news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Eksekusi Lahan dan Bangunan Milik Pengusaha Otobus di Gunungkidul Berakhir Ricuh

Konten Media Partner
16 Juni 2022 16:38 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana eksekusi lahan dan bangunan milik pengusaha otobus di Gunungkidul yang berakhir ricuh, Kamis (16/6/2022). Foto: Erfanto/Tugu Jogja
zoom-in-whitePerbesar
Suasana eksekusi lahan dan bangunan milik pengusaha otobus di Gunungkidul yang berakhir ricuh, Kamis (16/6/2022). Foto: Erfanto/Tugu Jogja
ADVERTISEMENT
Eksekusi sebuah bangunan dan lahan yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Wonosari Gunungkidul Kamis (16/6/2022) urung dilakukan. Eksekusi yang diwarnai kericuhan akhirnya ditunda karena ada gugatan balik dari pihak yang dieksekusi di PN Wonosari.
ADVERTISEMENT
Eksekusi kali ini dilakukan terhadap bangunan dan lahan milik Eko Haryanto, pengusaha otobus (PO) Rista Jati yang berada di jalan raya Jentir-Solo. Dua lahan yang akan dieksekusi adalah lahan seluas 1886 meter persegi dan 523 meter persegi Sambirejo Ngawen dilakukan.
Selain bangunan permanen, di dalam area bangunan juga nampak terparkir 3 bus pariwisata di mana 2 di antaranya sudah mangkrak dan 1 masih beroperasi. Selain itu juga terdapat sebuah truk dan dua mobil pick up.
Belasan anggota keluarga sudah berjaga di bangunan tersebut sejak pagi. Mereka bersiap membantu Eko dan istrinya melakukan perlawanan eksekusi tersebut. Sejak pagi mereka berada di dalam area bangunan yang akan dieksekusi tersebut.
Pukul 09.00 WIB petugas masuk ke area bangunan. Puluhan personel gabungan bersenjata lengkap mengawal proses pengosongan lahan ini. Sekitar pukul 09.30 WIB jurusita pengadilan Negeri Wonosari membacakan putusan untuk pengosongan lahan.
ADVERTISEMENT
Dia memberi waktu 30 menit kepada pemilik lahan dan bangunan untuk mengosongkan barang-barangnya. Jika tidak maka pengosongan akan dilakukan oleh pihak Pengadilan dengan mengerahkan tenaga yang sebelumnya sudah mereka persiapkan.
Selama dan paska pembacaan, suara-suara penolakan dilakukan oleh pihak tergugat. Bahkan situasi semakin memanas ketika eksekusi hendak dilakukan oleh petugas gabungan.
Negosiasi cukup alot antara juru sita dengan keluarga tergugat yang didampingi oleh pengacara. Istri Eko Haryanto, Arini Wulandari berteriak histeris menolak upaya pengosongan lahan. Kericuhan sempat mewarnai proses eksekusi ini.
Pemilik lahan sengketa bersama keluarga sampai menyandera mobil towing dan mengusir truk yang akan digunakan memindahkan barang. Bahkan terlihat pihak pemilik lahan sempat memarahi sopir yang membawa mobil towing tersebut yang nampaknya saling kenal.
Salah seorang anggota keluarga berbaring di bawah mobil yang dibawa petugas. Foto: erfanto/Tugu Jogja
Suasana semakin memanas karena keluarga langsung melakukan penolakan. Bahkan ada salah satu keluarga yang harus diamankan karena sempat menyerang petugas. Proses eksekusi pun tersendat karena penolakan tersebut.
ADVERTISEMENT
Di sela eksekusi, Eko Haryanto menuturkan, dirinya memang kesulitan melakukan pembayaran utang karena usahanya mengalami pailit. Awalnya dia meminjam ke Bank BTPN Pedan Klaten Jawa Tengah sebesar Rp 600 juta. Ia sempat membayar cicilan dan kemudian restrukturisasi menjadi Rp 400 juta.
"Saya sudah mencicil hingga utang pokok tinggal Rp 218 juta," kata dia.
Sebenarnya, dirinya sudah berkali-kali mengajukan kredit ke Bank BTPN Pedan. Untuk yang pertama ia mengajukan kredit Rp 150 juta dan mampu dilunasi. Kemudian mengajukan kembali Rp 400 juta dan lunas. Terakhir Rp 600 juta namun usaha dia mengalami pailit.
Karena pailit tersebut, ia memang mengalami kesulitan bayar. Dan nyaris 5 tahun ia tidak membayar cicilan yang menjadi kewajibannya. Namun akhir tahun 2021 yang lalu tiba-tiba ada pemberitahuan jika 2 dari 4 sertifikat yang dijadikan agunan akan dilelang oleh KPKNL.
ADVERTISEMENT
"Karena akan dilelang, saya kemudian berusaha membayar cicilan," kata dia.
Untuk membayar cicilan tersebut, Eko terpaksa menjual dua unit busnya secara rongsokan dan laku Rp 36,5 juta. Padahal Eko mengklaim jika bus tersebut sebenarnya bisa laku Rp 300 juta namun karena terdesak maka ia hanya jual Rp 36,5 juta.
Ia lantas menghubungi pihak bank untuk menanyakan jika dia membayar Rp 36,5 juta apakah akan mengurangi pokok utang tersebut dan tidak dilakukan lelang. Oknum pihak bank mengatakan jika pembayaran tersebut akan mengurangi sisa utang pokok dan menjamin tidak akan ada lelang agunan.
"Akhirnya saya nitip ke oknum bank tersebut. Uangnya di ambil ke sini," papar dia.
Awal tahun ini ia kaget, karena ternyata bulan Januari ada pelelangan dan dimenangkan oleh seseorang dari Jakarta. Tanggal 22 Februari 2022 yang lalu kemudian ada permintaan dari pengadilan untuk melakukan pengosongan lahan secara sukarela.
ADVERTISEMENT
Bahkan beberapa kali pihak pemenang lelang mendatangi dirinya untuk meminta agar dirinya memberikan secara sukarela bangunan dan lahan tersebut. Namun dia langsung menolak mentah-mentah karena tidak terima dengan lelang tersebut.
Pengacara Eko Haryanto, Agus Anton Surono pihaknya melakukan penolakan eksekusi tersebut karena ada proses yang mereka nilai salah. Kendati demikian pihaknya mengakui jika kliennya memang belum bisa melunasi utangnya.
"Klien saya punya utang ke BTPN Pedan Klaten dan belum bisa melunasi. Tetapi ada itikad baik kami untuk membayar cicilan," kata dia.
Saat ini pihaknya sudah mengajukan gugatan ke Pengadilan negeri Wonosari. Dan saat ini proses sidang tengah berlangsung. Namun ternyata hari ini eksekusi dilakukan.
Suasana eksekusi lahan dan bangunan milik pengusaha otobus di Gunungkidul yang berakhir ricuh, Kamis (16/6/2022). Foto: Erfanto/Tugu Jogja
Setelah berlangsung alot karena pihak keluarga melakukan penolakan akhirnya pihak Pengadilan memutuskan menunda eksekusi sampai ada keputusan Pengadilan terkait dengan gugatan dari pihak Eko Haryanto.
ADVERTISEMENT
Kuasa Hukum Pemenang Lelang Machdian Muharam, Anggiat Napitupulu menuturkan upaya penundaan ini menunjukkan jika negara kalah dalam perkara permohonan eksekusi ini. Pihaknya tetap akan berupaya agar permohonan eksekusi tersebut tetap dilaksanakan. Terkait dengan gugatan yang dilakukan oleh tergugat, menurutnya tidak ada sangkut pautnya dengan permohonan eksekusi tersebut.
"Tetapi kita akan tetap menaati proses hukum yang berlaku," ujar dia.