ASITA DIY: Bagasi Pesawat Berbayar Turunkan Minat Berwisata

Konten Media Partner
31 Januari 2019 17:48 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) DI Yogyakarta menilai kebijakan pengenaan biaya bagasi dan mahalnya harga tiket pesawat dinilai juga bakal merugikan para pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Pemberlakuan biaya bagasi pesawat tersebut akan membuat wisatawan yang berpergian naik pesawat akan selalu berpikir ulang ketika dalam perjalanan wisatanya hendak belanja oleh-oleh. Wisatawan tentu khawatir dengan oleh-oleh yang banyak maka biaya bagasi yang harus dibayarkan sangat tinggi. “Padahal di Yogya sendiri selama ini terkenal dengan wisata belanjanya, khususnya oleh-oleh souvenir kerajinan dan cinderamata yang diproduksi kelompok perajin UMKM,” ujar Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) DIY Udhi Sudiyanto Kamis 31 Januari 2019. Dengan kondisi tersebut, Asita DIY menilai para pelaku UMKM sektor kerajinan dan souvenir di Yogyakarta akan ikut terimbas kebijakan biaya bagasi itu melalui penurunan omzet. Tak hanya itu, dampak dari biaya bagasi dan mahalnya tiket pesawat itu juga dinilai berpotensi mengurangi minat wisatawan melakukan liburan lebih lama. "Ketika wisatawan datang misalnya ke Yogya untuk waktu tiga hari, dua malam, mereka pasti kan membawa keperluan lebih banyak dan harus disimpan di bagasi, tapi biayanya tinggi. Sudah tiket mahal, masih harus bayar extra luggage, ini menurunkan minat berwisata,” ujarnya. Pengusaha biro perjalanan atau travel agen di DIY berharap pemerintah dapat segera turun tangan mengkaji ulang kebijakan pengenaan biaya bagasi itu. “Karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak,” ujarnya. Menurut Udhi, mahalnya harga tiket pesawat hingga bagasi yang sudah tidak gratis sangat merugikan dan tidak wajar bagi seluruh pelaku pariwisata serta melukai dunia pariwisata yang tengah getol-getolnya melakukan promosi pariwisata. "Sangat disayangkan, karena kebijakan yang dilakukan maskapai penerbangan ini berbanding terbalik dengan kebijakan pemerintah yang getol-getolnya mempromosikan pariwisata,” ujarnya. Asita pun menilai program Pemerintahan Presiden Jokowi Indonesia yang menargetkan mendatangkan 20 juta wisatawan mancanegara juga akan sulit terealisasi dengan adanya kebijakan itu.  (atx)
ADVERTISEMENT