Kustom Kendaraan, Shinya Kimura: Jangan Terjebak Tren

Konten Media Partner
7 Oktober 2019 6:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah motor kustom yang dipamerkan dalam Kustomfest di Yogyakarta. Foto: Dion.
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah motor kustom yang dipamerkan dalam Kustomfest di Yogyakarta. Foto: Dion.
ADVERTISEMENT
Ketika memiliki sebuah kendaraan, terkadang seseorang memiliki rasa bosan. Perasaan itu disebabkan oleh rasa gelisah terhadap tampilan dan sisi teknikal kendaraannya yang masih terbilang standar pabrik. Jika berbicara hal tersebut, salah satu jalan keluarnya adalah dengan mengkustom kendaraan tersebut. Orang yang memiliki perasaan seperti itu dapat dipastikan mempunyai rasa lebih terhadap suatu kendaraan, bisa sepeda motor atau mobil.
ADVERTISEMENT
Dunia kustom kendaraan sangat luas. Aliran-alirannya banyak. Untuk sepeda motor, terdapat aliran seperti cafe racer, brat cafe, scrambler, dan chopper. Untuk mobil, mayoritas aliran-alirannya berkiblat ke Amerika. Maka tidak heran jika ada acara kustom kendaraan, mayoritas mobil pesertanya adalah muscle car dan sedan-sedan klasik dari Negeri Paman Sam.
(Kiri ke kanan) Shinya Kimura, pegiat kustom kenamaan asal Jepang; Lulut Wahyudi, Direktur Kustomfest; dan Kepala Diskominfo DIY, Rony Primanto Hari.
"Dalam melakukan kustom kendaraan, jangan sampai terjebak pada tren yang sedang naik daun. Namun cobalah menginisiasi sesuatu yang baru," kata Shinya Kimura, pegiat kustom kenamaan asal Jepang saat acara Kustomfest 2019 di JEC, Sabtu (5/10/201o).
Kimura berpendapat dalam menilai kendaraan-kendaraan kustom tersebut, tidak serta merta dapat disimpulkan mana yang terbaik atau menjadi juara. Namun kendaraan-kendaraan itu mewakili passion dari para buildernya sehingga memiliki keunikan masing-masing.
ADVERTISEMENT
"Saya mengapresiasi dunia kustom kulture di Indonesia karena para builder selalu berusaha memasukkan identitas Indonesia terhadap kendaraannya," tambah Kimura.
Sementara itu Lulut Wahyudi, Direktur Kustomfest, menyinggung dunia kustom kulture Indonesia yang menurutnya masih harus banyak belajar dari negara-negara lain.
"Kita masih suka membanding-bandingkan diri. Ingin hasil karyanya yang penting masuk majalah tanpa mengerti esensi kustom itu sendiri. Sementara di Jepang, para builder selalu terus melakukan yang terbaik sebisa mereka," ujar Lulut. (Dion/adn)