DPRD DIY Sebut Perlu Program yang Konkret untuk Perbaiki Perekonomian

Konten Media Partner
11 Juli 2020 20:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri Yudiana (tengah) saat berdiskusi dengan warga. Foto: atx.
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri Yudiana (tengah) saat berdiskusi dengan warga. Foto: atx.
ADVERTISEMENT
Pertumbuhan perokonomian di Yogyakarta kini minus terdampak pandemi COVID-19. Hal ini lantaran objek wisata di Yogyakarta ditutup serta sistem perkuliahan yang kini menjadi daring. Padahal, banyak mahasiswa luar daerah yang berkuliah di Yogyakarta yang memiliki peran terhadap perekonomian di DIY.
ADVERTISEMENT
Pemprov DIY berinisiatif mengalihkan alokasi anggaran bantuan sosial (bansos) untuk program recovery atau pemulihan akibat dampak pandemi COVID-19. Untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi yang sudah minus.
“Tidak ada wisatawan yang datang dan mahasiswa. UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) saat ini juga off, proyek besar tidak ada,” kata Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri Yudiana, Sabtu (11/7/2020).
Huda mengatakan, pedapatan daerah berkurang sekitar 30 sampai 40 persen. Kondisi ini pun diperkirakan masih terjadi pada 2021 mendatang. Untuk itu perlu ada suatu program yang konkret dalam menumbuhkan perekonomian.
Huda mengatakan alokasi dana bansos sekitar Rp204 miliar untuk 110 ribu Kepala Keluarga (KK). Saat ini sudah tersalurkan kisaran Rp179 miliar.
ADVERTISEMENT
“Tapi ada yang dikembalikan, jadi yang tersalurkan sekitar Rp150 miliar,” kata Huda.
Kini, DPRD DIY pun saat ini sedang melakukan studi identifikasi masyarakat dalam peran serta mengatasi masa pandemi COVID-19. Hasilnya diketahui ada rasa gotong royong yang besar di tingkat warga.
Misalnya ketika awal virus corona merebak di Indonesia, masyarakat di kampung berinisiatif membatasi orang luar masuk ke wilayah mereka. Menjadikannya relatif lebih aman dari potensi penyebaran virus.
Kemudian juga ada inisiatif warga membuat cantelan-cantelan bahan makanan untuk mereka yang kurang mampu. Termasuk kebutuhan Alat Pelindung Diri (APD) rumah sakit rujukan di DIY juga sebagian besar merupakan bantuan dari masyarakat.
“Jadi perlu ada modifikasi bantuan sosial, supaya bisa menumbuhkan rasa sosial di masyarakat. Jadi dialokasikan untuk program yang sifatnya recovery ekonomi,” katanya.
ADVERTISEMENT
Peneliti dari Lembaga Pengkajian Kebijakan Publik (LPKP), Ardiyanto menambahkan dampak ekonomi yang dirasakan masyarakat di DIY saat ini lebih berat dibandingkan situasi bencana yang pernah dialami seperti gempa 2006 dan erupsi Merapi 2010 lalu.
Sebab bencana gempa dan erupsi Merapi itu berdampak di wilayah dan waktunya pun tertentu. Sehingga bisa segera teratasi. “Namun pandemi ini berdampak pada masyarakat yang lebih luas, dan belum diketahui kapan berakhirnya. Karena setiap hari ada rekor baru (penambahan kasus) yang dipecahkan,” katanya.
Masyarakat di DIY, menurut Ardiyanto ketika menghadapi bencana memiliki kohesivitas yang kuat. Bahkan paling tinggi dibandingkan provinsi lain di Indonesia. Terbukti seperti saat terjadi bencana gempa dan erupsi Merapi.
“Waktu gempa bumi ada janji pemerintah memberikan dana bantuan sekitar 40 atau 50 juta, tapi akhirnya hanya terealisasi sekitar 20 juta kalau tidak salah. Pada saat itu tidak membuat masyarakat menunggu bantuan. Tetapi yang terjadi adalah gotong royong masyarakat untuk membangun rumah yang terdampak gempa,” katanya.
ADVERTISEMENT
Ardiyanto berkata dengan adanya gotong royong dari masyarakat ini pun menjadi ringan dalam menghadapi dampak bencana. “Ya harus mengajak partisipasi masyarakat. Kami lihat sejauh ini memang belum ada keseriusan dari Pemda untuk kemudian mengatakan gerakan di masyarakat,” ucapnya. (atx)