Kementerian Agama Kesulitan Tentukan Penerima Beasiswa

Konten Media Partner
18 Juli 2018 12:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kementerian Agama Kesulitan Tentukan Penerima Beasiswa
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Kementerian Agama (Kemenag) masih menghadapi problem dalam mencari calon penerima beasiswa yang akan dikirim ke sejumlah kampus di negara Barat. Program 5.000 doktor yang dicanangkan pun belum bisa berjalan mulus karena masih terbentur pada kendala dasar.
ADVERTISEMENT
Adapun kendala tersebut adalah kemampuan penguasaan bahasa Inggris para kandidat penerima beasiswa di lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN). Padahal penguasaan bahasa Inggris menjadi patokan utama jika ingin mendapat beasiswa.
Rektor UIN Sunan Kalijaga Profesor Yudian Wahyudi menjelaskan, Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama memiliki program mencetak 5.000 doktor yang beberapa persennya diharapkan menempuh pendidikan di negara barat. Sayangnya, untuk tujuan perguruan tinggi di barat kekurangan pelamar karena kemampuan bahasa Inggris rendah.
"Salah satu kelemahan PTKIN adalah bahasa Inggris. Kegiatan ini salah satunya untuk merespon hal itu, agar ada pembibitan sejak awal dalam kemampuan berbahasa Inggris," kata Yudian, Rabu (18/7/2018).
Lulusan dari Amerika Serikat ini mengatakan, kenyataan itu mungkin disebabkan karena PTKIN sering berorientasi ke Timur Tengah dalam proses pendidikan sehingga lebih mengutamakan bahasa Arab. Padahal, harus diakui banyak ilmu yang bisa didapatkan di barat. Indonesia justru lebih banyak mengirim mahasiswa untuk belajar agama di Timur Tengah dalam jumlah banyak. "Kalau ke Timur Tengah itu memang baiknya belajar agama, tetapi yang dikirim ke sana sudah terlalu banyak," kata dia.
ADVERTISEMENT
Ia mengatakan kegiatan seminar dan pelatihan itu sebagai jembatan bagi seluruh PTKIN di Indonesia untuk memperbaiki kemampuan bahasa Inggris. Selain mendaftar beasiswa di negara barat kemampuan Bahasa Inggris bisa mendaftar di berbagai negara di dunia. Karena syarat utama untuk bisa ke barat penguasaan TOEFL harus tinggi, belum lagi untuk tingkatan doktor akan lebih ketat. "Kalau tidak digerakkan, ke depan kita akan terua kekurangan yang akan dikirim ke negara barat," ujarnya.
Direktur Indonesian International Education Foundation (IIEF) Diana Kartika menilai lemahnya kemampuan berbahasa Inggris sebenarnya tidak hanya terjadi di PTKIN namun juga perguruan tinggi umum lainnya. Menurutnya, minimnya kemampuan bahasa itu harusnya menjadi masalah besar sebagai negara besar yang paling banyak mendapatkan jatah beasiswa dari luar negeri.
ADVERTISEMENT
"Tetapi penyerapannya susahnya setengah mati mencari kandidat untuk bisa diterima schoolarship itu susah. Program 5.000 doktor itu dalam pantauan kami termasuk susah mencari kandidat, masalahnya apa? kemampuan bahasa Inggris," tegasnya.
Diana menilai, masalah itu harus segera direspon pemerintah. Mengingat, banyak orang-orang hebat yang terganjal tidak bisa lolos ke luar negeri hanya kemampuan bahasa Inggris tidak memenuhi standard. "Mungkin karena banyak masyarakat menganggap remeh bahasa, kemudian saat butuh persyaratan skor TOEFL baru kelabakan mencari, berlatih bahasa," katanya. (arif wahyudi)