Mahfud MD: Ada 3 Cara untuk Selesaikan Polemik Revisi UU KPK

Konten Media Partner
27 September 2019 20:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD. Foto: erl.
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD. Foto: erl.
ADVERTISEMENT
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, mengatakan revisi UU KPK yang ditentang oleh masyarakat adalah resiko kebijakan. Jika dikeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), maka itu menurutnya resikonya lebih kecil.
ADVERTISEMENT
Mahfud mengatakan, ada tiga kemungkinan untuk menyelesaikan polemik ini. RUU KPK, kata Mahfud, kini sudah selesai dibahas menurut prosedur konstitusional.
Namun ternyata, tidak cocok dengan aspirasi umum masyarakat sipil, kampus-kampus, dan kalangan lainnya. Untuk itu, menurut Mahfud, perlu ada keseimbangan baru karena hukum itu adalah kesepakatan antara negara dan rakyat.
"Padahal ini sudah disetujui maka ada 3 jalan yang semuanya beresiko," tuturnya di Kompleks Kepatihan, Jumat (27/9/2019).
Jalan yang pertama adalah menggunakan cara legislatif review. Dalam hal ini, UU baru tersebut diberlakukan dan sesudah itu dibahas lagi untuk diperbaiki lagi.
Hal tersebut, menurutnya, memungkinkan dilakukan dan tidak masalah. Mahfud memberi contoh, yakni Undang-Undang MD3, yang baru setahun tapi sudah berubah tiga kali.
ADVERTISEMENT
Contoh lain dari Mahfud adalah Undang-Undang APBN yang pastinya ada di awal tahun, tetapi bisa dilakukan perubahan di tengah jalan.
Hanya, kata Mahfud, untuk langkah pertama tersebut resikonya adalah tidak bertemu asumsinya. Sebab yang menjadi ganjalan adalah perbedaan antara kehendak rakyat dengan kehendak DPR. Oleh karena itu, menurutnya jika begitu, resikonya tidak akan selesai selesai juga dan keributan akan terus berlanjut.
Alternatif kedua dari Mahfud adalah ke Judicial Review Mahkamah Konstitusi. Hal tersebut beresiko juga karena MK tidak boleh membatalkan satu undang-undang yang tidak disukai rakyat kalau tidak bertentangan dengan konstitusi.
Namun, Mahfud bilang, undang-undang ini tidak bertentangan dengan konstitusi, tetapi rakyat tidak suka karena tidak ada kesepakatan politiknya dengan rakyat. "Nanti MK bilang itu urusan DPR, kalau mau diubah, ubah saja. Nanti MK bilangnya begitu," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Namun jika ke MK, Mahfud merasa hal tersebut tidak akan selesai juga karena hal tersebut merupakan Open Legal Policy. Dalam politik umum terbuka itu MK tidak boleh membatalkan, meskipun rakyat tidak suka, kecuali jelas-jelas melanggar konstitusi.
Sebab, kata Mahfud UU ini tidak melanggar konstitusi, kehendak rakyat juga tidak melanggar konstitusi.
"Rakyat yang menentang UU KPK tidak melanggar konstitusi. DPR yang membuat UU KPK tidak melanggar konstitusi. Dua-duanya tidak melanggar, MK tidak boleh masuk di situ. Karena ini pilihan politik, pilihan kesepakatan,"paparnya.
Maka, lanjutnya, jalan yang dianggap paling baik adalah yang ketiga, yakni mengeluarkan Perpu. Sebab dengan Perpu itu bisa dilakukan penidakberlakuan dulu sampai ada kebijakan lebih lanjut.
Resiko yang dihadapi adalah jika DPR menolak, maka sebenarnya tidak apa-apa karena presiden sudah menunjukkan sikapnya. "Kemarin begitu, ya. Kemarin presiden bertanya itu juga," ungkap Mahfud.
ADVERTISEMENT
"Gimana kalau DPR menolak? Terus para doktor yang datang itu menjawab ndak papa bapak bersama kami, bersama rakyat. Nanti lihat rakyat akan mengawal, itu saja. Semua resiko sehingga jangan ditanya mana jalan yang dianggap ideal,"ujarnya. (erl/adn)