Cerpen | Titik Pemberhentian

Konten Media Partner
16 April 2019 7:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
ilustrasi. Foto: pixabay
ADVERTISEMENT
Sama seperti aku menyukai warna-warna pada senja. Aku tak perlu menjelaskan alasan mengapa aku menyukaimu. Pertama kali aku melihat matamu, aku tahu bahwa suatu ketika akan ada satu hal yang menjadi titik di mana aku jatuh cinta. Bukan hanya aku saja yang menduga, tapi juga ada orang lain.
Rasanya terkesan seperti meramal masa depan. Sore itu, aku dan temanku meramal masa depan. Aku dan teman baikku bicara soal rencana beberapa bulan ke depan. Tiba-tiba dia nyeletuk begini.
“Kamu akan jatuh cinta sama dia.”
Temanku mengarahkan pandangannya pada seseorang yang sedang duduk di sebuah kursi dengan laptop menyala di depannya.
Aku mengarahkan pandanganku juga. Aku melihat laki-laki itu. Pikiranku mengulang-ulang kalimat yang temanku ucapkan. Aku menduganya, tapi tidak mungkin. Konyol sekali. Aku tidak akan pernah menyukainya.
ADVERTISEMENT
“Kamu jangan bercanda gitu. Nanti kalau beneran gimana?”
Aku menanggapi.
“Aku ingat kamu pernah bilang kamu jatuh cinta pada satu tipe laki-laki. Dia orangnya.” Temanku begitu yakin bahwa aku suatu saat nanti akan memiliki hubungan dengan orang yang sebenarnya tidak begitu kukenal itu.
Aku hanya mengenal namanya. Tidak mengenal kebiasaannya, kesukaannya, atau hal apapun soal dirinya. Bahkan dari antara orang yang kukenal yang kebetulan juga masih ada kaitan dengannya, hanya aku saja yang tidak pernah menghabiskan banyak obrolan dengan dia.
Hubungan kami tidak sedekat itu. bagaimana mungkin aku akan jatuh cinta?
Temanku itu mengada-ada saja. Itu adalah hal mustahil.
Aku benar-benar mengelak. Sebelum kuceritakan lebih lanjut, aku mau bertanya dulu. Pernahkah kalian dengar ungkapan yang bilang ‘Nggak usah sok bilang nggak suka, nanti kalau suka beneran kapok’, kalian pernah dengarkah?
ADVERTISEMENT
Biasanya kalau ada orang yang diledek begitu, pasti akan dijawab begini, ‘Aku nggak suka dia. Nggak mungkin’.
Aku sama sekali tidak menyangka bahwa hal ini ternyata sering terjadi, bahkan banyak yang kisahnya nyata. Mereka mengelak, hingga suatu ketika ternyata itu benar. Mitos ini dipercaya oleh banyak orang. Kata orang-orang memang begitu, semesta memang aneh.
Aku pernah mengelak.
Aku pernah mengatakan dengan suara lantang bahwa aku tidak suka dia.
Aku pernah begitu. Hal yang dipercayai banyak orang itu terjadi padaku. Samakin ditolak, semakin mendekat. Hidup ini kadang aneh. Kadang ada banyak hal yang sepertinya sudah diatur.
Contohnya jika semakin kamu benci seseorang, orang itu akan terus mendekat. Contoh lainnya cari sendiri. Yang jelas ada banyak hal yang dipercayai kebanyakan orang dan itu terjadi.
ADVERTISEMENT
Cara kerja alam semesta memang aneh. Semesta seakan mulai mendekatkan aku padanya.
Kak Andrew: Nanti siang bisa ketemu? Ada hal yang harus diobrolin soal kerjaan kamu.
Tiba-tiba mendapat pesan seperti itu, gimana rasanya nggak takut? Aku belum pernah ngobrol dengan kak Andrew. Apalagi dia minta ketemu untuk bahas kerjaanku. Aduh pasti aku sudah buat kesalahan. Sampai siangnya, aku tidak bisa menghilangkan rasa gugupku.
Wajahnya sedang serius-seriusnya menatap layar laptop saat aku datang. Dalam hati, ‘duh pasti dia sedang mengevaluasi hasil kerjaanku yang nggak beres-beres. Kayaknya aku bakal dimarahi nih’. Aku melangkahkan kakiku mendekat.
“Siang kak.” Sapaku.
“Eh siang. Duduk dulu di situ, aku cek ini sebentar ya.” dia menyambut dengan senyum.
ADVERTISEMENT
Lhoo kok dia tersenyum? Padahal tadi kulihat wajahnya masam.
Aku duduk di kursi yang ada di hadapannya lalu mengeluarkan ponsel. Aku berterima kasih pada pencipta ponsel yang sudah canggih seperti sekarang ini dan juga berterima kasih pada pencipta aplikasi-aplikasi sosial media seperti Instagram. Kalau tidak ada mereka semua, pasti aku sudah menunggu dengan perasaan paling awkward sedunia.
Aku yakin kalian semua pasti setuju, untuk menghindari situasi awkward, kalian akan fokus dengan gadget.
Lima belas menit berlalu dan kak Andrew tiba-tiba mengejutkanku dengan kata-katanya.
“Kita bahas soal kerjaanmu di tempat lain ya. Udah makan?” dia bertanya.
Aku hanya menggeleng.
“Oke kalau gitu kita cari tempat makan di dekat sini aja sekalian bahas soal kerjaan kamu.”
ADVERTISEMENT
Dia memasukkan laptopnya ke dalam tas dan meninggalkannya di atas meja.
“Karena panas, kita naik motor boncengan aja. Nggak apa kan?” dia bertanya lagi.
“Iya” Aku hanya bisa menjawab satu kata saja saking canggungnya.
Kami berdua sampai di tempat makan dan memesan makanan. Tempatnya tidak terlalu ramai.
“Aku sebenernya nggak suka makan di sini. Soalnya ikannya nggak terlalu enak.”
Dia mengawali pembicaraan.
“Ooo gitu ya.”
Aku hanya bisa menanggapi "oooo… "habisnya aku bingung. Dia tiba-tiba malah jadi seperti curhat. Padahal aku sudah gugup setengah mati. Harap-harap cemas bakal diberi ceramah apa.
“Aslinya ada yang enak tapi tadi tempatnya tutup.” Dia lanjut cerita lagi.
Aku hanya senyam-senyum dengar ceritanya. Sepertinya dia suka sekali tempat makanan. Mungkin jika suatu saat aku tanya dimana makanan terenak, dia bisa memberiku 100 daftar tempat makan terenak di………
ADVERTISEMENT
“Jadi kakak mau ngomongin soal apa ya?” aku bertanya.
Saat itu pesanan kami sudah tersedia semua di atas meja.
“Udah. Makan dulu.” Dia tersenyum padaku saat mengatakannya.
Hahhh… sumpah ya orang ini kok bikin aku sebal. Aku jadi salting juga. Duh jantung, kamu jangan deg-degan gini sih. Kalau dia dengar gimana?
Dan rasa salah tingkahku nggak berhenti sampai di situ. Dia mengambilkan makanan buatku. Katanya aku harus makan yag banyak. Apa lagi ini. Di sela-sela makan, dia bercerita soal perjuangannya struggle di awal-awal bekerja. Dia bahkan cerita dia sering dimarahi salah satu orang dulu akibat kerjaannya nggak beres.
“Dulu aku kayak kamu kok. Tapi tenang aja aku nggak akan marah-marahin kamu kayak aku dimarahin dulu.” Ujarnya.
ADVERTISEMENT
Kak Andrew memang menepati janjinya bahwa dia tidak marah-marah. Dia malah menanyakan kesulitanku mengerjakan dan justru memberi solusi.
Kok dia baik ya? aku keburu berpikiran negatif soal dia.
Besoknya aku ketemu temanku yang pernah meramal aku akan jatuh cinta pada kak Andrew. Baru juga sampai. Belum duduk. Dia sudah langsung membacaku.
“Hmm kemarin ada yang ketemu dan nggak bilang ini kayaknya. Ngaku kamu?”
Ana langsung menodong dengan pertanyaannya.
“Hah. Kok?” Aku malah terlihat bodoh.
“Aku tau kali. Pertama, kamu orangnya mudah dibaca. Kedua, aku juga punya orang intel yang bisa kasih laporan.” Dia ketawa. Mengejek nih maksudnya?
“Wait. Maksudnya gimana sih?” Aku masih pura-pura. Berusaha menyembunyikan.
ADVERTISEMENT
“Baru beberapa waktu yang lalu aku meramal kamu bakal suka sama kak Andrew, ternyata sekarang sedang jalan bareng ya. makanya jangan sok-sokan bilang nggak mau. Tuhh kena kan. Semesta mendukung, Ghea.” Dia ketawa lagi. haduh bocah ini kok jadi gitu.
Aku nggak mau kepikiran soal ucapan Ana. Dia nyebelin. Tapi jika diperhatikan, belakangan ini kak Andrew juga semakin aneh. Aku ingin bertanya maksudnya apa tapi nggak berani. Mungkin nanti saja aku tanyanya. Tunggu dia semakin aneh dulu baru aku akan memastikan.
Kak Andrew memang semakin nggak masuk akal. Dia terlihat seperti orang yang sedang PDKT. Beberapa kali dia mengajakku ketemu untuk bahas ini dan itu. padahal ujung-ujungnya harusnya yang dibahas malah tidak jadi dibahas. Dia malah jadinya cerita. Sudah gitu yang aku heran adalah kenapa aku juga malah menanggapi. Aku juga yang aneh dan diam-diam aku jadi berharap. ‘What? Ghea kendalikan dirimu. Sadar. Ayo sadar’ aku menepuk-nepuk kedua pipiku.
ADVERTISEMENT
“Kenapa Ghe?”
Dia keheranan lihat aku yang tiba-tiba menepuk wajahku.
“Eh nggak apa”
Aku berbohong. Kata-kata nggak apa-apa memang jawaban yang paling bisa menyelamatkan. Daripada aku jawab jujur kalau aku kepikiran sesuatu, nanti malah aku ditanyai.
“Hari Senin minggu depan free? Ada yang bagus untuk di-review nih. Aku mau ajakin kamu nonton itu buat bahan review.”
Kalimatnya meluncur mulus sekali. Nggak ada nada gugup atau apapun. Aku pasti mimpi nih.
“Ya?” Aku mungkin terlihat bodoh sekarang.
“Kamu butuh sesuatu untuk di-review kan? Aku mau ngajakin kamu nonton film. Nanti kamu review itu. Bisa?” dia mengulangi lagi kalimat ajakannya.
Aku mengiyakan. Kok malah sekarang aku jadi deg-degan. Duh Senin besok aku akan ketemu dia lagi. aku harus siap-siap jauh-jauh hari nih.
ADVERTISEMENT
Memang butuh persiapan. Aku harus siap-siap baju apa yang mau aku pakai. Siap dandan. Juga menyiapkan hati supaya ketika aku ketemu nanti nggak akan berdebar nggak karuan. Ternyata persiapan seperti apapun, buyar ketika hari Senin datang. aku nggak tahu baju apa yang aku pakai.
Masa bodoh. Lalu riasan. Pokoknya asal pakai lipstick saja. Terus hati.. hati. Aduh debarannya udah nggak karuan. Aku dijemput dia. Dan kami menuju ke salah satu cinema terdekat.
Film yang akan aku review nanti adalah film romantis. Kami pilih jam yang sepertinya tidak akan begitu ramai. Sepanjang nonton, aku tidak bisa konsentrasi ke filmnya. Gimana mau konsentrasi kalau kak Andrew duduk sedekat itu denganku. Bahu kami saling berdempetan. Dan aku nggak bisa berhenti lirik-lirik ke dia selama film di putar.
ADVERTISEMENT
Semesta, kenapa kau harus bikin jantungku mau copot hari ini?
Sadar diperhatikan, kak Andrew menoleh ke arahku dan aku langsung gelagapan dan mengalihkan pandanganku ke screen. Aku dengar dia tertawa. Dia mendekat ke arahku dan berbisik.
“Jadi kamu lebih suka perhatiin aku daripada filmnya?”
“Hah”
Jantungku rasanya mau loncat keluar. Pipiku mungkin sudah sangat merah. Untungnya gelap kalau nggak aduh aku akan semakin malu kalau dia lihat.
Aku akhirnya berusaha fokus sampai filmnya habis. Dia mengantar aku pulang.
“Makasih kak. Hati-hati pulangnya.”
Dia langsung berlalu dari hadapanku dengan senyum.
Hingga masuk kamar, aku rasanya ingin teriak. Duh hari ini kenapa indah banget ya. semesta makasih sudah kasih aku hari ini. Semesta mungkin sedang bahagia. Ceritaku belakangan ini bahagia. Kak Andrew semakin dekat denganku. Dia sering menemaniku cari bahan untuk direview. Setiap hari rasanya aku ingin tersenyum ah bahagianya aku.
ADVERTISEMENT
Bahagia nyatanya tak berlangsung lama. Kamu tahu kan kalau di dunia ini hidup rasanya seperti naik roller coaster. Ada up, down, ada putaran, ada lurusan. Ketika roller coaster naik pelan-pelan kamu pasti senang sekali malah membayangkan jika duh nanti pasti seru. Padahal setelah turun, seperti dihempaskan dan kamu pasti jadi teriak-teriak histeris. Oke kembali ke ceritaku. Siang itu aku makan bareng dengan Ana.
“Kayaknya ramalanku salah. Kamu harus menjauh.”
Wajahnya serius. Dan dia menyodorkan handphonnya tepat di depan wajahku.
Lho itu kan fotonya kak Andrew dan disebelahnya seorang cewek manis. Apa manis? Ya aku akui cewek itu manis dan aku iri sekali.
“Pegang sendiri. Kamu scroll aja.”
ADVERTISEMENT
Dia memberikan ponselnya padaku.
Fotonya tidak cuma ada satu. Ada banyak. Mereka pacaran kah? Duh pertanyaan bodoh. Ya jelas kalau sudah upload foto berdua di sosial media mana mungkin kalau mereka tidak punya hubungan special. Sadar dong Ghea. Aku kecewa. Rasaku sudah terlalu melambung tinggi dan sekarang dihempas gara-gara foto itu.
“Aku nggak mau lihat.”
Aku tahun ponsel itu di depan Ana.
“Menolak mengakui ya kalau ternyata dia punya seseorang. Susah sih kalau udah sayang.” Ujarnya.
Dia merasa bersalah karena waktu itu meramal aku akan jatuh cinta dan ternyata orang yang dicinta justru sudah punya seseorang.
Aku mau coba tanya kak Andrew soal itu suatu saat nanti. Ana mendukungku. Ini harus diperjelas. Ternyata si Ana jauh lebih seperti mata-mata dibandingkan aku. Dia selalu tahu lebih dulu soal kabar-kabar terbaru.
ADVERTISEMENT
“Mereka LDR-an. Kamu tahu kan cowok itu seperti apa. Jika LDR-an pilihannya ada dua mereka tetap setia sama ceweknya atau malah cari cewek-cewekan di tempat dia. Mundur Ghe, sebelum kamu sakit hati nanti.” Ana membujukku mundur.
Anehnya hatiku nggak mau disuruh mundur. Aku pasti bisa lebih dari si cewek yang tidak ingin kusebutkan namanya itu. dan memang selama beberapa waktu, aku dan kak Andrew menempel seperti perangko dan amplop surat. Lengket sekali. Aku bahkan sudah melupakan keberadaan si cewek itu. Pokoknya cuma ada aku dan Andrew. Egois sekali. Memang.
“Kamu nggak punya cowok kan?” suatu ketika kak Andrew bertanya padaku.
I’m single” jawabku.
“Baguslah. Aku nggak takut kalau aku ngajak jalan kamu terus-terusan kayak gini.”
ADVERTISEMENT
Dia tersenyum ke arahku.
Apa ini maksudnya kak Andrew akan semakin mendekatiku? Aku semakin berharap terlalu tinggi berharapnya. Aku benar-benar lupa dengan keberadaan cewek yang aku sendiri nggak tahu apa dia pacar kak Andrew atau bukan. Masa bodoh. Tapi seperti yang aku bilang tadi hidup seperti roller coaster. Aku memang sedang di titik tertinggi bahagia. mungkin tinggal menunggu waktu lagi saja untuk membuat aku jatuh terhempas.
“Beberapa hari ini mungkin kita nggak bisa ketemu.”
Dia tiba-tiba bilang saat kami berdua makan di restoran.
“Kenapa?”
“Ke Surabaya” dia hanya menyebut tempat tujuannya. Tanpa bilang dia akan melakukan apa di sana. Biasanya dia selalu cerita dia akan pergi kemana dan melakukan apa. Tapi ini tidak.
ADVERTISEMENT
“Ohhh” aku kecewa. Dia mendadak sekali bilang dia mau pergi ke luar kota begitu.
Beberapa hari aku tidak dikabari. Kamu tahu kan rasanya ketika tidak dikabari. Hilang. Cemas. Takut dia diambil orang. Apalagi aku sendiri nggak jelas. Kamu tahu maksduku kan. Nggak jelas. Dan dia juga nggak jelas.
Kantor terasa sepi beberapa hari ini. Dia nggak ada. Biasanya selalu ada yang bisa kusapa. Hari berikutnya Anna menarikku ke meja kerjanya.
“Duduk” dia menarikkan satu kursi buatku duduk.
Setelah itu dia menyodorkan ponselnya. Screenshoot akun media sosialnya kak Andrew dan cewek yang dulu pernah aku lihat fotonya.
“Lihat. Mereka ketemu. Please Ghe, berhenti. Demi kebaikanmu. Kamu tahu kan dia itu nggak pernah jelas.” Kedua tangan Ana menyentuh bahuku.
ADVERTISEMENT
“Tapi..” Aku ingin membantah. Aku akan membantah lebih tepatnya. Bagaimana bisa dia memintaku mundur.
Hening sejenak.
“Aku bisa lebih baik dari cewek itu. aku bisa sama kak Andrew”
Aku meyakinkan Ana bahwa aku masih bisa melanjutkan ini.
“Sama seseorang yang udah punya pacar tapi nggak bilang ke kamu?” kata-katanya menusuk.
Otakku sekarang sedang nggak bisa bekerja secara rasional. Aku sudah melihat berbagai bukti tapi tetap saja masih berharap kalau sedikit saja kak Andrew menyisakan hatinya untuk aku. Kalau kata Ana, aku ini sedang ngimpi. Dia bertanya sampai kapan aku akan begitu tapi kujawab nggak tahu. Lagi pula kenapa kak Andrew nggak memintaku menjauh. Dia memintaku semakin mendekat. Jadi untuk apa aku harus mengalah pada seorang cewek itu.
ADVERTISEMENT
Cinta bikin otakmu nggak logis. Cinta bikin kamu akan menyuarakan perang pada siapapun yang menjadi sainganmu. Konyol ya. Itulah yang kenyataannya terjadi. Kamu bisa membenci sosok yang belum pernah kamu temui. Kamu bisa membenci seseorang hanya dari fotonya saja karena si seseorang ini berfoto berdua dengan seseorang yang kamu cinta itu.
Dia pulang dua minggu kemudian. Lama ya dia di Surabaya. Sangat.
Aku mendekapnya ketika bertemu.
Kangen.
Aku tidak kesal sama sekali. Aku melupakan fakta bahwa dia di Surabaya memang bertemu dengan seseorang, cewek itu lebih tepatnya. Tuh kan. Sudah dibilang. Cinta itu bikin kamu jadi aneh. Cinta bikin moodmu berubah. Yang tadinya kesal dan marah-marah jadi senyum lagi.
ADVERTISEMENT
Hari berikutnya seperti biasa. Sudah dibilang aku memang tetap menyatakan perang pada cewek itu tapi aku harus tetap tampil manis dong. Anggap cewek itu tidak ada saat sedang bersama kak Andrew.
Otakku terus menerus berteriak.
‘Kamu nggak waras Ghea’.
Sayangnya aku pura-pura tidak dengar. Bodo amat, peduli dengan otakku. Hatiku kemudian mengambil alih lagi tubuhku dan dia tersenyum sinis menatap si otak yang kalah. Kali ini hati lagi yang jadi pemenangnya.
Sebetulnya berkali-kali aku diberikan fakta-fakta baru dari Ana. Soal cewek itu lagi. Setiap hari dia tak pernah bosan-bosannya memberi tahu. Ya walaupun aku sempat menangis-nangis, habis itu langsung senang lagi ketika ada kak Andrew. Ana memang berusaha keras membuat aku sadar bahwa ‘perang’ itu tidak akan pernah bisa aku menangkan. Otakku juga sependapat dengan Ana. Katanya sejak awal memang kak Andrew akan memilih cewek itu. Dan selamanya, orang-orang akan berpikir memang cewek itulah yang pantas buat dia. Rasanya aku seperti dihempaskan dari ketinggian.
ADVERTISEMENT
‘Akui kamu kalah. Mundurlah, kamu masih diberi waktu untuk menyelamatkan diri’ begitu kata otakku. Si hati jadi bimbang. Ada rasa egois ingin mempertahankan. Di sisi lain dia juga ingin menyerah karena terus menerus merasa sakit. Dia belum lelah. Dia belum lelah untuk mempertahankan. Pokoknya si hati harus terus bertahan. Siapa yang sangka, sekuat apa hati menahan, suatu ketika dia akan lelah juga. Dan terjadilah hari itu.
“Bisa kakak jelaskan?” aku menatap matanya dalam.
“Apa. Kamu minta dijelaskan apa?”
Dia bingung dan duduk semakin mendekat padaku.
“Ini.” aku menodongkan benda itu di depan wajahnya.
Dia diam.
Dia mungkin sedang berusaha mencari kata-kata. Hatiku yang mulai lelah ini diam-diam masih berharap bahwa dia akan menjelaskan bahwa dia akan memilihku. Sudah sinting. Aku semakin sinting. Kasian si hati.
ADVERTISEMENT
“Kak?” aku memanggilnya. Menagih jawaban.
Dia masih dia. Berusaha merangkai prolog untuk menjelaskan yang membuatku tidak akan sakit hati mungkin.
“Kakak tahu aku suka kakak. Kakak hanya pura-pura tidak tahu. Bahkan tak pernah membahas ini. Aku tahu kalau kakak mengerti.”
Aku langsung saja katakan bahwa dia memang menyembunyikan dirinya dari fakta bahwa aku menyukainya.
“Kakak hanya takut kan mengakui bahwa kakak tahu? Kakak hanya takut kan mengakui bahwa aku mengisi setidaknya sebagian cerita hidupmu?” aku memberondongnya dengan pertanyaan.
Dia menghela nafas. Sadar bahwa dia salah. Sadar bahwa sutuasinya mulai kacau. Sadar bahwa hatinya kacau.
“Kalau kakak pilih dia, tolong minta aku berhenti.”
Aku berkata lagi. Kali ini hatiku mengalah dan membiarkan otakku yang maha rasional ini mengambil alih diriku.
ADVERTISEMENT
“Maksudnya?”
Dia terlihat bingung dan kacau. Aku tahu hatinya dan otaknya sedang bingung. Begitulah setidaknya yang dirasakan cowok ketika kedua hal itu mulai tidak sinkron.
“Aku tahu kapasitas hatiku tinggal sedikit. Aku masih bisa bertahan. Kalau kakak memilih dia, tolong katakan pada hatiku agar dia berhenti. Aku tidak akan memohon. Aku akan berhenti. Aku akan berhenti mencintai kakak. Berhenti mengejar kakak. Aku akan menghilang dari hidup kakak.”
Otakku dengan bangga bisa mengeluarkan kata-kata yang beitu bagus itu. dia seperti merasa bangga karena membuat diriku bisa menyampaikan yang diriku rasakan. Dia merasa seperti pahlawan.
Dia tidak berkata-kata. Hanya saja tubuhnya mendekatiku. Tangannya menarikku dalam peluknya. Aku didekap begitu erat dan merasa seperti tidak bisa bernafas.
ADVERTISEMENT
“Jangan lakukan itu Ghea. Aku mohon.”
Suaranya bergetar.
Semesta seperti sedang bermain-main denganku. Menjadikan aku boneka mainan. Otakku mencoba menyelamatkan diriku, tapi semesta malah membuat hatiku selalu menang. Samar aku seperti mendengar semesta tertawa.
“Selamat menikmati hidupmu Ghea. Hidupmu sudah diatur tidak ada titik pemberhentian untuk perasaanmu. Nikmatilah!” kata semesta. (bfn)