Kala Pandemi Corona Pengaruhi Cara Orang Jogja Maknai Kebahagiaan

Konten Media Partner
9 Januari 2022 20:13 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi orang sedang tersenyum bahagia. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi orang sedang tersenyum bahagia. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Turunnya indeks kebahagiaan di Yogyakarta pada tahun 2021 menjadi sorotan banyak pihak. Pasalnya, di periode sebelumnya Yogyakarta menduduki peringkat 1.
ADVERTISEMENT
Pandemi corona ternyata menjadi salah satu alasan mengapa indeks kebahagiaan di Yogyakarta turun pada tahun 2021. Dekan Fakultas Filsafat UGM, Siti Murtiningsih, mengungkapkan bahwa pandemi corona memiliki andil atas hal tersebut.
Kebahagiaan berkaitan dengan bagaimana seseorang memandang hidupnya. Hal ini mempengaruhi pada hal yang ingin dicapai dalam hidup dan kebahagiaan seseorang.
“2 tahun ini kan kita berada di titik yang paling rendah. seluruh dunia seperti itu. Falsafah yang sedemikian kuat tadi, bagaimana kita definisikan bahagia itu tadi kan sangat terguncang. Ibaratnya tsunami, kita lagi didera tsunami besar, COVID ini,” ujarnya saat dihubungi.
Selama pandemi corona, masyarakat dibatasi untuk berinteraksi secara tatap muka. Hal ini mengubah pola pikir atau cara pandang sosial seseorang termasuk warga Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
“Miskin, bahagia, kaya, itu kan beda-beda tiap orang, itu merujuk pada falsafah masyarakat. Kenapa (indeks kebahagiaan) Jogja jadi turun, masalah itu kan tidak tunggal dia berkaitan dengan banyak bidang terutama sosial politik budaya, terutama soal ekonomi dan kesehatan,” tegasnya.
Pihaknya optimis warga Yogyakarta bisa bangkit dari keterpurukan akibat pandemi corona. Salah satu bidang yang berperan penting untuk menanamkan filsafat hidup adalah pendidikan. Pendidikan yang dimaksud tak hanya tentang sekolah saja.
Pendidikan yang dimaksud juga bisa dari keluarga. Apalagi, selama pandemi corona masyarakat banyak menghabiskan waktu di rumah bersama keluarga.
“Itu hal yang bisa kita dorong untuk kembali pada keadaan bersama untuk naik kembali, merangkak lagi. Pendidikan keluarga itu inti, garda depan untuk keluar dari keterpurukan soal rendahnya indeks kebahagiaan,” katanya.
ADVERTISEMENT