news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Cindy, Bocah Purworejo yang Tinggal di Gubuk Derita

Konten Media Partner
14 Maret 2019 7:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Cindy, Bocah Purworejo yang Tinggal di Gubuk Derita
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Keseharian Cindy Uristiyanti (7) sungguh memprihatinkan. Setelah ditinggal sang ayah dalam usia tiga bulan, siswi Taman Kanak-kanak (TK) Perintis Desa Kledung Karangdalem, Kecamatan Banyuurip, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, ini kemudian ditinggal sang ibu yang mengalami depresi berat hingga mengalami gangguan jiwa.
ADVERTISEMENT
Gadis kecil berwajah murung itu kini tinggal bersama kakeknya, Cokro Utomo Parimin (72) dan neneknya Tukiyem (70) di sebuah rumah tak layak di RT 03/RW 01 Desa Kledung Karangdalem, Kecamatan Banyuurip, Kabupaten Purworejo.
"Saya merawat Cindy sejak usia tiga bulan karena kedua orang tuanya berpisah. Ayahnya merantau di Jakarta menjadi buruh, sementara ibunya mengalami gangguan jiwa sehingga kini tinggal di panti rehabilitasi jiwa di Purworejo setelah beberapa kali masuk rumah sakit jiwa di Magelang," kata Cokro Utomo Parimin, kakek Cindy, saat ditemui Tugujogja di kediamannya, Purworejo, Jawa Tengah, Rabu (13/3).
Sekolah Cindy tak jauh dari rumahnya, hanya berjarak sekitar 2 kilometer dari rumah. Tak seperti teman-temannya yang selalu ceria, Cindy tak mengeluarkan sepatah kata. Ia hanya murung dan duduk seorang diri.
ADVERTISEMENT
Ia baru berani mengeluarkan suaranya saat ditanya sang guru apa cita-citanya kelak. Dengan berbisik, Cindy mengucap "dokter". Menurut Kepala TK Perintis Kledung Karangdalem, Kismiyati, Cindy memang sangat berbeda dibanding teman-teman sekelasnya. Keadaannya membuat tak percaya diri untuk bersosialisasi dengan teman-temannya.
"Mungkin merasa minder dengan kondisi rumah kakeknya yang sangat sederhana," kata Kismiyati.
Cindy dan Kepala TK, Kasmiyati, ketika ditemui di TK Perintis Kledung, Karangdalem, Rabu (13/3/2019). Foto: Galih WIjaya
Kala itu Cindy dan sang kakek datang ke TK Perintis Kledung Karangdalem bukan untuk mendaftar, tapi hanya sekadar melihat. Namun Kismiyati dan guru lainnya yang melihat keadaan Cindy dan kakek merasa iba, mereka memutuskan untuk memasukkan Cindy ke TK tersebut.
"Bajunya kotor, rambutnya panjang dan banyak kutunya. Pokoknya lusuh. Namun, kami mengajak untuk masuk TK. Dan ketika masuk TK, kami memberikan baju, sepatu dan seragam secara gratis. Rambutnya dipotong dan didandani sehingga bersih hingga sekarang," kata Kismiyati.
ADVERTISEMENT
Kismiyati menyebutkan bahwa Cindy hanya membayar SPP Rp 50.000 per bulan dan selebihnya tidak membayar apa pun alias gratis bahkan baju seragam, sepatu dan lain-lain.
Seorang guru lainnya, Windihediyanti, mengatakan bahwa mereka menginginkan Cindy masuk SD umum setelah lulus TK, bukan masuk Sekolah Luar Biasa (SLB) seperti permintaan sebagian warga.
"Banyak yang bilang setelah lulus TK, Cindy masuk SLB saja, tapi kami bilang tidak, dia harus masuk SD umum karena sebenarnya anaknya normal. Kalau sekarang kondisinya seperti ini bisa jadi karena ia sempat dididik ibunya yang mengalami gangguan jiwa," katanya.
Setiap hari, Cindy diantar-jemput sang kakek dengan sepeda ontel yang sudah butut/karatan. Dengan segala keterbatasan, sang kakek dengan setia mengantar-jemput sang cucu ke sekolah. Ketika ia terlambat menjemput karena sepeda ontelnya rusak atau karena alasan lain, guru-guru di sekolah tetap mendampingi Cindy sampai sang kakek datang menjemput.
ADVERTISEMENT
"Bu guru pasti tunggu sampai saya datang menjemput," ujar sang kakek, yang pendengarannya sedikit terganggu.
Boleh jadi apa yang dialami Cindy saat ini sebagai akumulasi dari kondisi kedua orangtuanya yang berpisah, dan kondisi sang ibu yang mengalami gangguan jiwa. Hal lain karena kondisi kakek-nenek Cindy yang tinggal di rumah tak layak.
Rumah dengan tembok berwarna putih kusam dan berlumut, bisa dibilang sudah tak layak sebagai tempat tinggal. Namun kondisi ekonomi membuat mereka bertahan hidup di rumah sederhana itu.
Rumah tersebut terdiri tiga bagian/ petak besar yang memanjang dari timur ke barat. Di bagian depan, terdiri dari ruang tamu di sisi barat atau kanan dari pintu masuk dengan tiga kursi lusuh dan sebagian sudah jebol, sementara di sisi timur atau kiri adalah ruang tidur Cindy bersama sang kakek dengan sebuah dipan yang dipenuhi pakaian yang bertumpuk tak teratur.
Tukiyem, nenek Cindy ketika ditemui di rumahnya di Purworejo, Rabu (13/3/2019). Foto: Galih WIjaya
Sementara di bagian tengah juga terdiri dari dua kamar. Kamar sebelah barat untuk tempat tidur sang nenek yang juga dipenuhi tumpukan pakaian, sementara di sisi timur tempat menyimpan berbagai barang kebutuhan dapur.
ADVERTISEMENT
Sedangkan petak bagian belakang terdiri dari dapur (sebelah barat) dan tempat cuci di sisi timur. Selain gelap, kondisi rumah tampak basah/ becek sehingga terasa pengap.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Parimin mengaku bekerja sebagai buruh dengan upah Rp 50.000 per hari. Dan itu pun kalau ada pekerjaan.
"Kalau pas tidak ada pekerjaan ya mengandalkan kiriman dari anak saya di Jakarta. Kalau kirim antara Rp 200 ribu-Rp 300 ribu dan kadang Rp 500 ribu tapi sangat jarang," ujar Parimin.
Parimin sendiri memiliki empat orang anak, dua tinggal di Jakarta, seorang merantau di Jambi dan satu lagi berada di Purworejo, yakni ibunya Cindy yang kini tinggal di panti rehabilitasi jiwa.
ADVERTISEMENT
Selain mendapat upah sebagai buruh tani, ia juga mendapat bantuan dari pemerintah berupa raskin. Hal ini juga dibenarkan Sunaryo, Staf Kantor Desa Kledung Karandalem. Namun, Sunaryo sendiri mengaku tidak tahu persis bantuan apa saja dari pemerintah yang diberikan kepada Parimin.
"Maaf soal bantuan untuk Mbah Cokro Utomo Parimin saya tidak tahu persis. Pak Lurah mungkin yang bisa menjelaskan," kata Sunaryo.
Parimin sendiri mengaku telah mendapat Kartu Indonesia Sehat (KIS) dari pemerintah.
"Saya dapat KIS," kata Parimin yang tak bisa berbahasa Indonesia ini.
Kondisi Parimin menita perhatian tetangganya. Banyak tetangganya juga yang kerap memberi bantuan kepada Parimin dan keluarga. (lip/adn)
Melihat kehidupan keluarga yang kurang layak ini, kumparan berinisiatif menggalang dana untuk membantu keluarga Pak Cokro Parimin dan Cindy.
ADVERTISEMENT
Mari bantu Cindy dan kakek-neneknya meringankan beban hidupnya dengan cara,
1. Klik "Donasi Sekarang".
2. Masukkan nominal donasi.
3. Pilih metode pembayaran (GO-PAY/Dompet Kebaikan/BCA/BNI/BNI Syariah/BRI/Mandiri/Kartu Kredit).
Jangan lupa sebarkan berita ini agar lebih banyak orang yang mau membantu Cindy dan kakek-neneknya untuk dapat hidup lebih layak.