Mempertahankan Bisnis di Masa Krisis

Tri Cahyo Wibowo
Instructor, coach, writer, and consultant of productivity. Civil servant at Jakarta Productivity Development Center (Pusat Pengembangan Produktivitas Daerah Provinsi DKI Jakarta).
Konten dari Pengguna
18 Januari 2021 9:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tri Cahyo Wibowo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Iluistrasi bisnis. Sumber: www.pxhere.com
Begitu banyak manusia di dunia ini telah terjangkit virus COVID-19 dan memberikan efek yang berbeda-beda, dari efek biasa saja hingga kematian yang tak mampu terhindarkan jua. Di sisi lain, ada efek besar pula yang disebabkan oleh Corona Virus jenis SARS-COV2 ini, yaitu hantaman besar di sektor ekonomi dan bisnis, baik yang dirasakan oleh pengusaha besar maupun oleh pemain partai kecil dan grosir, yaitu para UMKM.
ADVERTISEMENT
Krisis ini begitu luar biasa berdampak pula di Indonesia. Bank Indonesia mencatatkan inflasi yang terjadi di Indonesia pada Desember 2020 (YoY) adalah sebesar 1.68 persen yang terbanyak disumbang dari sektor makanan, minuman, dan tembakau. DKI Jakarta sendiri mengalami inflasi pada November 2020 (YoY) di angka 1.66 persen yang paling banyak disumbang dari 3 (tiga) kelompok pengeluaran, yaitu makanan, minuman, dan tembakau; transportasi; dan pendidikan.
Sektor ketenagakerjaan pun tak pelak terkena dampak dari pandemi ini. BPS mencatatkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Indonesia pada Agustus 2020 sebesar 7.07 persen naik 1.84 persen dari Agustus tahun 2019. DKI Jakarta sendiri menjadi provinsi yang mencatatkan pengangguran terbuka terbanyak, yaitu sebesar 10.94 persen, disusul Banten (10.64 persen), Jawa Barat (10.46 persen), Kep. Riau (10.34 persen), Maluku (7.57 persen), dan Sulawesi Utara (7.37 persen). Hal ini tentu saja menjadi sebuah catatan penting dalam perkembangan perekonomian Indonesia.
ADVERTISEMENT

Belajar dari Jepang

Salah satu negara yang bisa menjadi referensi kebangkitan ekonomi adalah Jepang. Jepang paska Perang Dunia II mengalami kerugian moral dan materiil yang begitu besar, bahkan pada zaman itu belum ada negara lain di belahan bumi ini yang mengalami keterpurukan terparah selain Jepang.
The Maddison-Project (2013) mencatatkan keterpurukan Jepang yang sangat parah setelah Perang Dunia II. Era 1870-1940 pada dasarnya Jepang berhasil secara konstan membayangi perekonomian Amerika Serikat dan Inggris, namun semuanya seolah kembali ke titik nadir saat Jepang kalah perang.
Grafik Pertumbuhan GDP Jepang disandingkan dengan AS dan Inggris. Sumber: www.nippon.com
Keterpurukan ini tidak membuat Jepang berlama-lama untuk bangkit hingga akhirnya pada era 70-an Jepang sudah bisa sejajar dengan Inggris dan seterusnya perekonomian Jepang meningkat membayang-bayangi Amerika Serikat. Kira-kira “jurus jitu” apa yang digunakan Jepang hingga bisa bangkit dengan begitu cepat dan dahsyatnya?
ADVERTISEMENT
Jepang menganut sebuah konsepsi produktivitas yang menarik, yaitu Kaizen. Apa itu produktivitas dan apa itu Kaizen? Produktivitas merupakan sebuah pola pikir yang bermakna bahwa hari esok harus lebih baik dari hari ini dan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin. Hal ini sejalan dengan metode Kaizen yang digunakan di Jepang, yang bermakna perbaikan terus-menerus (continuous improvement).
Salah satu perusahaan Jepang yang menerapkan Kaizen adalah Toyota. Toyota menjadi salah satu perusahaan besar Jepang yang mampu pula mengubah wajah teknologi dan ekonomi Jepang. Metode Kaizen yang diterapkan di sana mampu memangkas berbagai pemborosan yang sebelumnya berlaku sehingga dapat menciptakan proses produksi yang jauh lebih lean (ramping) yang menghasilkan efisiensi modal, bahan baku, dan tenaga kerja.
ADVERTISEMENT

Menerapkan Konsep Produktivitas dalam Dunia Usaha Indonesia

Kegigihan dan konsistensi Jepang dalam mengelola perekonomiannya dalam skala kecil dan besar dapat membuat negara itu sejajar dengan negara-negara adidaya Barat hanya dalam kurun waktu 30 tahunan saja.
Kembali kepada kondisi Indonesia saat ini, di mana jika pandemi ini tidak juga terkendali dan resesi yang terjadi bertahan lebih lama, dikhawatirkan Indonesia dapat terjerembap dalam lubang depresi yang cukup dalam dan tentu saja hal tersebut membutuhkan usaha yang lebih besar dan keras untuk mengembalikan perekonomian menuju kondisi normal.
Bhima Yudistira (2020), peneliti Indef mengungkapkan bahwa UMKM merupakan salah satu penopang perekonomian yang cukup kokoh karena terbukti di tengah resesi pada tahun 2008 ekonomi Indonesia masih dapat bertumbuh sebesar 6.1 persen. Sayangnya, pandemi ini memukul semua aspek, termasuk UMKM.
ADVERTISEMENT
Melihat kenyataan di atas, diperlukan perhatian yang cukup besar kepada dunia UMKM karena memang usaha mikro, kecil, dan menengah inilah yang senantiasa bersentuhan langsung dengan rakyat.
UMKM harus diperkenalkan dengan konsep produktivitas, sehingga dapat menjalankan proses bisnis dengan lebih teratur, tertata, dan efisien. Salah satu dasar penerapan produktivitas di dalam bisnis adalah dengan menerapkan 5S/5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, dan Rajin) lalu jika 5S/5R sudah diterapkan dapat beranjak ke level yang lebih tinggi, yaitu Kaizen, TQM (Total Quality Management), Green Productivity, dan seterusnya.
Sebagai penutup, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam The 9th Annual International Forum on Economic Development and Public Policy (AIFED) 2019 mengungkapkan bahwa produktivitas dan daya saing merupakan kunci Indonesia keluar dari jebakan pendapatan menengah dan bila penulis dapat menambahkan bahwa produktivitas pun bisa menjadi salah satu solusi keluar dari keterpurukan ekonomi akibat pandemi.
ADVERTISEMENT