Ditemukan, Jenis Baru Katak Tanduk dari Hutan Kalimantan

Trubus ID
Media online kekinian yang menyajikan informasi seputar gaya hidup hijau yang ramah lingkungan dan peristiwa terkait alam, lingkungan, sosial, serta pemberdayaan masyarakat untuk bumi kita yang lebih hijau dan lestari
Konten dari Pengguna
10 Oktober 2019 0:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Trubus ID tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Ditemukan, Jenis Baru Katak Tanduk dari Hutan Kalimantan

ADVERTISEMENT
Trubus.id -- Katak tanduk Kalimantan (Megophrys kalimantanensis) merupakan jenis katak yang baru saja dideskripsikan oleh tim peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI); Kyoto University, Jepang; Aichi University of Education, Jepang; Institut Teknologi Bandung; dan Universitas Negeri Semarang.
ADVERTISEMENT
“Jenis baru ini dikoleksi dari ekspedisi yang dilakukan di pegunungan Meratus di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, juga di Bario, Sarawak dan pegunungan Crocker di Sabah, Malaysia,” jelas peneliti bidang herpetologi Pusat Penelitian Biologi LIPI, Amir Hamidy. Adapun penemuan jenis baru ini dipublikasikan di jurnal Zootaxa vol. 4679.
Morfologi katak tanduk Kalimantan ini sangat mirip dengan katak tanduk pinokio (Megophrys nasuta) yang tersebar luas mulai dari Sumatera, Kalimantan, Semenanjung Malaya serta pulau-pulau kecil di sekitarnya.  
“Spesimen pertama dari jenis baru ini sebetulnya sudah dikoleksi pada tahun 2008 oleh peneliti senior Pusat Penelitian Biologi LIPI, Irvan Sidik namun dengan nama katak tanduk pinokio,” ujar Amir dalam keterangan tertulisnya. 
ADVERTISEMENT
Sejumlah kegiatan ekspedisi lapangan di kawasan pegunungan Meratus kemudian dilakukan kembali sampai pada tahun 2019 ini.
“Di ekspedisi kali ini tidak hanya spesimen individu dewasa yang berhasil dikoleksi tetapi juga koleksi kecebong dan suara yang dihasilkan oleh individu jantan,” ungkap Amir. Melalui pendekatan morfologi, molekuler dan akustik, spesimen yang sebelumnya diduga sebagai katak tanduk pinokio ternyata merupakan jenis yang berbeda dan belum memiliki nama ilmiah.
Ciri-ciri Dibandingkan dengan katak tanduk pinokio, jenis baru ini memiliki tanduk (dermal accessory) pada bagian moncong dan mata yang lebih pendek jika dibandingkan dengan katak tanduk pinokio. Juga sepasang lipatan lateral tambahan pada sayap. Pada saat berudu katak ini berwarna coklat tua yang condong ke oranye-coklat dan berubah menjadi coklat pucat pada saat dewasa.
ADVERTISEMENT
Secara akustik, suara individu jantan dari jenis baru ini memiliki variasi yang lebih banyak dan lebih panjang jika dibandingkan dengan katak-tanduk pinokio. “Berdasarkan hasil analisis dari tiga metode pendekatan tersebut kami menyimpulkan bahwa jenis tersebut merupakan jenis baru dan kemudian diberi nama Megophrys kalimantanensis,” jelas Amir. Pemberian nama kalimantanensis merupakan toponim dari nama pulau Kalimantan.
Habitat Penemuan katak tanduk Kalimantan yang terdistribusi di bagian pegunungan utara Borneo (Sarawak dan Sabah), Malaysia serta pegunungan Meratus yang masuk wilayah Indonesia sangat mengejutkan dan di luar dugaan  mengingat kedua lokasi ini terpisah cukup jauh, sekitar 950 kilometer.
Meski cukup jauh, kedua populasi tersebut memiliki variasi genetik yang sangat rendah dan menunjukan sebagai jenis yang sama. “Batas negara antara Malaysia dan Indonesia tidak berlaku untuk jenis baru ini.
ADVERTISEMENT
Hamparan lahan gambut dan hutan dataran rendah antara bagian utara dan selatan di pulau Kalimantan ini sepertinya menjadi pembatas, sehingga jenis baru ini hanya dapat ditemukan di kawasan pegunungan baik di utara maupun selatan pulau,” ujar Amir.
Ancaman Penemuan katak tanduk kalimantan ini bukanlah yang terakhir mengingat masih luasnya kawasan Kalimantan yang belum tereksplorasi. Begitu juga dengan kawasan lainnya di Sumatera, Sulawesi, Papua serta daerah lainnya di Indonesia.
“Hilangnya hutan di Kalimantan menjadi ancaman yang cukup serius bagi jenis ini kawasan berhutan sebagai habitat utamanya,” ujar Amir.
Gaveu et al. (2014) melaporkan sekitar 168,493 km2 atau lebih dari 30 persen hutan di pulau Kalimantan telah hilang selama kurun waktu 1973 sampai 2010.
ADVERTISEMENT
“Hilangnya kawasan hutan menjadi ancaman serius untuk jenis-jenis yang mungkin belum dideskripsikan. Bisa saja begitu terdeskripsikan saat itu juga diketahui sebagai jenis yang terancam punah atau mungkin populasi tersebut adalah populasi terakhir mengingat sudah tidak ada hutan lagi yang cukup bagus,” ungkap Amir.
Selain kerusakan habitat, penggunaan komersial sebagai hewan peliharaan juga menjadi ancaman serius.
“Kepunahan spesies ini memenuhi syarat rentan dan dimungkinkan untuk masuk dalam kategori status Daftar Merah IUCN sebagai bentuk upaya konservasi lebih lanjut,” tutup Amir.