5 Fakta soal Geger Makam Salib di Yogyakarta

Konten Media Partner
19 Desember 2018 22:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
5 Fakta soal Geger Makam Salib di Yogyakarta
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Viralnya kasus pemotongan nisan salib di Kotagede, Yogyakarta, menimbulkan respon dari berbagai pihak. Tak sedikit dari mereka yang bergerak guna mengklarifikasi kasus ini. Kasus ini berhasil membuat geger masyarakat, terutama masyarakat Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Berikut ini , 5 fakta terkait kasus pemotongan nisan salib di Kotagede.
Almarhum dan Istri Adalah Aktivis Kampung
Berdasarkan pendekaran yang dilakukan oleh Tim Komisi Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan Kevikepan DIY, (alm) Albertus Slamet Suagiardi dan Maria Sutris Winarni (istri) merupakan aktivis di Kampung. (alm) Slamet adalah pelatih koor di kampung Purbayan dan Winarni merupakan ketua organisasi perempuan di kampung tersebut. Karenanya, warga kampung memberikan dukungan pada saat persiapan dan penyemayaman jenazah.
Pihak Keluarga Menyetujui Pemotongan Nisan Salib
Winarni menulis surat persetujuan yang dimaterai dan ditandatangani oleh perngurus RT dan RW, dan tokoh masyarakat. Dalam suratnya, Winarni menyatakan tidak keberatan apabila nisan salib harus dipotong.
Status Makam
Berdasarkan pengumpulan data yang dilakukan oleh Tim Komisi Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan Kevikepan DIY, makam tersebut merupakan pemakaman umum.
ADVERTISEMENT
Istri Almarhum Berikan Penjelasan
Sebelumnya, Winarni telah menerima surat pernyataan yang beredar tersebut daam bentuk print jadi. Kemudian, 7 orang dari pihak polsek, kelurahan, koramil, dan pengurus kampung membawa surat tersebut. Karena isi surat yang kemudian tersebar luas di media sosial, istri almarhum memberikan penjelasan untuk mengatasi isu-isu yang beredar di media sosial.
Bukan Pertama Kali Terjadi
Sebelum kasus ini terjadi, diduga sudah ada dua peristiwa kekerasan yang terjadi di Kampung Purbayan. Dua peristiwa ini bahkan sampai pada ancaman kekerasan fisik. Menurut pelacakan tim di lapangan, interaksi warga dengan keluarga sebenarnya sangat baik. Adanya sekelompok pendatang lantas memberikan tekanan fisik dan psikis pada sebagian warga, yang membuat beberapa kejadian tak menyenangkan terjadi. (asa/adn)
ADVERTISEMENT