Mahfud MD Kunjungi Gunungkidul, Sultan HB X Berharap Tidak Ada Klaster Pilkada

Konten Media Partner
7 November 2020 16:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana kunjungan Menkopolhukam, Mahfud MD ke Gunungkidul, Sabtu (7/11/2020) Foto: Erfanto
zoom-in-whitePerbesar
Suasana kunjungan Menkopolhukam, Mahfud MD ke Gunungkidul, Sabtu (7/11/2020) Foto: Erfanto
ADVERTISEMENT
Gubernur DIY, Sri Sultan HB X berharap dalam situasi seperti ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU), sebagai penyelenggara pilkada, harus mampu menavigasikan tahapan pilkada dengan protokol kesehatan dan mitigasi risiko untuk mengurangi ketakutan orang akan infeksi virus Covid-19.
ADVERTISEMENT
"Ketakutan akan infeksi menjadi pendorong utama rendahnya jumlah pemilih di daerah yang menyelenggarakan pemilihan saat pandemi," kata Sultan dalam sambutan yang dibacakan oleh Wakil Gubernur DIY, Sri Paku Alam X dalam Kunjungan Menkopolhukam Mahfud MD ke Gunungkidul, Sabtu (6/11/2020).
Karena pilkada di Indonesia tidak menerapkan pemungutan suara pos dan secara online melalui internet, maka prinsip electoral distancing harus dipedomani sebagai tindakan pencegahan penularan virus. Menurutnya menjaga jarak fisik dan mencegah kontaminasi objek oleh orang yang terinfeksi, sanitasi tangan, pemakaian masker, dan alat pelindung diri, harus menjadi bagian penting dari tata cara selama pilkada.
"Tata cara ini harus disosialisasikan kepada seluruh stakeholder pilkada dan menjadi materi pendidikan pemilih," tambahnya.
Pilkada adalah kegiatan yang melibatkan banyak orang tidak hanya pada hari pemungutan suara, tapi juga pendataan pemilih, serta selama masa kampanye dan penetapan hasil. Untuk mencegah atau mengurangi interaksi orang, penerapan protokol kesehatan harus menjadi bagian dari kode etik, dan dapat diberikan sanksi bagi yang melanggar.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks ini, KPU harus merencanakan kegiatan pilkada secara menyeluruh untuk mencegah tindakan yang mengarah pada risiko yang minimal. Oleh karena itu, saat ini, sangat penting bagi semua pemangku kepentingan kepemiluan baik penyelenggara pemilu, masyarakat sipil, pemerintah, partai politik, dan peserta pilkada bergandengan tangan, bersama-sama melindungi kesehatan publik sekaligus menjaga demokrasi.
"Keyakinan bahwa pemilu adalah instrumen penting untuk memperkuat demokrasi sekaligus menegakkan kepastian hukum perlu digaungkan,"tambahnya.
Problem kesehatan publik dan menjaga demokrasi, dua-duanya dapat dijalankan secara bersamaan. Penyelenggara pemilu, pemerintah, partai politik dan kandidat peserta pilkada, maupun masyarakat sipil, secara kolektif sudah harus selangkah lebih maju membahas mengantisipasi potensi permasalahan yang akan terjadi.
Pandemi Covid-19 telah merubah cara normal kita dalam melakukan pemilihan yang akan berdampak pada demokrasi. Tetapi kita harus berusaha membatasi dampak ini. Mengadakan pilkada di tengah krisis kesehatan masyarakat adalah mungkin, tetapi perencanaan yang besar diperlukan untuk menghindari agar tidak memperburuk situasi saat ini.
ADVERTISEMENT
"Untuk itu, melindungi kesehatan demokrasi sambil melindungi kesehatan masyarakat harus menjadi pedoman KPU dalam merancang tahapan pilkada serentak 9 Desember 2020 yang sempat tertunda. Jangan sampai ada klaster pilkada,"ujarnya.