Lebih Tua 3 Hari, Siswa Gunungkidul Ini Terpaksa Sekolah di SMP Swasta

Konten Media Partner
15 Juli 2019 22:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Muhamad Pasha Pratama (12), seorang siswa di Gunungkidul yang terpaksa bersekolah di SMP Swasta lantaran usianya lebih tua 3 hari dari pada pendaftar lainnya. Foto: asa.
zoom-in-whitePerbesar
Muhamad Pasha Pratama (12), seorang siswa di Gunungkidul yang terpaksa bersekolah di SMP Swasta lantaran usianya lebih tua 3 hari dari pada pendaftar lainnya. Foto: asa.
ADVERTISEMENT
Muhamad Pasha Pratama (12), salah seorang warga Padukuhan Bulu, RT 05 RW 14, Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul, harus mengubur mimpinya dalam-dalam untuk bisa menempuh pendidikan di sekolah negeri. Bukan karena sistem zonasi, tetapi karena usia.
ADVERTISEMENT
Pasha diketahui mendaftarkan diri ke SMP N 2 Karangmojo karena jarak dari rumahnya ke sekolah cukup dekat. Namun, mimpi untuk bersekolah di SMP N 2 Karangmojo harus dikubur karena usianya lebih tua tiga hari dari calon siswa lainnya yang mendaftar di sekolah tersebut.
“Kita sudah cek langsung, dan memang ada murid yang lebih dekat dibandingkan Pasha. Kalaupun jaraknya sama kalah di usia berdasarkan berkas yang bersangkutan lebih tua tiga hari,” ujar Kepala Bidang SMP Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Gunungkidul, Kisworo, Senin (15/7/2019).
Berdasarkan Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018, dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), terdapat 3 kriteria yang diperhitungkan.
“Pertama jarak dari rumah ke sekolah, kedua usia, dan ketiga waktu pendaftaran,” lanjut Kisworo.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan surat edaran dari Kemendikbud, persyaratan nilai alias NEM memang kini telah diabaikan. Pihaknya hanya berusaha menaati surat edaran yang telah dikeluarkan dari Kemendikbud.
Walaupun ditolak dari SMP N 2 Karangmojo, Pasha tetap bisa menempuh pendidikan di bangku SMP tetapi di sekolah swasta. Disdikpora Gunungkidul memberikan berbagai fasilitas agar Pasha bisa sekolah.
“Pasha akan sekolah di SMP Eka Kapti Karangmojo,” ujar Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Gunungkidul, Bahron Rosyid.
Jarak dari rumahnya menuju ke SMP Eka Kapti Karangmojo memang tidak dekat. Pasha harus menempuh jalan sejauh 5 kilometer dari rumahnya. Bahron mengungkapkan pihaknya telah menyediakan layanan antar jemput sementara waktu.
Ke depan, Pasha akan diberikan bantuan berupa sepeda listrik dari salah seorang donatur. Ia membeberkan bahwa Pasha tak perlu khawatir tidak bisa sekolah.
ADVERTISEMENT
"Saat ini untuk antar jemput akan kami fasilitasi. Kami ingin Pasha tetap semangat untuk sekolah," ujarnya.
Selain itu, untuk saat ini seluruh biaya sekolah Pasha akan ditanggung sementara oleh Bahron Rosyid. Tetapi ke depannya Pasha akan didaftarkan ke beasiswa Program Indonesia Pintar (PIP).
Senada dengan Kisworo, Bahron juga mengakui bahwa usia juga menjadi pertimbangan seorang siswa untuk diterima di suatu sekolah negeri. "Misalnya ada pendaftar yang lahir 1 April dan 2 April, yang diterima yang lebih muda, yang diterima yang 2 April," jelasnya.
Pasha sendiri merupakan seorang anak dari keluarga yang tidak mampu. Ayahnya mengalami gangguan kejiwaan, dan ibunya meninggal saat ia masih kelas 3 SD. Kini Pasha dirawat oleh nenek dan kerabatnya.
ADVERTISEMENT
Semasa liburan, Pasha beberapa kali membantu tetangga dan diberi upah. Upah ini ditabungnya untuk membeli tas, sepatu, dan buku. Bahkan sebelum pengumuman penerimaan siswa di SMP N 2 Karangmojo, Pasha sudah membeli berbagai peralatan sekolah. Pengumuman dirinya tidak lolos ke SMP N 2 Karangmojo membuatnya kecewa dan sempat mengurung diri di rumah.
“Saya inginnya sekolah di SMP 2 Karangmojo,” ujar Pasha lirih sambil menundukkan kepala. (asa/adn)