Jelang Sumpah Pemuda, 20 Anak Huni LPKA Kelas II Yogyakarta

Konten Media Partner
26 Oktober 2020 16:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana LPKA Kelas II Yogyakarta, Senin (26/10/2020). Foto: Erfanto/Tugu Jogja.
zoom-in-whitePerbesar
Suasana LPKA Kelas II Yogyakarta, Senin (26/10/2020). Foto: Erfanto/Tugu Jogja.
ADVERTISEMENT
Kenakalan remaja masih menjadi pekerjaan rumah jelang peringatan hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2020 esok. Kasus kekerasan yang melibatkan para remaja serta kriminalitas lainnya yang dilakukan oleh mereka terus saja terulang belakangan ini.
ADVERTISEMENT
Padahal, tak sedikit dari mereka yang harus berurusan dengan aparat penegak hukum dan berakhir di hotel Prodeo. Mereka harus menjalani hukuman di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Yogyakarta agar bisa berperilaku layaknya anak-anak yang diharapkan.
Kepala LPKA Kelas II Yogyakarta Teguh Suroso mengungkapkan, saat ini ada 20 anak yang menjalani pembinaan di Lembaga ia pimpin. Mereka adalah pelaku perundungan 10 anak, kekerasan 7 anak dan pencurian 3 anak. Mereka menjalani pembinaan dengan lama yang cukup variatif.
"Itu tergantung pada vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim. Di sini variatif, hukumannya 1 sampai 5 tahun," tuturnya, Senin (26/10/2020) di kantornya.
Terakhir yang mereka terima adalah para pelaku kekerasan yang mengakibatkan korban meninggal di Pleret kabupaten Bantul beberapa waktu yang lalu. LPKA menerima mereka untuk dibina sehingga bisa kembali ke jalan yang lurus seperti yang diharapkan.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, lanjut Teguh, mereka tidak mengetahui apa yang dilakukannya termasuk kekerasan yang mengakibatkan orang lain meninggal. Kekerasan terutama terhadap temannya sendiri tersebut dilakukan secara spontan tanpa ada yang direncanakan.
"Karena lebih banyak disebabkan psikologis massa," terangnya.
Aksi klitih seperti yang terus terulang saat ini sebenarnya tidak ada dalam istilah hukum karena yang ada sejatinya adalah aksi kekerasan. Kekerasan yang dilakukan oleh remaja lebih banyak karena mereka ingin mencari jati diri.
Selain itu, pemicu kekerasan remaja adalah jiwa korps dengan genk yang mereka ikuti. Karena tidak semua anak pelaku kekerasan adalah anak-anak yang menyimpang. Ada di antara mereka bahkan anak manja atau 'Anak Mami'. Namun karena pengawasan yang kurang maka mereka berperilaku menyimpang.
ADVERTISEMENT
Ia menghimbau kepada para orangtua untuk meningkatkan pengawasan terhadap anak-anaknya. Jika tidak pulang sesuai jadwalnya maka orangtua mengkonfirmasi keberadaan anaknya di mana. Karena tidak sedikit yang menyalahgunakan kepercayaan orangtuanya untuk berperilaku negatif.
"Kalau sudah waktunya pulang tapi belum kelihatan di rumah ya dikaruhke. Anak-anak ini cenderung ingin diakui di kelompoknya, sehingga tak segan melakukan kekerasan," tambahnya.
Ketika di LPKA, pihaknya berupaya mengembalikan perilaku mereka yang awalnya menyimpang bisa menjadi lebih baik. Mereka juga diupayakan masih mendapat hak untuk belajar dari sekolahnya. Bahkan ada guru pendamping yang datang ke LPKA untuk memberikan pembelajaran.