news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Pembelajaran Kebijakan untuk Transformasi Industri (2)

Tri Cahyo Wibowo
Instructor, coach, writer, and consultant of productivity. Civil servant at Jakarta Productivity Development Center (Pusat Pengembangan Produktivitas Daerah Provinsi DKI Jakarta).
Konten dari Pengguna
3 April 2021 8:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tri Cahyo Wibowo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi distrik bisnis Jakarta. Sumber: pxhere.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi distrik bisnis Jakarta. Sumber: pxhere.com
ADVERTISEMENT
Kebijakan yang dipilih dan diterapkan dalam satu negara akan sangat mempengaruhi kualitas transformasi industri di negara tersebut, sebagaimana telah dibahas di Part 1.
ADVERTISEMENT
Prof. Kenichi Ohno dari National Graduate Institute for Policy Studies (GRIPS), Jepang, menampilkan perbandingan kualitas kebijakan industri dengan pendapatan per kapita pada beberapa negara.
Gambar korelasi perbandingan antara kebijakan industri dengan pendapatan per kapita. Sumber: Presentasi Kenichi Ohno pada Workshop on Productivity, Quality and Innovation for Transforming Economies yang diselenggarakan pada akhir Januari 2021
Jika dilihat pada tabel di atas, negara dengan kualitas kebijakan industri terbaik adalah Singapura, disusul dengan Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan dengan nilai rata-rata di atas angka 4 (empat).
Nilai rerata 3 (tiga) diduduki oleh Malaysia, Mauritius, dan Thailand. Menarik untuk disimak bahwa ternyata kualitas kebijakan industri nasional Indonesia masih di bawah Mauritius, sebuah negara di Benua Afrika, bahkan juga masih di bawah Rwanda dan Ethiopia. Namun memang, pendapatan per kapita Indonesia masih di atas kedua negara tersebut meskipun kualitas kebijakan industrinya tidak sebaik mereka.
Menurut Prof. Kenichi Ohno ada beberapa solusi yang bisa diterapkan agar sebuah negara dapat memiliki kualitas kebijakan industri yang baik, salah satunya adalah kebijakan industrial yang proaktif.
ADVERTISEMENT
Di tengah pasar global yang bergerak sangat cepat dan cair seperti saat ini, perilaku proaktif memang perlu dilakukan oleh negara-negara dunia. Perilaku proaktif tersebut antara lain adalah promosi pasar dan integrasi internasional. Sebuah negara harus mampu memasarkan produk-produk nasionalnya di pasar global. Hal ini untuk menciptakan kesempatan memperluas cakupan perdagangan dan bisnis nasional menjadi internasional.
Berikutnya diperlukan pemerintahan yang kuat dan kompeten untuk mengarahkan sektor-sektor swasta. Pemerintahan yang kuat dan kompeten ini bisa memberikan kebijakan yang baik dan sesuai dengan kebutuhan industri nasional, sehingga pasar dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan negara tersebut.
Tidak baik jika kebijakan pasar di sebuah negara diliberalisasi sepenuhnya kepada sektor swasta tanpa ada campur tangan pemerintah. Hal ini dapat menyebabkan persaingan tidak sehat dan kekacauan pasar ke depannya.
ADVERTISEMENT
Dibutuhkan pula kerja sama proaktif antara pemerintah dan sektor swasta melalui proyek-proyek yang konkret dan nyata, bukan hanya sekadar teori semata. Kerja sama proaktif ini bisa dilakukan dengan metode trial and error dan learning by doing. Pemerintah dan swasta saling bergandeng tangan sebagai partner, tidak bersifat supervisial.
Perlu diperhatikan pula bahwa internalisasi skill/kemampuan dan teknologi merupakan salah satu tujuan utama sebuah negara agar industrinya bisa semakin berkembang dan membaik sehingga mampu keluar dari middle income trap.
Hal terakhir tentang kebijakan proaktif adalah bahwa harus ada knowledge and trust sharing antara pemerintah dan swasta. Industri pada suatu negara tidak bisa membaik jika pemerintah dan swastanya tidak berjalan beriringan. Jika satu sama lain tidak percaya dan saling mencurigai, maka sebagus apa pun kebijakan diciptakan, tidak akan pernah menghasilkan harmoni dan sinkronisasi antara kedua belah pihak.
ADVERTISEMENT

Pembelajaran Kebijakan Berkelanjutan

Negara kita bisa belajar kepada pengalaman negara lain terkait bagaimana mereka mampu menghasilkan kebijakan yang tepat dan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan negaranya. Bahkan kita pun bisa belajar dari kegagalan-kegagalan yang mungkin pernah dialami oleh negara lain. Hal tersebut bisa menjadi sebuah komparasi menarik bagi negara kita.
Apa-apa yang telah dilakukan negara-negara yang telah mampu memajukan industri mereka (seperti Singapura, Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan) bisa menjadi sebuah batu loncatan bagi Indonesia untuk melakukan ATM (Amati, Tiru, dan Modifikasi) terhadap kebijakan industri yang mereka lakukan.
Perlu digarisbawahi bahwa kebijakan yang dihasilkan harus benar-benar tepat dan spesifik untuk negara tertentu, pada waktu tertentu, dan pada sektor tertentu. Hal ini disebabkan karena bisa jadi sebuah kebijakan sudah tidak lagi relevan dengan kondisi zaman atau kebijakan di sektor A tidak bisa begitu saja diaplikasikan pada sektor X.
ADVERTISEMENT
Tidak bisa pula kita melakukan copy-paste kebijakan negara lain begitu saja tanpa mengkritisi kebijakan-kebijakan yang telah mereka keluarkan karena belum tentu apa yang berhasil dilakukan di negara lain bisa pula berhasil dilakukan di negara kita. Diperlukan kombinasi dan adaptasi yang sesuai dengan kondisi di dalam negeri.
Begitu juga jangan sampai kita menolak mentah-mentah terhadap apa yang pernah dilakukan negara lain yang telah berhasil membuahkan kesuksesan bagi negaranya. Bersikap pertengahan adalah hal terbaik.
Terdapat petitih dari Imam Al-Ghazali, yaitu “al-ílmu bi laa ámalin junuunun, wal-ámalu bi laa ílmin lam yakun”, yang artinya “ilmu tanpa amal adalah kegilaan dan amal tanpa ilmu tiada gunanya”.
Petitih ini dapat diaplikasikan dalam merumuskan kebijakan untuk industri nasional bahwasanya kita dapat belajar dahulu dari berbagai tempat agar dapat menghasilkan kebijakan yang kelak sesuai dan meminimalisir menghasilkan kebijakan yang tidak relevan.
ADVERTISEMENT