2021 14:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tri Cahyo Wibowo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Distrik Bisnis Jakarta. Sumber: pxhere.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Distrik Bisnis Jakarta. Sumber: pxhere.com
ADVERTISEMENT
Middle income trap (jebakan pendapatan menengah) menjadi sebuah momok bagi negara-negara berkembang, baik di Asia, Oseania, Afrika, dan Amerika Latin. World Bank sendiri mengklasifikasikan income (pendapatan) negara-negara di dunia menjadi 4 (empat) kategori, yaitu: low income (pendapatan rendah), lower middle income (pendapatan menengah ke bawah), upper middle income (pendapatan menengah ke atas), dan high income (pendapatan tinggi).
Grafik klasifikasi negara berdasarkan pendapatan oleh World Bank. Sumber: World Bank, World Bank Country and Lending Groups, diakses pada 25 Desember 2020. Angka di dalam tanda kurung menunjukkan perubahan dari tahun sebelumnya.
Pada level Asia, klasifikasi negara berdasarkan pendapatannya dapat dijabarkan sebagai mana berikut.
ADVERTISEMENT
Pertama, low income yang hanya memiliki rata-rata pendapatan per tahun di bawah USD 1.035 (Rp 14.500.000) adalah Afghanistan dan Korea Utara. Afghanistan sendiri masih terkekang oleh perang yang berkepanjangan dan Korea Utara merupakan negara sosialis-komunis yang tertutup.
Kedua, pada klasifikasi lower middle income diduduki oleh beberapa negara, antara lain: Vietnam, India, Filipina, Pakistan, Kamboja, Bangladesh, Myanmar, Sri Lanka, Mongolia, Nepal, Bhutan, dan Papua Nugini. Negara-negara ini memiliki pendapatan per kapita di antara USD 1.036 hingga 4.045 (Rp 14.500.000 hingga 56.800.000).
Ketiga, pada klasifikasi upper middle income terdiri dari 4 (empat) negara, yakni: Cina, Malaysia, Thailand, dan Indonesia yang memiliki pendapatan rata-rata penduduk per tahun dari angka USD 4.046 hingga 12.535 (Rp 56.800.000 hingga 176.100.000).
Ilustrasi kota Jakarta. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Berikutnya, negara-negara Asia dengan high income, di atas USD 12.536 (Rp 176.100.000) adalah Singapura, Hongkong, Jepang, Taiwan, Korea Selatan, dan Brunei Darussalam.
ADVERTISEMENT
World Bank mengungkapkan bahwa perekonomian masih terkonsentrasi di negara-negara dengan pendapatan tinggi (high income), yaitu sebesar 38.1 persen dan hanya 13.3 persen saja yang dirasakan oleh negara berpendapatan rendah (low income).
Indonesia sendiri resmi naik menjadi upper middle income terhitung sejak pertengahan 2020 silam. Namun, apakah Indonesia akan senantiasa berada pada level middle income dan mungkinkah Indonesia mampu naik peringkat menjadi negara berpendapatan tinggi?
Jawabannya tentu bisa iya dan bisa tidak. Ada beberapa parameter yang diperlukan agar Indonesia mampu keluar dari middle income trap yang juga dirasakan oleh banyak negara di Asia.
Secara statistik, negara dapat dikatakan terjebak dalam upper middle income trap jika tidak mampu naik peringkat selama kurang lebih 14 tahun (Felipe, Abdon, dan Kumar, 2012). Namun secara analitikal beberapa ahli berpendapat beragam terkait mampu tidaknya suatu negara terlepas dari jebakan tersebut.
ADVERTISEMENT
Suehiro (2014) mengungkapkan bahwa sebuah negara akan terjebak dalam middle income trap saat upah tenaga kerja yang murah dan suntikan dana yang besar berakhir.
Di sisi lain, Kwan (2013) mengungkapkan bahwa ketidakmampuan negara untuk menemukan sumber daya baru dan menentukan pola pengembangan ekonomi yang tepat akan menyebabkan negara tersebut stuck di dalam middle income trap.
Institusi yang berkualitas tinggi pun dibutuhkan agar sebuah negara dapat keluar dari jebakan pendapatan menengah (Tran dan Karikomi, 2019).
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Saat ini Indonesia baru saja keluar dari level lower middle income menjadi upper middle income, artinya Indonesia masih membutuhkan banyak waktu, sumber daya, dan berbagai kebijakan untuk bisa meningkat menuju high income nation.
ADVERTISEMENT
Keichi Ohno (2021), Profesor di National Graduate Institute for Policy Studies di Jepang mengungkapkan bahwa ada beberapa hal yang bisa dimaksimalkan agar sebuah negara bisa segera menjadi high income nation.
Pertama, kemampuan pengelolaan tenaga kerja yang masih terhitung “murah” di Indonesia. Salah satu daya tarik investasi di Indonesia adalah karena upah tenaga kerja di Indonesia masih terhitung murah. Statista (2020) mencatatkan upah rata-rata buruh/pegawai di Indonesia adalah USD 288 (sekitar 3 (tiga) juta rupiah per bulannya), sedangkan rerata upah bulanan di Asia adalah USD 574 (Statista, 2020).
Jika kelak Indonesia menjadi high income nation maka tentu saja kesejahteraan pekerja pun akan ikut meningkat.
Grafik upah rata-rata pegawai di Asia-Oseania pada tahun 2020 (dalam USD). Sumber: www.statista.com diakses pada Februari 2021.
Kedua, perbaikan kemampuan pengelolaan sumber daya alam yang melimpah. Tak dapat dipungkiri bahwa Indonesia memiliki banyak sekali sumber daya alam yang melimpah, namun kegagalan pengelolaan sumber daya alam ini malahan bisa menjadi penyebab terjebaknya suatu negara dalam middle income trap.
ADVERTISEMENT
Kegagalan pengelolaan sumber daya alam bisa disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: etos kerja yang buruk, pola pikir yang salah dalam pengelolaan sumber daya alam (tidak memperhatikan keberlanjutan pengelolaan), korupsi, dan lobi-lobi politik. Sumber daya alam Indonesia yang melimpah benar-benar perlu dikelola dengan sangat bijak.
Ketiga, maksimalkan peluang-peluang perdagangan internasional. Indonesia berada di posisi perdagangan dunia yang sangat strategis. Oleh karenanya, sudah sepatutnya Indonesia mampu memiliki peran penting dan vital pada lalu-lintas perdagangan dunia.
Terakhir, manfaatkan Foreign Direct Investment (FDI) yang ditawarkan oleh negara-negara maju dengan sangat bijak agar mampu memberi kebermanfaatan yang luas kepada perekonomian rakyat Indonesia. Indonesia harus mampu memilah dan memilih dengan baik FDI yang akan diaplikasikan di Indonesia.
ADVERTISEMENT