BNPT: Pembubaran JAD Momentum Deradikalisasi

Konten Media Partner
2 Agustus 2018 16:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
BNPT: Pembubaran JAD Momentum Deradikalisasi
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyambut putusan pembubaran organisasi Jamaah Ansharut Daulah atau JAD oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (31/7/2018) lalu. BNPT yakin ketika pengadilan memutuskan pembubaran organisasi yang selama ini anggotanya dituding sebagai biang di balik berbagai aksi terorisme Tanah Air, maka sudah sesuai prosedur panjang sehingga layak dibekukan.
ADVERTISEMENT
“Pembubaran JAD itu momentum melakukan deradikalisasi serentak, baik untuk anggota yang ditahan (kepolisian) maupun yang tidak,” ujar Kepala Sub Direktorat Pemberdayaan Masyarakat BNPT Andi Intang Dulung dalam sarasehan yang digelar Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) DIY di Yogyakarta, Kamis (2/8/2018)
Andi menuturkan, selama ini BNPT aktif melakukan deradikalisasi baik di dalam maupun luar lembaga pemasyarakatan (lapas). Di dalam lapas organisasi radikal ini tak hanya dari JAD namun ada dari jaringan lainnya, dengan tujuan sama yakni menggulingkan pemerintahan yang sah lewat aksi teror.
Andi menuturkan, dalam upaya deradikalisasi itu pendekatan umum BNPT menempatkan para pelaku sebagai teroris. Dari pendekatan itu, BNPT biasanya akan menelusuri rekam jejak masing-masing pelaku organisasi apa saja yang pernah diikuti para pelaku sehingga membentuknya menjadi teroris. Sebab, seringkali organisasi seperti JAD hanyalah organisasi terakhir ketika pelaku sudah terpapar paham radikal dari organisasi yang diikuti sebelumnya.
ADVERTISEMENT
“Upaya deradikalisasi itu terpenting melacak asal usul rekam jejak pelaku, dari mana mereka awalnya terpapar paham radikal itu,” ujar Andi.
Pelacakan kepada pelaku teroris ini yang membutuhkan waktu lama karena tak semua pelaku mau mengaku. Sehingga di permukaan yang tampak hanya JAD nya saja sebagai identitas terakhir saat melakukan aksi teror. Andi menuturkan, upaya deradikalisasi di luar lapas juga tak berhenti dilakukan. Misalnya dengan berkomunikasi dengan keluarga atau kerabat pelaku teroris.
Pendekatan pada keluarga atau kerabat ini, menurut Andi, sangat krusial karena keluarga atau kerabat justru kerap menjadi jaringan terdekat yang memberi dukungan pelaku yang menganut paham radikal. “Meskipun mereka (pelaku teror) ini punya pimpinan di dalam lapas, mereka masih taklim di luar lapas, masih menggemakan ajarannya di luar, ini yang perlu dicegah,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Andi menuturkan, pelaku teror selama ini menggunakan simbol agama. Mau tak mau deradikalisasi juga dilakukan dengan pendekatan agama. Andi tak menepis kelompok radikalisme dan terorisme menyebarkan pahamnya menyasar kalangan muda. Lantaran kalangan muda ini yang paling mudah disusupi paham tersebut melalui interaksi media sosial yang kini kian banyak ikut jadi alat masif menyebarkan paham radikalisme.
“Kecanduan paham radikalisme itu sama halnya dengan kecanduan sesuatu seperti narkoba dan rokok, dalil yang dipahami teroris ini dalil marah bukan dalil ramah," ujarnya.
Menurut Andi, jumlah teroris di Indonesia sebenarnya tidak banyak. Jumlahnya bisa dihitung tetapi karena persebaran informasi radikalisme dan terorisme masif angkanya terus bertambah. (atx)