LIPI Nilai Pemerintah Masih Abaikan Standar Hutara Bagi Koban Bencana

Trubus ID
Media online kekinian yang menyajikan informasi seputar gaya hidup hijau yang ramah lingkungan dan peristiwa terkait alam, lingkungan, sosial, serta pemberdayaan masyarakat untuk bumi kita yang lebih hijau dan lestari
Konten dari Pengguna
19 Januari 2019 0:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Trubus ID tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Meski kerap dilanda bencana, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengungkapkan bahwa selama ini pemerintah Indonesia dinilai belum memiliki standar Hunian Sementara (huntara) bagi para korban bencana alam ini.
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan LIPI, Tri Nuke Pudjiastuti mengatakan, huntara yang kini dibuat cenderung mengabaikan karakteristik lokal dan partisipasi masyarakat dalam menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan fisik, sosial, ekonomi dan budaya yang baru pasca bencana.
Baca Lainnya :
"Penanganan bencana di Indonesia masih difokuskan pada aspek infrastruktur fisik. Padahal aspek sosial tidak bisa ditinggalkan, karena jika ada pengabaian maka penyintas akan menyebabkan risiko baru akibat gagalnya penyesuaian mereka," kata Nuke di Widya Graha LIPI, Jakarta Selatan, Selasa (15/1).
ADVERTISEMENT
Diakui Nuke, permasalahan dalam penanganan pascabencana memerlukan kajian yang terintegrasi dan multidisiplin dengan menempatkan ilmu sosial sejajar dengan ilmu pengetahuan alam. Terlebih, karakteristik lokal di daerah terdampak bencana berbeda-beda.
"Misalnya belum lama ini terjadi 3 bencana besar daerah berbeda yaitu Palu, Lombok dan Selat Sunda. Tiga karakteristik bencana kemarin berbeda, dengan kondisi lokal yang berbeda, jadi penanganan pascabencananya juga berbeda," sambung Nuke.
Melihat kondisi ini, pihaknya mendorong agar adanya sinergitas dari semua pihak untuk merumuskan dan mewujudkan standar huntara tersebut.
Sementara itu, Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan LIPI Gusti Ayu Ketut Surtiarti menemukan beberapa masalah terkait huntara dari hasil kaji cepat pascabencana di Palu, Sigi dan Donggala.
"Yang terjadi di Palu saat ini, kualitas huntara yang seragam menimbulkan kesenjangan sosial di masyarakat, terlebih fungsi huntara untuk pemulihan psikologi masih kurang mendapat prioritas," tegas Ayu.
ADVERTISEMENT
Baca Lainnya :
Menurutnya, kurangnya keterlibatan dalam perencanaan dan pembangunan huntara, bahkan tidak melibatkan RT dan RW.  Selain itu, minimnya informasi kepada masyarakat setempat mengakibatkan adanya penolakan warga untuk menerima huntara.
"Banyak warga Palu yang mendesak ganti rugi berupa uang tunai ketimbang huntara," ungkapnya.
Ayu juga menegaskan pentingnya informasi akurat tentang mikrozonasi untuk menyesuaikan tempat tinggal dengan tingkat kerawanan bencana.
"Informasi ini harus komperhensif terkait kerawanan terhadap bencana ditempat tinggal sebelum bencana serta rencana lokasi untuk pembangunan hunian baru akan membantu proses dalam keberhasilan relokasi," tutur Ayu menambahkan. [RN]