Bernaulus Saragih: Pengelolaan SDA oleh BUMN Sangat Eksploitatif

Konten Media Partner
20 April 2018 10:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bernaulus Saragih: Pengelolaan SDA oleh BUMN Sangat Eksploitatif
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah menjadi salah satu penyebab proses pemiskinan bagi masyarakat di daerah penghasil maupun pengolah. Hal ini terjadi karena ada sesuatu yang salah dengan BUMN, apakah karena pembentukan atau pengawasan terhadap perusahaan yang lemah, sehingga telah mendorong BUMN cenderung eksploitatif dan kurang bersahabat dengan pembangunan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
"Pengelolaan BUMN Indonesia terhadap sumber daya alam kita sangat eksploitatif dan short term-oriented," kata saksi ahli dalam judicial review UU No 19 tahun 2003 tentang BUMN, Bernaulus Saragih, dari Universitas Mulawarman, Kamis (19/4).
Gugatan terhadap UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN diajukan oleh AM Putut Prabantoro dan Letjen TNI (Pur) Kiki Syahnakari dan didukung penuh oleh Persatuan Purnawirawan Angkiatan Darat (PPAD).
Sidang gugatan menghadirkan para saksi ahli dari pihak pemohon dihadiri oleh kedua pemohon, kuasa hukum pemohon Tim Advokasi Kedaulatan Ekonomi Indonesia (TAKEN), kuasa hukum pemerintah dan saksi ahli lain Prof DR Koerniatmanto SH MH dari Universitas Katolik Parahyangan. TAKEN terdiri dari Dr Iur Liona N Supriatna M.Hum, Hermawi Taslim SH, Daniel T Masiku SH, Sandra Nangoy SH MH, Benny Sabdo Nugroho SH, MH Retas Daeng SH, Alvin Widanto Pratomo SH dan Bonifasius Falakhi SH.
ADVERTISEMENT
Menurut Bernaulus Saragih dalam rilis yang dikirim ke Tugu Jogja, Jumat (20/4), eksploitatif dan short term-oriented berbagai pihak dikategorikan sebagai penghisap kekayaan alam tanpa banyak memberi dampak positif karena peran dan fungsi maupun kontribusi BUMN belum banyak dirasakan rakyat.
Peran BUMN yang tidak maksimal ini juga diungkapkan para bupati maupun Ketua DPRD daerah pengolah migas dalam diskusi panel Forum Daerah Pengolah Migas (FDPM) di Balikpapan pada 12 April 2018.
Ketidakpuasan yang sama juga diungkapkan oleh daerah-daerah penghasil migas yang berjumlah 17 provinsi di Indonesia yang menyatakan bahwa kontribusi dunia migas dan BUMN-nya terhadap daerah penghasil sangat tidak maksimal.
Dalam rapat kerja di Balikpapan pada 12 April 2018, Bernaulus menceritakan, beberapa kesepakatan dicapai untuk ditindaklanjuti. Pertama, Daerah Pengolah Migas (DPM) harus mendapatkan Dana Bagi Hasil (DBH) yang lebih besar dari migas mengingat risiko lingkungan yang sangat besar bagi daerah dan masyarakat pengolah. Hal ini mengingat semakin tingginya frekuensi terjadinya bencana tumpahan minyak maupun kerusakan lingkungan di daerah pengolah akibat pencemaran maupun kebocoran serta limbah migas.
ADVERTISEMENT
Sebagai tindak lanjut, FDPM menuntut pemerintah pusat agar memasukkan nomenklatur “daerah pengolah” dalam formulasi distribusi DBH migas yang mana selama ini belum diakomodir atau dimasukkan sebagai pihak yang memperoleh DBH. FDPM juga menyepakati bahwa upaya untuk memperoleh DBH adalah sebagai alternatif pilihan. (*)